Dalam rapat kerja 134 kepala perwakilan Indonesia di luar negeri, 12 Februari lalu, di Jakarta, Presiden Joko Widodo menyebut secara khusus Pakistan sebagai salah satu negara yang bisa menjadi pasar potensial bagi investasi dan produk-produk Indonesia. Dengan 204 juta penduduk dan pertumbuhan ekonomi 6,7 persen, Pakistan termasuk negara yang, kata Presiden, ”Harus digarap serius.”
Pada 26 Januari lalu, Presiden berkunjung ke Pakistan dalam rangkaian kunjungan ke lima negara Asia Selatan. Seperti dirilis Kementerian Sekretariat Negara, kerja sama ekonomi merupakan satu dari tiga isu bilateral dalam kunjungan itu, selain hubungan antarmasyarakat dan kerja sama untuk Palestina.
Dalam pertemuan Presiden Jokowi dan PM Shahid Khaqan Abbasi, ditandatangani nota kesepahaman promosi dagang bersama. Berkat pembentukan usaha bersama penyimpanan dan pengolahan minyak kelapa sawit di Karachi, Pakistan akan menjadi sentra perdagangan kelapa sawit dan olahannya di Asia Selatan dan Tengah.
Pada kunjungan tersebut, juga ditandatangani inter government agreement yang membuka jalan bagi Indonesia untuk mengekspor gas alam cair ke Pakistan selama 10 tahun dengan opsi tambahan 5 tahun, masing-masing 1,5 juta ton per tahun. Untuk mengetahui lebih jauh potensi Pakistan bagi Indonesia, berikut wawancara Kompas dengan Duta Besar Indonesia untuk Pakistan Iwan Suyudhie Amri di Jakarta, pertengahan Februari lalu:
Sepenting apa Pakistan bagi Indonesia sampai disinggung secara khusus oleh Presiden Joko Widodo dalam rapat kerja kepala perwakilan Indonesia?
Selama ini ada anggapan kurang tepat terhadap Pakistan. Negara itu pasar potensial untuk pasar Indonesia. Nilai perdagangan Indonesia-Pakistan 2,2 miliar dollar AS. Sebagian besar minyak sawit. Pakistan salah satu tujuan ekspor minyak sawit Indonesia.
Selain minyak sawit, ada peluang lain untuk produk Indonesia?
Indonesia dan Pakistan sudah menyepakati preferential trade agreement (PTA). Beberapa produk mendapat fasilitas bea masuk rendah sesuai PTA. Selain ekspor, ada peluang investasi antara lain sektor infrastruktur. Perusahaan Indonesia bisa masuk sana. Nilai perdagangan Indonesia-Pakistan terus meningkat sejak PTA disepakati. Kadin Indonesia sudah mengirimkan delegasi untuk bertemu para pengusaha di sana dan membicarakan peluang-peluang investasi dan kerja sama ekonomi lainnya.
Apakah negara itu layak untuk tujuan investasi?
Dengan penduduk lebih dari 200 juta, perekonomian terus tumbuh, Pakistan layak dipertimbangkan. Pakistan sekarang bukan yang dulu. Sekarang sudah lebih stabil, pergantian pemerintah sesuai periode atau menggunakan perangkat demokrasi. Tidak ada pemaksaan. Pemerintahannya berkomitmen pada pertumbuhan ekonomi.
Adakah tantangan Indonesia untuk masuk ke sana?
Secara emosional, Indonesia-Pakistan sangat dekat. Sebelum masing-masing negara merdeka, sudah terjalin hubungan. Presiden Soekarno enam kali berkunjung ke Pakistan. Indonesia dipandang sahabat dekat Indonesia. Masalahnya, kedekatan emosional itu hanya terasa pada generasi tua.
Di periode 1980-an hingga 1990-an, kontak IndonesiaPakistan tidak seintensif periode sebelumnya. Indonesia sedang sibuk di kawasan, Pakistan juga. Konsolidasi di kawasan masing-masing. Setelah konsolidasi selesai, baru mulai dieratkan lagi hubungannya.
Generasi di periode itu yang belum punya hubungan sedekat generasi sebelumnya. Mereka ini pasar masa depan.
Sebesar apa potensi generasi itu?
Kelas menengah Pakistan lebih dari 40 juta orang dan sebagian orang muda. Mereka perlu disentuh. Mereka seperti anak muda di negara lain.