Markas Tentara Diserang
KABUL, SENIN Milisi semakin merajalela lewat teror di Afghanistan. Setelah tiga serangan pada pekan lalu, kota Kabul kembali diguncang penyerbuan oleh kelompok militan, Senin (29/1) subuh.
Para penyerang menggunakan pelontar roket, dua senapan serbu, dan rompi bom. Mereka mencoba menyerbu sekolah pimpinan (sespim) militer di universitas tersebut. Dalam pemeriksaan setelah seluruh penyerbu dilumpuhkan, ditemukan tangga yang diduga akan dipakai penyerbu melompati pagar untuk masuk ke markas tersebut.
Sejumlah orang di sespim mengaku mendengar ledakan sekitar pukul 05.00. Tidak ada laporan markas tentara bisa diterobos para penyerang. Markas itu memang dijaga ketat. Kelompok Negara Islam Irak dan Suriah (NIIS) mengaku bertanggung jawab atas serangan itu.
Serangan terhadap tentara yang sedang bersekolah di Marshal Fahim bukan baru kali ini terjadi. Pada Oktober 2017, 15 perwira tewas dalam serangan saat mereka meninggalkan akademi dan menuju rumah masingmasing. Walakin, kala itu serangan diklaim dilakukan Taliban.
Taliban dan NIIS kini semakin gencar melakukan serangan. Pekan lalu, Taliban menyerang Hotel Intercontinental di Kabul dan meledakkan bom dekat kawasan diplomatik Kabul. Sedikitnya 128 orang tewas dan 235 lainnya terluka dalam serangan itu.
Adapun NIIS menyerang kantor lembaga kemanusiaan Save The Children di Jalalabad, kota di bagian timur Afghanistan, Selasa (23/1). Serangan itu menewaskan sedikitnya lima orang dan melukai belasan lainnya.
Siaga
Serangkaian teror membuat Kabul berada dalam kondisi siaga satu. Para warga asing di Afghanistan menerima peringatan keamanan soal potensi serangan militan. Mereka diingatkan bahwa NIIS akan menyerang toko dan hotel yang kerap disambangi warga asing.
Adapun sejumlah organisasi asing, termasuk kelompok bantuan kemanusiaan, mengevaluasi kegiatan mereka. Serangan terhadap kantor Save The Children menjadi alasan utama evaluasi itu. Bahkan, Save The Children sudah membekukan kegiatan mereka di Afghanistan sejak diserang.
Serangkaian serangan juga semakin menekan Presiden Afghanistan Ashraf Ghani. Beberapa waktu terakhir, Ghani menunjukkan keyakinan bisa menekan para militan lewat operasi militer yang agresif. Operasi itu dibantu oleh Amerika Serikat.
Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) dan AS pernah menempatkan ribuan tentara setelah invansi ke Afghanistan pada 2001. Meski secara resmi NATO dan AS meninggalkan Afghanistan pada 2014, sejumlah perwakilan masih berada di negara itu.
Bahkan, AS tidak hanya menempatkan penasihat. Negara itu juga mengerahkan jet-jet tempur untuk menggempur lokasi-lokasi yang dicurigai sebagai markas Taliban.
AS ingin melemahkan kekuatan militan. Namun, upaya itu terindikasi gagal karena teror semakin kerap terjadi. Sebaliknya, Washington menyebut rangkaian teror itu menunjukkan kelompok militan terguncang di pedalaman sehingga beraksi di kota.
Juru bicara Taliban, Zabihullah Mujahid, menegaskan bahwa serangan-serangan mereka adalah pesan ke Presiden AS Donald Trump. ”Jika Anda (Trump) meneruskan kebijakan agresif dan memakai moncong senjata, jangan harap kami menanggapinya dengan menumbuhkan bunga,” ucapnya. (AFP/REUTERS/RAZ)