WASHINGTON, RABU Gedung Putih terlibat perseteruan dengan Biro Investigasi Federal (FBI) setelah Komite Intelijen DPR Amerika Serikat menyatakan akan merilis memo tentang dugaan penyalahgunaan kewenangan lembaga penegak hukum tersebut. Presiden Donald Trump dikabarkan sudah menyetujui segera dirilisnya memo itu.
Secara terbuka, FBI menyatakan sangat prihatin dengan akurasi memo karena sudah diedit oleh Komite Intelijen DPR. Informasi yang bocor menyebutkan, memo empat halaman ini antara lain menyatakan, ada perintah untuk memata-matai seorang anggota staf kampanye Trump dalam kampanye pilpres 2016. Dengan adanya perintah tersebut, FBI dianggap telah menyalahgunakan kekuasaannya.
Gedung Putih melalui kepala stafnya, John Kelly, mengatakan, dokumen akan dipublikasikan secepatnya setelah pengacara Gedung Putih menyetujuinya. ”Dokumen akan dirilis dalam waktu dekat. Saya kira seluruh dunia bisa melihatnya,” ujar Kelly dalam wawancara dengan Radio Fox, Rabu.
”Presiden ingin semua terungkap sehingga rakyat bisa berpikir sendiri. Kalau ada orang-orang yang bertanggung jawab, mereka harus segera bertanggung jawab,” lanjut Kelly.
Seorang pejabat pemerintahan lain mengatakan, memo kemungkinan akan dirilis pada Kamis atau Jumat WIB.
Silang pendapat antara FBI, Gedung Putih, dan Komite Intelijen DPR ini terkait dengan penyelidikan kasus dugaan persekongkolan tim kampanye Trump dengan Rusia dalam kampanye pilpres. Setelah FBI melakukan penyidikan beberapa bulan, kisruh terjadi pada Mei tahun lalu saat Trump memecat Direktur FBI James Comey.
Pihak Comey yakin pemecatan dilakukan karena ia tak mau menghentikan penyelidikan sebagaimana dikehendaki Trump.
Setelah memecat Comey, Trump mengangkat direktur baru, Christopher Wray, yang kini berseberangan dengan Gedung Putih dalam isu memo Komite Intelijen. Pemecatan Comey pada tahun lalu diikuti oleh langkah Departemen Kehakiman, yang dipimpin Jaksa Agung Jeff Sessions, dengan menunjuk Robert Mueller sebagai ketua penyidik khusus dugaan campur tangan Rusia dalam pilpres.
Mueller dan timnya sudah meminta keterangan saksi-saksi. Mereka juga telah menetapkan sejumlah tersangka, antara lain petinggi tim kampanye. Trump pun menyatakan siap memberi kesaksian di bawah sumpah.
Komite Republiken
Memo yang berkualifikasi sangat rahasia ini ditulis oleh Devin Nunes, Ketua Komite Intelijen DPR. Nunes yang berasal dari Partai Republik mengatakan tak terkejut dengan reaksi Kementerian Kehakiman dan FBI.
Dokumen memo sudah dikirim ke Gedung Putih, Senin lalu, setelah komite melakukan voting. Publikasi memo menunggu persetujuan Presiden.
Juru Bicara Gedung Putih Sarah Sanders, Rabu, mengatakan, Trump belum membaca dokumen itu. Namun, setelah menyampaikan pidato kenegaraan, Presiden mengatakan kemungkinan akan merilis dokumen itu.
Departemen Kehakiman dan FBI aktif melakukan lobi menentang publikasi dokumen karena dinilai berpotensi menodai investigasi yang sedang berlangsung.
Kubu Demokrat mengatakan, memo dibuat berdasarkan informasi terbatas yang tidak mencerminkan keseluruhan dokumen rahasia. Bahkan, tokoh Demokrat, Adam Schiff, yang juga anggota komite, mengatakan, perubahan substantif dilakukan oleh Nunes tanpa pengetahuan dan persetujuan anggota komite. Schiff lebih jauh berspekulasi adanya rencana memecat Robert Mueller lewat memo ini.
Demokrat mempertanyakan kemungkinan Trump bekerja sama dengan Nunes untuk membuat memo tersebut. ”Pengumuman FBI hari ini bahwa sangat khawatir dengan memo Nunes merupakan alasan terbaru untuk tidak merilis memo,” kata senator Demokrat, Dianne Feinstein, yang juga duduk dalam Komite Intelijen.
Wakil mundur
Dalam kasus dugaan persekongkolan dengan Rusia, selain James Comey dipecat, Senin lalu, Wakil Direktur FBI Andrew McCabe juga mengundurkan diri. McCabe, yang pernah bekerja bersama Comey dalam penyidikan kasus surel Hillary Clinton dan Trump, mundur lebih cepat dari rencana pensiunnya pada Maret.
Selama beberapa bulan belakangan, Trump memang banyak melontarkan kritik terhadap McCabe. Dalam pesan-pesan singkat yang bocor, kedua penyidik menunjukkan perasaan kuat bahwa mereka anti-Trump.