Tim Penuntut Tuduh Intelijen Rusia Retas Komputer Demokrat
Oleh
·3 menit baca
WASHINGTON, JUMAT - Tim penuntut Amerika Serikat, Jumat (13/7/2018), menuduh 12 pejabat intelijen Rusia telah meretas jaringan komputer Partai Demokrat pada 2016. Tuduhan ini merupakan yang paling rinci sejak dugaan keterlibatan Rusia dalam pemilihan presiden AS pada 2016 muncul. Campur tangan asing ditengarai bertujuan membantu kubu Donald Trump dari Republik yang saat itu menghadapi Hillary Clinton dari Demokrat.
Tuduhan yang disusun oleh tim penyelidik khusus yang dipimpin Robert Mueller itu meliputi detail peretasan canggih antara lain lewat surat elektronik (surel). Tuduhan disampaikan di Washington hampir bersamaan pada saat Presiden Donald Trump memasuki alun-alun Istana Windsor di Inggris untuk bertemu Ratu Elizabeth II. Pengumuman mengenai tuduhan atas 12 pejabat intelijen Rusia juga dilakukan menjelang pertemuan Trump dengan Presiden Rusia Vladimir Putin di Helsinki, Finlandia, Senin besok.
Dalam detail tuduhan disebutkan, petugas badan intelijen militer Rusia, GRU, memantau diam-diam komputer tim kampanye Clinton dan Komite Kampanye Demokrat. Sejumlah besar data juga dicuri.
Dokumen tuduhan yang setebal 29 halaman menjelaskan bagaimana, berbulan-bulan sebelum warga AS memberikan suara, peretas Rusia, mulai Maret 2016, memonitor komputer puluhan pejabat dan relawan Demokrat. Mereka berupaya untuk masuk ke akun-akun surel penting Partai Demokrat. Akun itu termasuk milik Ketua tim kampanye Clinton, John Podesta, serta milik Komite Nasional Demokrat dan Komite Kampanye Kongres Demokrat.
Para peretas menanam program komputer berbahaya yang dikenal sebagai malware untuk menjelajahi jaringan dan mencuri data. Surel phising juga dikirim untuk mendapatkan akses ke akun.
Wakil Jaksa Agung Rod Rosenstein menyerukan pendekatan terpadu untuk melawan campur tangan asing. ”Ketika kita menghadapi campur tangan asing dalam pemilu Amerika, penting bagi kita untuk menghindari berpikir secara politik, yakni sebagai pendukung Republik atau Demokrat. Sebaliknya, penting untuk berpikir patriotik sebagai orang Amerika,” katanya. ”Respons kita tidak boleh bergantung pada pihak mana yang menjadi korban.”
Kremlin kembali membantah bahwa Rusia mencoba untuk memengaruhi hasil pilpres AS pada 2016. ”Negara Rusia tidak pernah ikut campur dan tidak berniat mencampuri pemilihan AS,” ujar penasihat urusan luar negeri Putin, Yuri Ushakov, Jumat silam.
Kementerian Luar Negeri Rusia mengatakan bahwa tuduhan yang diumumkan oleh AS bertujuan merusak situasi menjelang pertemuan puncak Trump-Putin. Disebutkan, tidak ada bukti bahwa 12 orang yang dituduh memiliki dengan intelijen militer atau upaya peretasan.
Batalkan pertemuan
”Tuduhan ini memperjelas betapa luasnya operasi itu, termasuk upaya intrusi perwira intelijen Rusia ke situs Dewan Pemilihan Negara dan pencurian informasi yang terkait dengan sekitar 500.000 pemilih,” kata Ketua Komite Nasional Demokrat (DNC) Tom Perez. ”Pemerintah Rusia menyerang demokrasi kita pada 2016. DNC menjadi target utama serangan.”
Senator Chuck Schumer, pemimpin minoritas Senat Demokrat, mendesak Trump untuk membatalkan pertemuan dengan Putin. ”Dakwaan-dakwaan ini adalah bukti lebih lanjut dari apa yang sudah dipahami oleh semua orang, kecuali oleh presiden sendiri, yakni Presiden Putin adalah musuh yang ikut campur dalam pemilihan kita untuk membantu Presiden Trump menang,” ungkapnya lewat pernyataan.
Trump pada Sabtu (14/7), lewat Twitter, berusaha menyalahkan pemerintahan Barack Obama karena tidak merespons secara agresif upaya Rusia meretas sistem komputer Partai Demokrat.
”Kisah-kisah yang Anda dengar tentang 12 warga Rusia kemarin terjadi selama Pemerintahan Obama, bukan Pemerintahan Trump,” ujar Trump. ”Mengapa mereka tidak melakukan sesuatu terkait hal itu, terutama karena ada laporan bahwa Presiden Obama diberi tahu oleh FBI pada bulan September, sebelum pemilihan.” (AFP/AP/REUTERS/ATO)