Sejak zaman kejayaan imperium Inggris, kota ini telah menjadi andalan sebagai pusat pembuatan kapal. Namun, kini, wajah Glasgow berubah total. Ibu kota Skotlandia ini menjadi pusat industri satelit di Eropa.
Glasgow yang berpenduduk sekitar 1,2 juta orang membangun lebih banyak satelit luar angkasa dibandingkan dengan kota-kota lain di luar Amerika Serikat. ”Glasgow selama ini dikenal sebagi pusat pembuatan kapal dan kini kami membuat pesawat luar angkasa,” kata Peter Anderson, ketua pengembangan bisnis di Clyde Space, perusahaan pembuat satelit.
Letak Clyde Space hanya beberapa meter dari Finnieston Crane, derek peninggalan masa lalu yang digunakan untuk mengangkat tank dan gerbong kereta uap ke atas kapal. Clyde Space merupakan penyedia CubeSat, satelit kecil yang bisa digunakan untuk memprediksi cuaca sampai GPS. Clyde Space meluncurkan satelit Skotlandia pertama pada 2014 dan dalam waktu dua tahun memproduksi enam satelit setiap bulannya,
Keinginan Inggris untuk secepatnya membangun industri luar angkasa semakin besar menyusul rencana Brexit pada 2019. Inggris khawatir setelah Brexit tidak bisa lagi melakukan penawaran kontrak terhadap GPS Galileo yang bernilai 9 miliar euro. Inggris menginginkan akses total terhadap Galileo mengingat Inggris berperan dalam pengembangan sistem Galileo yang diperkirakan akan beroperasi penuh pada 2026.
Namun, Uni Eropa sudah memutuskan akan memindahkan pangkalan satelit dari Inggris ke Spanyol demi alasan ”keamanan”. Terkait hal itu, PM Inggris Theresa May membentuk gugus tugas yang terdiri atas para ahli luar angkasa. Mereka bertugas membangun Sistem Satelit Navigasi Global Inggris yang bisa memandu rudal Inggris.
Landasan luncur
Saat ini, muncul harapan tinggi bahwa Skotlandia akan segera memiliki landasan peluncuran sendiri. Para anggota parlemen berkumpul April lalu di Uist Utara, sebuah pulau di Skotlandia, untuk membicarakan proposal pembangunan situs peluncuran vertikal.
”Kita berharap dalam waktu dekat ada landasan luncur vertikal di utara Skotlandia. Namun, yang sesegera mungkin adalah landasan luncur horizontal di dekat Prestwick,” ujar Matjaz Vidmar, peneliti di Royal Observatory Edinburgh.
Namun, relasi Inggris-Skotlandia diwarnai cinta dan benci. Setelah melakukan referendum kemerdekaan pada 2014 (hasilnya, mayoritas warga menginginkan tetap bersama Inggris), kini Skotlandia menginginkan referendum kedua karena ingin tetap berada di dalam Uni Eropa setelah Brexit.
Kepada ITV, Menteri Pertama Skotlandia Nicola Sturgeon mengatakan, partainya (Partai Nasional Skotlandia) tidak akan menghalangi voting terhadap setiap kesepakatan Brexit. Namun, ia mempertimbangkan kemungkinan warga memilih berbeda dari apa yang mereka pilih pada referendum 2014.
”Begitu hubungan antara Inggris dan Uni Eropa setelah Brexit menjadi jelas, saya kembali akan mempertimbangkan referendum kemerdekaan,” tutur Sturgeon.
Pernyataan Sturgeon direspons dingin oleh Downing Street. ”Saat ini bukanlah waktu yang tepat untuk referendum kemerdekaan. Tidak ada yang berminat mengenai hal tersebut,” kata Theresa May.