Keduanya sedang kerepotan menghadapi langkah-langkah Presiden Amerika Serikat Donald Trump yang tak bisa diduga. Namun, sikap Washington juga yang menjadikan Presiden Rusia Vladimir Putin dan Presiden China Xi Jinping semakin erat serta kompak.
Hanya satu bulan setelah ditetapkan kembali sebagai Presiden Rusia, Putin melakukan kunjungan kenegaraan ke China, Jumat (8/6/2018). Kunjungan ini diikuti dengan pertemuan pemimpin China, Rusia, dan enam negara lain dari Asia pada akhir pekan lalu di China.
Kunjungan Putin kali ini bukan hanya kunjungan pertamanya ke luar negeri setelah dilantik, melainkan juga pertemuan dia dengan Xi yang ke-25 kali. Begitu sering mereka bertemu, hingga tahun lalu saja, keduanya sudah bertemu lima kali.
Kedekatan Moskwa dan Beijing didorong oleh kesamaan visi serta kondisi eksternal. Putin menganggap Xi sebagai tokoh terkuat China setelah Mao Zedong. Kepada media China, Putin mengatakan bahwa Xi adalah satu-satunya pemimpin dunia yang pernah ia undang untuk merayakan ulang tahunnya.
”Saya akan mengatakan sejujurnya, semoga dia tidak marah kepada saya: kami minum vodka dan mencicipi sosis di pengujung hari kerja,” ujar Putin yang menyebut Xi sebagai mitra menyenangkan dan sahabat yang dapat dipercaya.
Ahli masalah kebijakan luar negeri di Moskwa, Fyodor Lukyanov, menilai, kedua pemimpin memiliki hubungan yang sangat baik. Mereka mempunyai wawasan dan visi yang searah.
Hubungan dengan Barat yang memburuk pasca-pencaplokan Semenanjung Crimea oleh Rusia, serta dukungan Moskwa terhadap pasukan pemberontak di Ukrania timur, berujung pada sanksi ekonomi terhadap negara itu. Hal ini mendorong Putin semakin dekat ke China untuk memperluas kerja sama perdagangan dan investasi.
”Dalam beberapa dekade terakhir, kami telah mengembangkan kualitas hubungan yang tak ada bandingannya di dunia. Hubungan ini didasarkan pada kepentingan bersama,” kata Putin merujuk pada relasi Rusia-China.
Nilai kerja sama perdagangan China dan Rusia ialah 90 miliar dollar AS pada 2017 (bandingkan dengan China-AS yang mencapai 636 miliar dollar AS, dengan defisit pada AS sebesar 375 miliar dollar AS). Menurut rencana, Rusia dan China akan menaikkan kerja sama perdagangan menjadi 200 miliar dollar AS sampai dengan 2020.
Kontrak kerja sama ini ditandatangani pada kunjungan Putin ke Beijing. China dikabarkan mengincar kontrak infrastruktur, pembangunan jaringan rel kereta api, serta proyek lain dalam kerangka Prakarsa Sabuk dan Jalan.
Pudar
Harapan Rusia untuk memperbaiki hubungan dengan AS di masa pemerintahan Trump kini pudar menyusul penyelidikan hukum terkait kemungkinan Kremlin ikut memengaruhi pemilihan presiden AS. Di sisi lain, hubungan Beijing dengan Washington juga memburuk menyusul perang tarif dan saling ancam terkait keamanan di Laut China Selatan.
Isyarat jelas diberikan oleh Menteri Pertahanan China yang baru dilantik, Jenderal Wei Fenghe. Ia menyatakan memilih Rusia sebagai negara tempat kunjungan luar negeri pertamanya.
”Sederhananya, semua kebijakan AS yang ditujukan untuk mengecilkan China dan Rusia akan membuat kerja sama dua negara tersebut semakin kuat,” kata Li Xin, Direktur Shanghai Institute, kepada Associated Press.
Rusia dan China juga telah melakukan latihan militer bersama, termasuk latihan di Laut China Selatan, dan pada April lalu latihan bersama di Laut Baltik. China dan Rusia juga pernah melakukan latihan pertahanan rudal yang ditujukan untuk merespons ancaman serangan rudal dari negara-negara lain.
Pada akhir Mei lalu , AS secara sepihak membatalkan latihan militer bersama China (RimPac) karena Beijing dianggap membangun kekuatan militer di pulau-pulau di Laut China Selatan yang menjadi obyek sengketa sejumlah negara. Langkah AS itu membuat China berang dan semakin menguatkan ambisi Beijing untuk hadir secara dominan di Laut China Selatan.
Adapun Moskwa melihat Asia Tengah sebagai wilayah yang berada dalam pengaruhnya. Akan tetapi, Rusia tidak melihat ekspansi ekonomi China di kawasan itu sebagai ancaman.
Negara-negara di wilayah Asia Tengah juga mendukung kehadiran keduanya. Untuk pembangunan ekonomi, mereka menoleh ke China, sedangkan untuk kerja sama keamanan, mereka menoleh ke Rusia. (AP/MYR)