JAKARTA, KOMPAS Indonesia mengharapkan pertemuan bilateral Presiden Korea Selatan Moon Jae-in dan Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un berujung pada perdamaian definitif kedua negara. Sebagai mitra, Indonesia siap menjadi juru damai untuk memfasilitasi proses perdamaian kedua negara.
Kesiapan Indonesia menjadi juru damai itu disampaikan Presiden Joko Widodo kepada Duta Besar Korea Selatan untuk Indonesia Kim Chang-beom dan Duta Besar Korea Utara untuk Indonesia An Kwang Il dalam pertemuan di Istana Merdeka, Jakarta, Senin (30/4/2018).
”Tadi kami menawarkan, apabila diperlukan (menjadi juru damai), Indonesia siap,” kata Presiden Jokowi ketika memberi keterangan pers seusai pertemuan.
Pertemuan selama kurang lebih 45 menit itu berlangsung tertutup. Dalam kesempatan itu, Presiden Jokowi menyampaikan apresiasi atas pertemuan kedua pemimpin Korea. Pertemuan itu diharapkan berlanjut hingga ke tahap persatuan kedua negara di Semenanjung Korea itu.
Pemerintah Indonesia juga berharap persatuan dua negara Korea tidak hanya mendinginkan suasana di Semenanjung Korea, tetapi juga Asia. Langkah positif itu diharapkan juga berimbas pada menurunnya ketegangan antarnegara di dunia.
Dalam pertemuan yang juga dihadiri Menteri Luar Negeri Retno Marsudi itu, perwakilan Pemerintah Korsel dan Korut menjelaskan situasi terkini Semenanjung Korea. ”Beliau tadi menceritakan akan ada tindak lanjut pertemuan kedua pemimpin, dari pertukaran keluarga yang terpisah hingga pembangunan kantor penghubung untuk komunikasi Korsel dan Korut,” kata Presiden Jokowi.
Dubes Korea Selatan untuk Indonesia Kim Chang-beom juga menyampaikan terima kasih atas dukungan pemerintah dan masyarakat Indonesia untuk perdamaian Korea. ”Solidaritas internasional, termasuk di dalamnya Indonesia, telah membantu kami dalam upaya mendorong perdamaian di Semenanjung Korea,” kata Kim Chang-beom.
Sepi propaganda
Menyusul pertemuan Pemimpin Korut Kim Jong Un dan Presiden Korsel Moon Jae-in, tidak terdengar lagi lagu maupun pidato propaganda di sepanjang perbatasan kedua negara. Semua pengeras suara di kedua sisi perbatasan dibongkar. Langkah itu merupakan bagian dari kesepakatan pertemuan Korsel-Korut, pekan lalu.
Pembongkaran, kata Kementerian Pertahanan Korsel, Selasa kemarin dimulai Korsel lalu diikuti Korut. Selama puluhan tahun propaganda tidak pernah istirahat. Saat itu, untuk membujuk tentara Korut menyeberang ke Korsel, pihak Korsel tiap hari menyiarkan pidato, berbagai berita sebagai bentuk propaganda, serta sejumlah lagu pop dari artis-artis K-Pop.
Selain itu, pernyataan bernada kritik terhadap rezim Korut tidak pernah absen diperdengarkan. Korut membalas propaganda Korsel itu dengan materi kurang lebih sama, tetapi sambil memuji sistem sosialis Korut.
Untuk menunjukkan niat baik dan kesungguhan, segala macam propaganda sudah dihentikan sejak sebelum pertemuan bilateral Korsel-Korut. Ini adalah bentuk konkret pertama menuju rekonsiliasi setelah Presiden Korsel Moon Jae-in bertemu Pemimpin Korut Kim Jong Un.
Selain membongkar pengeras suara, Jong Un juga berjanji menutup semua lokasi uji nuklir di daerah Punggye-ri. Untuk memverifikasi janji Jong Un, Moon meminta tolong Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres.
Kantor Kepresidenan Korsel menyebutkan permintaan Moon itu harus disetujui Dewan Keamanan PBB. Meski demikian, Guterres mau bekerja sama mewujudkan perdamaian Semenanjung Korea. Ia juga berjanji akan menugaskan petinggi PBB khusus penanggung jawab pengendalian persenjataan untuk bekerja sama dengan Korsel.
Lokasi uji nuklir Punggye-ri yang sudah enam kali digunakan untuk menguji nuklir terletak di bawah Gunung Mantap. Sejumlah pengamat dan peneliti menduga lokasi itu sudah tidak dapat dipakai lagi setelah ledakan dahsyat, September lalu. Namun, menurut Jong Un ada dua terowongan besar di dalam lokasi uji itu yang kondisinya sangat baik.
Setelah bertemu Korsel, Korut juga akan bertemu AS sekitar akhir Mei atau awal Juni. Namun, sampai saat ini belum jelas lokasi pertemuan.
Presiden AS Donald Trump mengusulkan Desa Panmunjom di perbatasan Korut dan Korsel sebagai lokasi untuk pertemuan bilateral AS-Korut. ”Saya suka lokasi itu karena kita di sana, isu Korea dibahas di Korea. Bukan di negara ketiga,” ujarnya.
Namun, menurut pejabat tinggi AS, pilihan lokasi di Singapura masih menjadi pilihan utama.