Tanggal 11 Februari lalu, warga Iran merayakan ulang tahun ke-39 kemenangan Revolusi Islam Iran. Di Jakarta, peringatan itu digelar Kedutaan Besar Iran untuk Indonesia, Senin (12/2). Namun, berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya yang berlangsung di kediaman Duta Besar Iran di Menteng, acara kali ini digelar di hotel bintang lima di kawasan Bundaran HI.
Suasananya terasa mewah. Tempat acara berhiaskan lampu kristal di langit-langit dengan panggung selebar sekitar 10 meter berlatar belakang gambar bendera Iran dan Gunung Damavand, salah satu lambang nasional Iran. Foto Presiden Joko Widodo dan bendera Merah Putih dipajang di sudut panggung. Di sudut lain, terdapat bendera Iran serta foto Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Khomeini dan Ali Khamenei.
Di kiri-kanan panggung berdiri layar tempat menayangkan foto-foto kemajuan pembangunan di Iran dan hubungan kenegaraan antara Presiden Iran Hassan Rouhani dan Presiden Joko Widodo. Perayaan kian meriah dengan suguhan penampilan grup musik tradisional Iran, Tanbour Navazan Bisoton.
Dubes Iran Valiollah Mohammadi tersenyum saat ditanya soal pemindahan tempat peringatan dari biasanya di kediaman dubes ke hotel bintang lima. Apakah ini untuk menunjukkan bahwa Iran tak seburuk gambaran media Barat yang menyebut negara itu mengalami kesulitan ekonomi yang memicu demonstrasi sebagian warganya, akhir Desember lalu dan awal tahun ini?
”Tidak. Tidak juga. Kami sudah terbiasa dengan pemberitaan mereka. Kami sedang melakukan renovasi di kediaman duta besar,” kata Mohammadi. ”Jika kami mengadakan pesta ini di kediaman (dubes), biayanya lebih besar daripada di hotel.”
Seperti biasa dan seperti dubes-dubes Iran sebelumnya, di pengujung acara, Mohammadi memberikan keterangan pers. Salinan pidato yang dia sampaikan dan telah dialihbahasakan ke bahasa Indonesia juga didistribusikan kepada wartawan.
Dalam wawancara, Mohammadi menyampaikan keterangan dalam bahasa Persia dibantu Ali Pahlevani Rad dari Seksi Diplomasi Publik Kedubes Iran yang fasih berbahasa Indonesia. ”Yang terjadi di Iran, sekelompok negara-negara asing ingin menyalahgunakan demonstrasi damai dan membelokkannya ke arah krisis dan ke arah pemberontakan,” kata Mohammadi merujuk gejolak demonstrasi di Iran, awal Januari lalu.
Dilaporkan sedikitnya 25 orang tewas dan hampir 5.000 orang ditangkap dalam peristiwa tersebut. Diberitakan juga, dalam unjuk rasa itu muncul teriakan yel-yel menuntut Presiden Rouhani dan bahkan Pemimpin Tertinggi Ali Khamenei mundur. Sesuatu yang dulu dianggap tabu dalam politik di Iran pasca-Revolusi 1979 kini tidak lagi dianggap tabu lagi.
Menurut Mohammadi, di negara demokrasi adanya perbedaan pendapat merupakan hal yang wajar. Ia tidak menampik ada ”persoalan ekonomi” dan ”persoalan administrasi” saat diklarifikasi soal laporan tentang keterpurukan ekonomi dan korupsi, seperti diberitakan media Barat.
”Tuntutan kaum muda jelas. Mereka menuntut reformasi di bidang ekonomi. Itu tuntutan yang wajar,” lanjut Mohammadi. ”Presiden Rouhani mengatakan, tuntutan mereka harus didengar dan akan didengar pemerintah.”
Dalam usia yang ke-39, menurut Mohammadi, Revolusi Iran ”telah tumbuh menjadi pohon yang kokoh dan subur dalam menghadapi badai yang kuat dan kesulitan berturut-turut selama empat dekade”. Melalui peringatan ini, Iran ingin mengenang sukses gerakan revolusi menumbangkan Shah Iran yang didukung AS pada tahun 1979. (MH SAMSUL HADI)