HUALIEN, RABU — Sedikitnya 6 orang tewas dan 88 orang lainnya dinyatakan hilang setelah gempa bermagnitudo 6,4 mengguncang pesisir timur Taiwan, Selasa tengah malam. Tim penyelamat, Rabu (7/2), terus menyisir dan berupaya mencari korban di antara puing-puing empat bangunan bertingkat yang roboh.
Di antara korban luka terdapat sejumlah warga asing dari China, Ceko, Jepang, Singapura, dan Korea Selatan. Pihak berwenang di Hualien mengatakan, banyak korban diyakini masih terjebak di bawah reruntuhan bangunan-bangunan itu. ”Ini adalah gempa terburuk dalam sejarah Hualien atau setidaknya selama 40 tahun terakhir,” kata Yang His Hua, seorang relawan yang turut membantu proses pencarian.
Hualien dihuni sekitar 100.000 orang. Selain menyebabkan beberapa bangunan bertingkat rusak parah, gempa itu juga menyebabkan pasokan air bersih untuk 40.000 rumah terhenti. Hingga siang hari, proses perbaikan hanya mampu mengalirkan air untuk 5.000 rumah.
Presiden Taiwan Tsai Ing-wen berkunjung ke Hualien untuk mendukung operasi penyelamatan. Kantor Kepresidenan Taiwan mengatakan, Presiden Tsai Ing-wen telah meminta para menteri terkait untuk segera mengaktifkan tanggap bencana dan bergerak cepat membantu korban.
Presiden Tsai Ing-wen meyakinkan publik Taiwan bahwa setiap usaha akan dilakukan untuk mencari korban selamat. ”Ini saatnya orang-orang Taiwan menunjukkan ketenangan, ketahanan, dan cinta mereka,” tulis Tsai Ing-wen dalam akun Facebook miliknya.
Untuk mengantisipasi bahaya yang ditimbulkan oleh gempa susulan yang terus berlanjut, pemerintah menempatkan penduduk ke sejumlah penampungan, salah satunya stadion bisbol yang baru saja rampung dibangun. Pemerintah juga telah menyediakan tempat tidur dan makanan.
Kantor berita resmi China Xinhua melaporkan, Direktur Kantor Urusan Taiwan Zhang Zhijun mengatakan, Beijing siap mengirim tim penyelamat ke Taiwan untuk membantu.
Kendala mitigasi
Di tengah upaya tanggap darurat, sejumlah pihak memberi perhatian pada buruknya konstruksi sejumlah bangunan. Umumnya bangunan yang roboh merupakan bangunan tua yang dibangun sebelum Taiwan menetapkan ketentuan tentang standar konstruksi. Ketentuan itu dibuat pascagempa tahun 1999 yang menewaskan 2.400 orang.
Ketentuan itu menetapkan persyaratan yang sangat ketat terutama dalam pembuatan struktur tahan gempa, termasuk peningkatan jumlah dan ketahanan batang penguat.
Namun, penegakan hukum atas ketentuan itu belum optimal. Mantan Kepala Asosiasi Teknik Sipil TainanCheng Ming-chang mengatakan, penghalang terbesar upaya pencegahan gempa adalah pendanaan, terutama untuk memperkuat bangunan tua.
”Orang-orang yang tinggal di bangunan tua cenderung kurang mampu. Meskipun menyadari masalah keselamatan, mereka merasa tidak ada yang benar-benar dapat mereka lakukan dan juga cenderung mengabaikannya atau mereka memilih untuk pindah ke tempat baru,” kata Cheng Ming-chang.
Dua tahun lalu, gempa dengan kekuatan setara menghantam Tainan di Taiwan barat. Gempa itu menyebabkan satu blok apartemen ambruk dan menewaskan 117 orang. Dalam proses penyelidikan saat itu, bangunan tersebut dibangun dengan cara yang tidak memadai. Kaleng timah dan busa digunakan kontraktor menjadi isian struktur beton.
Terkait penyelidikan itu, lima orang dinyatakan bersalah dan dijatuhi hukuman lima tahun penjara. (AP/AFP/Reuters/JOS)