PODGORICA, MINGGU - Rakyat Montenegro memberikan suaranya, Minggu (15/4/2018), dalam pemilihan umum untuk memilih pemimpin yang pro Uni Eropa atau pro Rusia. Kandidat terkuat untuk menjadi presiden adalah Milo Djukanovic (56) yang sudah malang melintang di dunia politik selama 25 tahun sejak era Republik Yugoslavia, era sebelum negara itu terpecah menjadi beberapa negara di Balkan.
Djukanovic mundur dari jabatannya sebagai perdana menteri pada 2016. Bulan lalu, ia mengumumkan, dirinya akan kembali ke gelanggang politik dan mencalonkan diri sebagai presiden.
Meskipun jabatan presiden lebih cenderung ”seremonial”, jika terpilih, Djukanovic diyakini akan memegang kekuasaan di negara kecil yang penduduknya hanya 620.000 orang itu.
Saat ini, dari tujuh kandidat yang mencalonkan diri, Djukanovic dianggap sebagai kandidat yang paling berpeluang. Para pemilih menggambarkan dia sebagai ”negarawan, pemimpin, dan presiden bagi semua warga”.
Berbagai jajak pendapat menunjukkan bahwa Djukanovic akan langsung menang pada putaran pertama. Namun, jika putaran kedua terpaksa dilakukan, pemungutan suara akan dilakukan pada 29 April.
Tuduhan mafia
Kubu oposisi menuduh Djukanovic terkait dengan organisasi mafia, yang dibantah keras oleh Djukanovic. Isu terkait kejahatan mafia membayangi pemilu di negaranya karena sudah 20 orang tewas dibunuh. ”Sebagai presiden, saya akan melakukan apa pun dalam kewenangan saya untuk memberikan otoritas sepenuhnya kepada kepolisian untuk melindungi warga dari kejahatan,” kata Djukanovic terkait isu mafia saat kampanye.
Sejauh ini, pesaing terkuat Djukanovic adalah Mladen Bojanic yang didukung oleh hampir semua partai oposisi, termasuk faksi-faksi yang pro Rusia. Kemarin, Bojanic mengatakan, dirinya akan menghentikan kekuasaan autokrat yang ingin mengubah Montenegro menjadi pemerintahan diktator.
Bojanic juga menyebut Djukanovic sebagai ”pencipta instabilitas dan kekacauan yang kita saksikan saat ini di Montenegro”. ”Saya sepakat dengan Djukanovic bahwa negara harus lebih kuat dari mafia. Persoalannya, saya tidak tahu dia berada di sisi yang mana,” kata Bojanic.
Sebaliknya, Djukanovic—yang dikenal sebagai pro Barat dan berkeinginan Montenegro menjadi anggota Uni Eropa pada 2025— menuduh kubu oposisi ingin menjadikan Montenegro sebagai ”provinsi Rusia” yang mengancam kehidupan Montenegro yang multikultur. Saat ini, ada sekitar 15 persen warga minoritas Montenegro keturunan Kroasia, Albania, dan Bosnia yang semuanya mendukung Djukanovic.
Namun, dengan situasi ekonomi yang sulit di Montenegro, di saat tingkat pengangguran mencapai 20 persen, perdebatan soal apakah Montenegro akan condong ke Rusia atau Uni Eropa tidak terlalu menarik perhatian rakyat.
Akan tetapi, bagi Djukanovic dan para kandidat lainnya, isu tersebut menjadi isu utama kampanye. Selama kampanye itu, kubu oposisi lebih condong memilih pro Rusia. (AFP/AP/MYR)