Mereka berdua tidak pernah saling mengenal. Belum pernah bertemu dan tidak pernah akan bertemu.
Adelina, nama lengkapnya Adelina Jemirah Sau (23). Ia berasal dari Desa Abu, Kecamatan Oenino, Kabupaten Timor Tengah Selatan, Nusa Tenggara Timur. Adelina adalah tenaga kerja wanita ilegal yang diberangkatkan pada 2015 saat berusia 17 tahun oleh calo. Identitas korban dipalsukan (Kompas, Kamis 15 Februari 2018). Sabtu lalu, Adelina pulang ke kampung halamannya dalam keadaan tak bernyawa. Ia meninggal setelah dirawat di Rumah Sakit Bukit Mertajam, Malaysia, akibat disiksa oleh majikannya.
Demafelis, yang bernama lengkap Joanna Daniela Demafelis (29), juga mengalami nasib setragis Adelina. Bedanya, Demafelis berasal dari Filipina. Mayat Demafelis ditemukan pada 6 Februari lalu di sebuah apartemen di Kuwait City. Konon, jenazahnya yang ditemukan disimpan di dalam lemari es ditinggalkan di tempat itu lebih darisatu tahun. Presiden Filipina Rodrigo Duterte mengatakan, ditemukan tanda-tanda penyiksaan dan ada indikasi perempuan malang itu dicekik.
Bagi Filipina, di mana sepersepuluh dari 100 juta penduduk negeri itu bekerja di luar negeri, kematian Demafelis adalah tragedi. Demikian juga bagi Indonesia yang lebih dari dua juta warganya bekerja di Malaysia.
Sebagaimana Filipina, bagi Indonesia, para pekerja migran adalah salah satu sumber devisa negara. Keringat mereka merupakan salah satu roda gigi mesin ekonomi negara selama beberapa dekade. Untuk Filipina, devisa yang dihasilkan oleh tenaga kerja mereka di luar negari mencapai 10 persen dari produk domestik bruto tahunan.
Bagi Filipina, kematian Demafelis mendorong Presiden Duterte mengambil langkah tegas. Dia melarang pengerahan pekerja baru ke Kuwait dan memerintahkan maskapai penerbangan Filipina untuk menerbangkan pekerja Filipina yang ingin pulang dari Kuwait.
Otoritas Kuwait terenyak dengan sikap Filipina dan meminta agar moratorium itu dicabut. Kepada Menteri Luar Negeri Filipina Alan Peter Cayetano, perwakilan mereka di Manila menegaskan bahwa Kuwait pun marah atas peristiwa itu dan bertekad untuk menemukan mereka yang bertanggung jawab atas kematian Demafelis.
Sikap serupa diambil otoritas Malaysia. Mereka segera memeriksa majikan Adelina dan menahannya. Sikap tegas itu tentu layak diapresiasi. Akan tetapi, di sisi lain, pemerintah di mana tenaga kerja itu berasal juga perlu berbenah.
Bermigrasi dan bekerja di luar negeri adalah hak setiap warga negara. Mereka bebas untuk memilih bagaimana mereka akan menafkahi keluarga mereka. Dalam proses itu, kewajiban negara untuk memastikan migrasi yang mereka lakukan aman.
Bagaimanapun juga negara tetap memiliki andil terutama untuk melindungi setiap warga negara mereka. Saat ini ada banyak ketentuan perundangan, kesepakatan, dan konsensus di tingkat nasional, regional, bahkan internasional tentang perlindungan tenaga kerja migran.
Sejauh mana itu diimplementasikan dan operatif sekaligus dirasakan manfaatnya oleh para pekerja disitulah letak dan tanggung jawab dari keterlibatan pemerintah dan para pemangku kepentingan yang terkait.
Adelina dan Demafelis adalah warga yang mungkin saja belum sepenuhnya memahami bagaimana rantai birokrasi dan sistem pengiriman tenaga kerja beroperasi. Kematian mereka menjadi penanda bahwa apa yang selama ini telah dilakukan untuk menjamin keamanan dan keselamatan buruh migran masih membutuhkan banyak perhatian. (AP/AFP/B Josie Susilo Hardianto)