Sang Anak Kandung PKK
Mengapa Turki bersikeras bahwa milisi Kurdi dari Unit Pelindung Rakyat (YPG) adalah organisasi teroris? Apakah karena organisasi itu dianggap kepanjangan tangan dari Partai Pekerja Kurdistan (PKK) di Turki ?
Sikap keras itu yang ditengarai memaksa Turki melancarkan operasi militer dengan kode sandi operasi Ranting Zaitun di Afrin, Suriah barat. Operasi yang dimulai pada Sabtu (20/1) itu menarget YPG.
Sebelumnya, pada Agustus 2016, Turki juga menggelar operasi militer dengan kode sandi Perisai Eufrat di tepi barat Sungai Eufrat. Selain untuk memburu Kelompok Negara Islam di Irak dan Suriah (NIIS), operasi itu juga memburu anggota YPG.
Turki tentu tidak mengada-ada. Mereka yakin punya bukti sejarah tentang hubungan YPG dan PKK. Bahkan, bisa disebut YPG adalah anak kandung PKK pimpinan Abdullah Ocalan yang sejak tahun 1999 meringkuk di penjara Turki.
Alkisah, bermula ketika pemerintah junta militer yang dipimpin Jenderal Kenan Evren memburu aktivis kiri di negara itu, baik dari kaum Kurdi maupun Turki. Operasi itu digelar tahun 1980 pascakudeta militer. Saat itu sebagian besar pimpinan PKK yang dikenal beraliran kiri melarikan diri ke Suriah, menghindari kejaran junta.
Saat itu hubungan Turki dan Suriah sedang memburuk. Di bawah perlindungan Presiden Suriah Hafez Assad, pimpinan PKK menemukan keamaman dan perdamaian, serta kebebasan melakukan aktivitas politik dan militer di Suriah. Bahkan, PKK mendirikan kamp militer di Lebanon dengan perlindungan Suriah.
Ideologi perjuangan PKK segera mendapat simpati dari kaum Kurdi di Suriah yang mendiami wilayah Suriah timur laut (Provinsi Al Hasakah) dan barat laut (Afrin).
Banyak pemuda dan pemudi Kurdi Suriah kemudian bergabung dengan PKK dan ikut terlibat perang melawan militer Turki. Rezim Presiden Hafez Assad di Damaskus saat itu tidak mempermasalahkan bergabungnya para pemuda dan pemudi Kurdi Suriah dengan PKK karena hubungan yang sangat baik antara PKK dan Pemerintah Suriah. Pengaruh PKK pun semakin berkembang dan besar di wilayah Kurdi Suriah yang dikenal dengan sebutan wilayah Rojava. Pemimpin PKK Abdullah Ocalan juga tinggal di Damaskus.
Menyikapi itu, Turki mengancam akan menyatakan perang terhadap Suriah jika Damaskus tidak segera mengusir Abdullah Ocalan.
Atas bujukan Presiden Mesir saat itu, Hosni Mubarak, Presiden Hafez Assad pun akhirnya bersedia mengusir Ocalan dari Damaskus. Ocalan kemudian ditangkap pasukan khusus Turki di Kenya, Afrika timur, pada 1999.
Pada era Presiden Suriah Bashar al-Assad, hubungan Suriah-Turki membaik. Suriah-Turki kemudian mencapai kesepakatan di kota Adana, Turki, untuk membasmi sisa-sisa kekuatan PKK di Suriah. Presiden Assad lalu menangkap ribuan aktivis PKK dan diserahkan kepada Turki. Para aktivis PKK yang selamat dari penangkapan rezim Assad lari ke pegunungan di Suriah dan Irak.
Setelah PKK terjepit di Suriah dan Turki, para aktivis mereka yang berwarga Kurdi Suriah memutuskan membentuk partai politik sendiri. Dibentuklah Partai Uni Demokrasi (PYD) pada 20 September 2003 di Suriah timur laut. PYD kemudian membentuk sayap militer dengan nama Unit Pelindung Rakyat (YPG) pada tahun 2004 setelah Pemerintah Suriah membasmi gerakan intifadah kaum Kurdi di Qamishli yang menewaskan 30 warga Kurdi.
Presiden Assad lalu memburu aktivis PYD dan YPG yang merupakan duplikat PKK sehingga meletus revolusi Suriah pada tahun 2011.
PYD dan YPG sangat memanfaatkan revolusi Suriah untuk bisa mewujudkan impian mendirikan negara Kurdi atau minimal otonomi Kurdi di Suriah timur laut dan barat laut.
YPG sebagai sayap militer PYD terus mempersenjatai diri. Mereka berkoalisi dengan Amerika Serikat (AS) untuk melawan NIIS. YPG menjadi tulang punggung Pasukan Demokratik Suriah (SDF) ciptaan AS yang punya tugas khusus memerangi NIIS. YPG disinyalir memiliki kekuatan hingga 50.000 personel dengan persenjataan modern yang sebagian besar disuplai Washington.
(Musthafa Abd. Rahman)