Ingin menjadi populer dengan banyak pengikut (follower) di media sosial? Gampang. Tinggal beli saja pengikut melalui jasa perusahaan penjual pengikut palsu, seperti Devumi. Perusahaan itu telah berhasil menjual lebih dari 200 juta pengikut palsu untuk para selebritas, pengusaha, politikus, atlet, dan sejumlah tokoh berpengaruh. Temuan ini dipublikasikan harian The New York Times melalui situsnya, Sabtu lalu, dan kemudian pada edisi cetak, Kamis (1/2).
Namun, saat ini barangkali jual beli pengikut palsu menjadi lebih sulit, terutama setelah laporan Times. Setidaknya lebih dari 1 juta pengikut atau akun palsu yang dioperasikan secara otomatis oleh program komputer tiba-tiba hilang dari puluhan akun Twitter. Mereka yang kehilangan pengikut palsu antara lain Lady Gaga dan Clay Aiken.
Menghilangnya akun-akun palsu itu mungkin terkait dengan Jaksa Agung New York Eric T Schneiderman yang menyelidiki Devumi dan perusahaan serupa. Beberapa dari perusahaan itu bahkan mencuri informasi pribadi pemilik akun asli. ”Penipuan dan peniruan identitas seperti itu ilegal di New York. Devumi akan diselidiki beserta penjualan bot atau program komputer otomatis yang menjalankan akun palsu dengan identitas curian,” kata Schneiderman pada akun Twitter-nya.
Times juga menemukan bukti, sedikitnya 55.000 akun palsu di Twitter memakai nama, foto, alamat tempat tinggal, dan informasi pribadi lain dari akun pengguna asli. Akun ”kopian” itulah yang dijual Devumi atau perusahaan pesaing. Devumi mengaku berkantor di New York City, tetapi kenyataannya perusahaan milik German Calas itu bermarkas di Florida, AS.
Mudah dieksploitasi
Penelusuran Times terhadap Devumi berfokus pada Twitter. Jaringan Twitter paling mudah dieksploitasi karena kebijakan identifikasi yang lemah. Harga pengikut palsu di Twitter juga paling murah di pasar gelap. Devumi menetapkan harga 17 dollar AS untuk 1.000 pengikut Twitter dan itu sudah harga paling mahal dibandingkan perusahaan lain. Pelanggan Youtube dihargai paling mahal.
Akun palsu ini menggelisahkan karena disalahgunakan untuk penipuan, memengaruhi perdebatan politik secara daring, dan menarik konsumen. Times menyebutkan, Twitter dan Facebook tahu ada usaha seperti itu, tetapi diam saja. Banyak dari akun palsu dibiarkan aktif bertahun-tahun.
Alasannya, kata Mathew Ingram di Columbia Journalism Review, adalah uang. Selain itu, jumlah akun yang besar juga mendongkrak jumlah basis pengguna dan volume aktivitas jaringan di platform. Ini akan membuat nilai perusahaan itu semakin naik di mata investor.
Gilad Lotan, kini kepala sains data di BuzzFeed, pernah menulis tentang pengikut palsu Twitter pada 2014. Untuk kepentingan penulisan, ia membeli 4.000 pengikut dengan harga 5 dollar AS per pengikut. ”Menaikkan status di media sosial dengan cara membeli pengikut ini sudah biasa,” ujarnya.
Bagi selebritas, status virtual menjadi sumber pemasukan nyata. Bagi orang yang berpengaruh (influencer), lebih banyak pengikut bisa bikin lebih kaya. Captiv8, perusahaan penghubung influencer dengan produk, menyebutkan, satu influencer dengan 100.000 pengikut bisa meraup rata-rata 2.000 dollar AS untuk promosi di Twitter. (LUKI AULIA)