NAYPYIDAW, JUMAT — Mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsuddin bertemu Penasihat Negara Myanmar Aung San Suu Kyi di Naypyidaw, Jumat (25/5/2018). Bersama sejumlah tokoh agama dunia, Din Syamsuddin diterima Suu Kyi di kantornya. Keduanya terlibat dialog terbuka dan akrab.
Pada kesempatan itu, Din yang adalah Utusan Khusus Presiden RI untuk Dialog dan Kerja Sama Antaragama dan Peradaban (UKP-DKAAP) menyampaikan, perkembangan di Myanmar, terutama di Provinsi Rakhine, menimbulkan keprihatinan kawasan Asia Tenggara, bahkan dunia. Maka, masalah yang muncul perlu diatasi secara tepat.
Menurut Din, yang juga President of Asian Conference on Religions for Peace (ACRP), tiada lain jalan lain kecuali mengembangkan koeksistensi damai dan pengakuan kewarganegaraan bersama bagi seluruh rakyat. Din, yang juga Ketua Dewan Pertimbangan MUI, meminta ada pengakuan dan pemberian hak kewarganegaraan bagi etnik Rohingya yang beragama Islam.
Masalah di Provinsi Rakhine dan wilayah-wilayah lain di Myanmar akan diselesaikan dengan semangat perdamaian dan rekonsiliasi.
Suu Kyi memberi tanggapan dengan menyatakan bahwa Myanmar mengamalkan demokrasi sehingga sangat menghargai hak asasi manusia dan nilai-nilai demokrasi. Masalah di Provinsi Rakhine dan wilayah-wilayah lain di Myanmar akan diselesaikan dengan semangat perdamaian dan rekonsiliasi.
Sejumlah tokoh agama dunia yang juga hadir dalam pertemuan antara lain Supreme Patriach Sri Lanka, Supreme Patriach Kamboja, President of Risho Kosakai dari Jepang Rev. Niwano. Ketiganya adalah tokoh umat Buddha dunia. Ada pula tokoh Kristen Eropa Bishop Gunnar Stalsett serta tokoh umat Hindu dari India, Madame Vinu Aram.
Para tokoh menyampaikan Surat Para Tokoh Agama Dunia untuk bangsa Myanmar. Surat yang dihasilkan dari Konsultasi Tingkat Tinggi selama dua hari sebelumnya di Yangon ini mengandung pesan dan ajakan kepada pemerintah dan rakyat Myanmar untuk menyelesaikan konflik bernuansa agama dan etnis dengan semangat kemanusiaan, perdamaian, serta rekonsiliasi.
Suu Kyi menerima dengan senang hati surat tersebut, termasuk usulan delegasi mengenai rencana penyelenggaraan Konferensi Internasional tentang Myanmar pada Oktober 2018. Konferensi diharapkan menjadi tonggak penyelesaian masalah Myanmar secara berkeadilan. (*)