Loyalis NIIS Berpotensi Serang Kota-kota di Mindanao
Oleh
·3 menit baca
MANILA, SELASA — Meskipun konflik di Marawi telah selesai, kota-kota di Filipina selatan tetap berpotensi diserang oleh kelompok militan pro-Negara Islam di Irak dan Suriah. Pemimpin Front Pembebasan Islam Moro (MILF) Murad Ebrahim, Selasa (20/2), mengatakan, ia khawatir kembalinya sejumlah kombatan proNIIS asal Asia semakin memperbesar potensi serangan itu.
Sejak dikalahkan di Suriah dan Irak, mereka—di antaranya kombatan asal Indonesia dan Malaysia—telah menyusup dan masuk ke Filipina selatan. Di antara para penyusup itu terdapat kombatan asal Timur Tengah berpaspor Kanada. Mereka diduga bergabung dengan kelompok Abu Sayyaf.
Murad mengatakan, mereka melakukan sejumlah perekrutan dan berencana menyerang dua kota di Filipina. ”Berdasarkan informasi intelijen kami, para kombatan asing itu mengungsi dari Timur Tengah lalu memasuki perbatasan yang porak-poranda dan mungkin berencana untuk mengambil dua kota di selatan, Iligan dan Cotabato,” kata Murad.
Kedua kota tersebut masingmasing berjarak 38 kilometer dan 265 kilometer dari Marawi. Sebagaimana pernah diberitakan, pertengahan tahun lalu, kelompok militan yang dipimpin oleh Maute bersaudara menyerang dan mengusai kota Marawi. Tentara Filipina kemudian mengepung dan membombardir Marawi untuk membebaskan kota itu dari cengkeraman Maute. Selama lima bulan kota itu terpuruk dalam konflik dan lebih dari 1.100 orang tewas.
Para kombatan asing itu mengungsi dari Timur Tengah lalu memasuki perbatasan yang porak-poranda dan mungkin berencana untuk mengambil dua kota di selatan, Iligan dan Cotabato.
Terkait dengan potensi ancaman serangan itu, Murad mengatakan, hal itu bisa benarbenar terjadi jika Kongres Filipina gagal mengeluarkan undang-undang yang memungkinkan warga Muslim di Filipina selatan mengurus diri mereka sendiri. Sebelumnya, MILF telah terikat perjanjian damai dengan Pemerintah Filipina.
Manila menandatangani kesepakatan damai dengan MILF yang memiliki 10.000 anggota pada tahun 2014. Sebelumnya mereka memberontak untuk menuntut kemerdekaan. Pertempuran antara tentara Filipina dan MILF selama puluhan tahun tersebut telah menewaskan lebih dari 100.000 orang.
Perekrutan
Lebih lanjut Murad mengatakan, kelompok militan saat ini terus melakukan perekrutan di komunitas-komunitas Muslim di wilayah-wilayah terpencil dengan memanfaatkan penundaan pemberlakuan Undang-Undang Dasar Bangsamoro.
”Para ekstremis itu pergi ke madrasah, mengajar anak-anak muda Muslim dengan versi dan tafsir mereka sendiri tentang Al Quran. Mereka juga memasuki universitas-universitas lokal untuk memengaruhi para mahasiswa, menanamkan benih kebencian dan kekerasan,” tutur Murad.
Mereka juga memasuki universitas-universitas lokal untuk memengaruhi para mahasiswa, menanamkan benih kebencian dan kekerasan
Situasi itu tentu menjadi tantangan tersendiri bagi militer Filipina yang masih harus bertarung melawan bandit dan kelompok pemberontak komunis di Mindanao. Pihak militer Filipina juga memiliki dugaan serupa, yaitu sisa-sisa kelompok Maute tengah mencoba mengonsolidasikan diri kembali. Mereka menggunakan uang tunai dan emas yang mereka jarah dari rumah-rumah warga di Marawi untuk melakukan perekrutan.
”Kami tidak bisa secara meyakinkan memenangi perang melawan ekstremisme jika kita tidak bisa memenangi perdamaian di aula Kongres,” kata Murad. Menurut dia, kombinasi antara pemerintah yang lemah serta mudahnya kelompok militan mendapatkan dukungan dan senjata adalah ”perpaduan” yang berbahaya.