BRUSSELS, RABU Sejumlah bank sentral menilai aneka konsekuensi dari sebuah kondisi perang dagang telah memberikan tanda-tanda yang berpotensi membebani pertumbuhan ekonomi. Kondisi itu mau tidak mau mengurangi optimisme para pelaku terhadap kinerja perekonomian secara global.
”Perubahan dalam kebijakan perdagangan mau tidak mau dapat menyebabkan kita perlu melihat kembali proyeksi-proyeksi (pertumbuhan ekonomi),” kata Jerome Powell, Gubernur bank Sentral AS, The Federal Reserve atau The Fed.
Otoritas The Fed bersama sejumlah koleganya, Bank Sentral Uni Eropa (ECB), Bank Sentral Jepang, dan Bank Sentral Australia, menggelar pertemuan di Portugal sepanjang Rabu (20/6/2018). Perang dagang dan konsekuensi-konsekuensinya menjadi bahasan utama pertemuan itu.
Konflik perdagangan dinilai sebagai hal yang negatif bagi perekonomian. Konsekuensi-konsekuensi dari kondisi itu dapat dijadikan sebagai bukti dari sebuah situasi terbebaninya perekonomian. Ketika sebuah kondisi perang dagang itu terjadi antara dua negara dengan perekonomian terbesar, Amerika Serikat (AS) dan China, maka efeknya jelas lebih mengkhawatirkan.
Namun, Gubernur ECB Mario Draghi menilai, terlalu dini melihat dampak dari peningkatan ketegangan di bidang perdagangan saat ini, termasuk dengan aneka kemungkinan yang diambil bank-bank sentral dengan kebijakan suku bunganya. Di sisi lain, Draghi menilai, saat ini tidak ada alasan untuk bersikap optimistis dengan perekonomian global.
Sejumlah korporasi telah menyatakan kekhawatirannya dengan peningkatan eskalasi ketegangan antara AS dan sejumlah mitra perdagangannya, khususnya antara AS dan China. Kepercayaan diri bisnis, misalnya, kian terkikis jika eskalasi itu semakin meningkat.
Pada Kamis kemarin, Mercedes-Benz mengejutkan para investor dengan mengeluarkan peringatan bahwa tekanan perdagangan, sewaktu-waktu, dapat menekan penjualan mereka. Peringatan Mercedes-Benz itu seiring dengan merosotnya saham-saham otomotif ke level terendahnya dalam kurun waktu sembilan bulan terakhir di pasar saham Eropa.
Peringatan pihak Mercedes-Benz pun menimbulkan kekhawatiran terjadinya penurunan pendapatan di seluruh industri otomotif dan turunannya. Kondisi itu adalah akibat langsung dan tidak langsung proposal yang diajukan Presiden AS Donald Trump untuk mengenakan tarif terhadap kendaraan impor.
Trump secara terpisah berjanji untuk memberlakukan tarif hingga 200 miliar dollar AS atas barang-barang China. Kondisi itu meningkatkan konflik karena Beijing menyatakan juga bakal melakukan balasan atas barang-barang dari AS. Salah satunya adanya produk-produk SUV Mercedes-Benz yang dikirim dari Alabama ke China.
Tuduhan Beijing
Pemerintah China kemarin kembali menyatakan kecamannya terhadap Washington. Menurut Beijing, Pemerintah AS cenderung bersikap plin-plan dalam negosiasi. Beijing memperingatkan Washington bahwa kepentingan para pekerja AS dan petani pada akhirnya akan dirugikan oleh kecenderungan Washington.
Sementara itu, Uni Eropa siap untuk mengenakan tarif sebesar 25 persen atas 2,8 miliar euro (3,2 miliar dollar AS) impor AS mulai Jumat (22/6/2018) ini. Kebijakan itu adalah tindakan pembalasan yang dapat meningkat menjadi perang perdagangan penuh jika Trump melakukan ancamannya, yaitu menerapkan tarif atas produk mobil-mobil Eropa. Eropa akan mengenakan tarif impor atas produk baja dan aluminium asal AS. (AP/AFP/BEN)