Tentang China, I Wibowo (alm) mengatakan, negara itu mempunyai satu impian besar tentang kejayaan. Kejayaan yang digambarkan adalah China akan mengulang kembali era keemasan dinasti-dinasti kuno. Mereka, tutur pakar China dari Universitas Indonesia dan dosen Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara itu, berharap satu saat China akan kembali seperti era Dinasti Han dengan jalur sutranya atau era Dinasti Yuan di bawah Kaisar Kubilai Khan.
Namun, China, menurut Wibowo, tidak berpikir tentang penaklukan seperti di masa lampau. China berpikir bagaimana menjadi kaya, unggul, mengubah diri dari masyarakat miskin menjadi salah satu kekuatan ekonomi besar dan—bahkan—terkuat di dunia. Mimpi itu tidak hanya tertanam pada generasi muda terpelajar, tetapi juga merasuk pada para petani tua di desa. ”Para petani meyakini, China akan mampu menyalip Inggris dan menyamai Amerika,” kata Wibowo kala itu.
Kajian Wibowo tentang China dituliskan dalam sejumlah buku, salah satunya Belajar dari China. Buku ini diterbitkan pertama kali oleh Penerbit Buku Kompas pada 2004.
Para petani meyakini, China akan mampu menyalip Inggris dan menyamai Amerika.
Fakta hari ini, China telah mengungguli Inggris, bahkan sedang berada dalam jalur yang tepat untuk menyamai AS. Mantan Perdana Menteri Singapura Lee Kwan Yew dalam wawancara dengan Graham Allison, pakar politik AS dan profesor pada John F Kennedy School of Government Universitas Harvard—dibukukan dalam buku berjudul Lee Kwan Yew–mengatakan, China adalah negara dengan perkembangan tercepat dan tumbuh dengan laju yang sebelumnya tidak terbayangkan.
Setiap jejak langkah kaki AS mereka ikuti dengan pencapaian gemilang. China, menurut Lee, akan berbagi abad ini dengan AS. ”Adalah tujuan China untuk menjadi kekuatan terbesar di dunia,” kata Lee kepada Allison. Buku itu diterbitkan pertama kali pada 2012. Setelah dialihbahasakan, buku itu diterbitkan PT Elex Media Komputindo pada 2017.
Apa yang menjadi pernyataan Lee saat itu adalah apa yang kita lihat sekarang tentang China. Bahkan, selain berubah menjadi salah satu ekonomi terkuat di dunia, China berubah menjadi sosok yang mumpuni secara militer. Mereka memiliki rudal balistik dan penghancur kapal induk. Beijing juga berhasil memproduksi dan mengoperasikan pesawat tempur generasi kelima yang memiliki kemampuan siluman. Terakhir, Beijing mengambil langkah maju memulai eksplorasi sisi gelap Bulan.
Beijing juga berhasil memproduksi dan mengoperasikan pesawat tempur generasi kelima yang memiliki kemampuan siluman.
China tidak hanya bangkit. China, sebagaimana disebut Wibowo, telah melesat ke udara. Dari sosok yang terpuruk pada era Perang Dunia II, China berkembang menjadi salah satu kekuatan utama dunia.
Mereka mampu mengapitalisasi besarnya jumlah penduduk serta pemuda-pemuda terpelajar dan terampil untuk menghasilkan beragam produk, mulai dari yang remeh-temeh hingga produk berteknologi tinggi. Produk-produk mereka tersebar dan membanjiri pasar di berbagai penjuru dunia, termasuk AS.
Neraca perdagangan kedua negara—setidaknya dalam dua dekade terakhir—selalu ditandai dengan surplus pada pihak China. Saat ini, setelah Presiden Donald Trump mengumumkan penerapan tarif impor, khususnya baja dan aluminium, AS mendatangi China dan berharap Beijing memangkas defisit perdagangan sebesar 200 miliar dollar AS hingga tahun 2020.
Sejak awal, China sebenarnya tidak berniat untuk masuk ke situasi perang dagang. Apalagi—sebagaimana disebut oleh UN DESA, Departemen Urusan Ekonomi dan Sosial PBB—perang dagang tidak akan menghasilkan pemenang. Eskalasi dari situasi perang dagang berpotensi menggerus pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) global hingga 1,8 persen.
Kini, publik melihat, impian China—sebagaimana disebut oleh Wibowo—telah menunjukkan wujudnya. Pemerintah China memiliki fokus yang jelas. Sekitar 1,3 miliar penduduknya juga memiliki fokus yang jelas ke mana mereka akan mengarah dan bagaimana mereka ingin menjadi.
Seperti disebutkan Lee, China hendak menjadi kekuatan nomor satu di Asia, menggantikan dominasi AS di kawasan. Dan saat ini, misi itu tercapai.