SEOUL, RABU Jika Amerika Serikat tidak menunjukkan kesungguhan mewujudkan perdamaian, Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un akan membatalkan pertemuannya dengan Presiden Amerika Serikat Donald Trump. Kim Jong Un tidak mau hanya pihaknya yang harus menghentikan program pengembangan senjata nuklir. Ancaman ini muncul setelah Korut membatalkan pertemuannya dengan Korea Selatan. Pembatalan pertemuan dengan Korsel itu untuk memprotes latihan militer rutin Korsel dan AS.
Kantor berita Korut, KCNA, Rabu (16/5/2018), yang mengutip Wakil Menteri Pertama Luar Negeri Korut Kim Kye Gwan, menjelaskan, Korut akan mengundurkan diri dari pertemuan dengan AS jika AS hendak memojokkan dan memaksa Korut meninggalkan program nuklir secara unilateral. Kim Kye Gwan secara spesifik mengkritik Penasihat Keamanan Nasional AS John Bolton yang meminta pihak Korut segera menyerahkan simpanan nuklir mereka.
Sebelumnya, Korut pernah ribut dengan Bolton pada era pemerintahan George W Bush. Bolton bahkan disebut ”sampah manusia” dan ”pengisap darah”. Bagi Korut, Bolton tidak bisa dipercaya. ”Tidak bisa ditutupi, kami memang membenci Bolton,” kata Kim Kye Gwan.
Bolton yang dikenal termasuk pejabat garis keras itu ada di balik kegagalan AS-Korut meraih kesepakatan nuklir pada 2002. Empat tahun kemudian Korut melakukan pengujian nuklir untuk pertama kalinya. Bolton juga menyarankan serangan militer pada Korut sebagai bentuk antisipasi, Agustus lalu.
Optimisme pada masa depan keamanan di Semenanjung Korea dikhawatirkan mengarah ke pesimisme karena perubahan sikap Korut yang mendadak. Dari pernyataan Kim Kye Gwan tampak Korut tidak akan pernah mau menghentikan program pengembangan nuklirnya sebagai barter perdagangan dengan AS.
”Syarat perlucutan nuklir Semenanjung Korea sudah jelas. AS harus menghentikan sikap memeras, bermusuhan, dan ancaman nuklir,” kata Kim Kye Gwan.
Optimistis lanjut
Persyaratan inilah yang selama ini tidak muncul dari Korut, khususnya sebelum dan setelah pertemuan bilateral Korut dengan Korsel. Bahkan, ketika berencana bertemu dengan AS pun, syarat dari Korut ini tidak muncul. Namun, sudah diketahui selama ini Korut selalu meminta AS supaya menarik 28.500 tentara AS dari Korsel jika Washington mau Pyonyang menghentikan program nuklirnya. Korut juga mendesak AS untuk tidak lagi melindungi Korsel dengan nuklir.
AS sudah mendapat kabar ”ancaman” Korut itu dari Korsel, tetapi belum mendapat pemberitahuan resmi dari Korut. Oleh karena itu, AS akan tetap melanjutkan persiapan terkait pertemuan Trump dan Kim Jong Un, 12 Juni mendatang, di Singapura. China meminta Korut dan AS melanjutkan pertemuan itu. China juga meminta AS dan Korsel menghentikan latihan militer rutin mereka sebagai bukti niat baik dan tidak memicu provokasi lanjutan.
Joshua Pollack dari Institut Studi Internasional Middlebury di California, AS, menduga, Korut terganggu dengan AS yang belum akan mencabut sanksi terhadap Korut meski Korut berjanji melucuti nuklir. ”Korut ingin AS berubah sikap, tetapi sampai sekarang belum ada,” ujarnya.
Pakar Korut dari Institut Studi Timur Jauh di Seoul, Korsel, Kim Dong-yub, menilai, reaksi Korut itu sebenarnya tidak bermaksud merusak rencana pertemuan, tetapi hanya seperti keluhan pada sikap Tr ump yang tidak jelas karena pernyataan-pernyataan dari Menlu AS Mike Pompeo dan Bolton yang berbeda-beda.