Ratusan mesin jahit pabrik garmen di kota Dandong, China, dibiarkan berdebu karena tak digunakan selama berbulan-bulan. Hal ini terjadi gara-gara sanksi Dewan Keamanan PBB terhadap Korea Utara yang menyatakan bahwa semua warga Korut yang bekerja di luar negeri harus ditarik pulang. Kondisi itu juga menimpa perempuan-perempuan Korut yang bekerja di pabrik garmen Dandong.
Namun, kini, seiring membaiknya situasi di Semenanjung Korea, mesin jahit-mesin jahit itu hidup kembali. Para pekerja Korut kembali sibuk dengan kegiatan memotong kain, mengayuh pedal mesin jahit, dan menyelesaikan seluruh produksi garmen China.
Secara resmi memang China, teman lama Korut, tidak akan mencabut sanksi DK PBB. Namun, Presiden China Xi Jinping bersedia memberi sedikit kesempatan dan ruang bernapas bagi usaha dan perdagangan di daerah perbatasan Korut dan China. Baik pekerja maupun pengusaha berharap pertemuan tingkat tinggi Presiden Amerika Serikat Donald Trump dan Pemimpin Korut Kim Jong Un akan bisa mencabut semua sanksi.
Selain usaha garmen, turis-turis dari China juga kembali berdatangan ke kota yang berpenduduk 2,4 juta jiwa dan terletak di kawasan Sungai Yalu yang menjadi pemisah China dan Korut itu. Perekonomian kota ini bergantung pada perdagangan dengan Korut. Karena kota itu kembali ramai, harga rumah pun mulai naik.
”Banyak pembeli pengusaha dari China yang mau berdagang dengan Korut,” kata penjual apartemen Yalu, Yue Yue.
Suasana di pinggir jalan di dekat perbatasan juga ramai lagi dengan para pekerja yang menunggu bus untuk pulang. Ingin melihat orang Korut secara langsung, Liu dari China datang ke Dandong. ”Kami hanya ingin tahu sekarang Korut sudah menjadi seperti apa,” ujarnya.
Banyak pendatang berarti banyak pula restoran. Setelah beberapa saat menghilang, kini restoran Korut kembali bermunculan. Bahkan, kini restoran menawarkan daya tarik seperti pertunjukan tari para penari asal Korut yang mengenakan busana tradisional. Restoran-restoran mulai buka setelah Kim Jong Un berkunjung ke China naik kereta untuk bertemu Xi. Untuk menjaga keaslian, restoran itu juga hanya menyajikan menu dan bahan makanan khas dari Korut.
Pukulan hebat
Akibat sanksi PBB yang menyatakan perusahaan Korut harus ditutup, perdagangan bilateral di perbatasan itu turun hingga 59 persen selama empat bulan terakhir. Setidaknya ada 400-500 tempat usaha yang tutup. Ada yang berusaha bertahan, tetapi susah payah karena biaya tinggi. Belum lagi masalah pengiriman produk yang semakin rumit. Sanksi dinilai pengusaha sangat memukul usaha Korut dan China.
Manajer salah satu pabrik garmen di Dandong, Tian, lega karena ekonomi kembali bergairah. Namun, yang sulit awalnya adalah mengumpulkan kembali para pekerja pabrik. Ia mengatakan, tidak semua pekerja adalah warga Korut, tetapi pekerja yang dipinjam dari pabrik lain yang sudah bekerja sebelum penerapan sanksi.
Tian menyangkal bahwa mereka adalah pekerja tetap di pabrik. ”Mereka datang dari mana-mana hanya supaya mesin kami bekerja dan menghasilkan,” ujarnya. (AFP/LUK)