Afghanistan Ingin Membuka Lembaran Baru
”Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara. Sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat”
(QS Al Hujurat: 10)
Itulah ayat suci Al Quran yang dibacakan oleh seorang qari dengan suara indah sebelum pembukaan Konferensi Proses Kabul II di Istana Char Chinar, kompleks Istana Haram Sharai (Wisma Negara), di Kabul, Afghanistan, Rabu (28/2) pagi. Suasana sejuk dan damai terasa sejak pagi di kawasan kom-
pleks istana tersebut. Padahal, di jalan-jalan menuju kawasan istana tampak barikade beton, pos-pos keamanan, serta polisi dan tentara Afghanistan berjaga-
jaga.
Pada hari itu, menjelang berlangsungnya pertemuan, petugas kebersihan tampak membersihkan halaman depan di bawah tangga pintu masuk Istana Char Chinar yang akan dipakai sebagai ruang untuk pembukaan Konferensi Proses Kabul II. Satu per satu peserta masuk dengan wajah cerah dan senyum ramah.
Salah seorang di antaranya adalah Utusan Khusus PBB untuk Misi Bantuan PBB di Afghanistan (UNAMA) Yamamoto. Ia tampak bergegas menemui Wakil Presiden Jusuf Kalla sebelum konferensi dimulai. Wapres berada di Kabul karena dipercaya oleh Presiden Joko Widodo untuk memimpin bina damai (peace building) dan proses perdamaian (peace process) di Afghanistan.
Dalam pertemuan dengan Yamamoto, Kalla didampingi oleh Menteri Luar Negeri RI Retno LP Marsudi. Mereka bertemu sekitar setengah jam. Setelah itu, Wapres menuju Istana Char Chinar, diikuti Yamamoto.
Kalla kemudian masuk ke ruang konferensi bersama Ketua Dewan Tinggi Perdamaian (HPC) Afghanistan Kharim Kalili dan politisi senior yang juga Chief Executive Officer (CEO) Afghanistan Abdullah Abdullah. Di dalam ruangan, telah hadir 25 perwakilan negara-negara di Kabul, wakil PBB, pejabat pemerintah, dan sejumlah ulama Afghanistan.
Lembaran baru
Tak lama kemudian, Presiden Ashraf Ghani dan Ibu Negara Rula Ghani memasuki ke ruang pertemuan. Presiden Afghanistan dan istri menyalami Kalla, Kharim, Abdullah, dan semua peserta konferensi dari kursi ke kursi. Lagu kebangsaan Afghanistan, ”Milli Surood”, kemudian diperdengarkan. Semua peserta berdiri.
Selanjutnya, Menteri Luar Negeri Afghanistan Salahuddin Rabbani memberikan pidato selamat datang dan ucapan terima kasih atas perhatian peserta konferensi sejak digelarnya Konferensi Proses Kabul II pada Juni 2017. Secara khusus, Rabbani memberikan ucapan terima kasih atas peran Indonesia yang akan ikut dalam proses perdamaian di Afghanistan.
Dalam sambutannya yang disampaikan dengan bahasa Inggris, Ghani menyatakan negaranya sangat berkeinginan untuk membuka lembaran baru dalam proses perdamaian. Peran ulama dan perempuan disebutnya menopang keberhasilan misi mulia tersebut. Karena itu, Presiden Afghanistan meminta dukungan semua negara untuk ikut mewujudkan proses damai. Di tengah pidatonya, Ghani mengajak peserta konferensi berdoa dan hening untuk korban tewas selama konflik 40 tahun di negara tersebut.
Presiden Afghanistan lalu mengajak peserta menggunakan headset karena dia akan berpidato dalam bahasa Pashtun. Dalam pidatonya yang diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris, Ghani menawarkan tujuh hal kepada kelompok Taliban. Ia antara lain mengajak Taliban menjadi partai politik dan berjanji untuk membebaskan tahanan politik Taliban.
Kalla yang memberikan pidato kunci menyatakan, upaya mewujudkan proses damai di Afghanistan rumit dan tidak mudah. Namun, jika ada dukungan kuat dari rakyat Afghanistan sendiri, pemangku kepentingan, negara-negara tetangga, dan dunia internasional, menurut dia, perdamaian akan menjadi kenyataan, tidak sekadar utopia.
”Saya hadir di sini, dalam konferensi ini, menegaskan kembali komitmen Indonesia untuk berkontribusi dalam proses perdamaian dan rekonsiliasi di Afghanistan,” ungkap Kalla.
Banyak tantangan
Bagi Indonesia, menurut Wapres, pertemuan di Kabul sangat penting dalam rangka mewujudkan perdamaian di Afghanistan. Konflik berkepanjangan selama 40 tahun telah membuat siapa pun menderita. ”Merobek persatuan masyarakat dan menghambat pembangunan sosial serta ekonomi, konflik tidak pernah menguntungkan siapa pun,” tuturnya.
Kalla kemudian menceritakan tentang persatuan di Indonesia. ”Sebagai negara dengan lebih dari 700 kelompok etnis dan 340 bahasa daerah, Indonesia telah mengalami banyak tantangan dan konflik sebagai bangsa yang plural. Alhamdulillah, kami mampu mengatasi tantangan dan konflik. Kami merasa terhormat untuk berbagi pengalaman ini,” paparnya.
Kini, apakah pengalaman Indonesia bisa diwujudkan di Afghanistan? Belum ada jawaban yang memastikan hal itu. Yang jelas, Konferensi Proses Kabul II sudah dimulai. Jalan damai sedang disusuri.
Seperti disampaikan Retno, usaha dan upaya untuk mewujudkan bina damai, proses damai, dan penciptaan perdamaian di negara mana pun di dunia adalah amanat konstitusi. Indonesia saat ini sudah memulainya dan membuktikan tidak abai dengan apa yang terjadi di negara lain.