Melania Trump Mencari Peran
Setahun setelah upacara penobatan Donald Trump (71) sebagai Presiden AS pada 20 Januari 2017, Melania Trump tetap menjadi misteri bagi sebagian besar rakyat AS.
Berbeda dengan pendahulunya, Hillary Clinton dan Michelle Obama yang memiliki agenda supersibuk dalam kampanye pemberdayaan perempuan dan anak-anak AS, partisipasi Melania nyaris tak terlihat. Rencana Melania mengampanyekan anti-pelecehan siber (cyberbullying) sampai kini belum jelas wujudnya.
Munculnya buku Fire and Fury karya Michael Wolff, yang mengungkap ketidakbahagiaan Melania dan kebingungannya terhadap perannya, membuat Gedung Putih cepat bertindak. Pekan lalu, Gedung Putih merekrut direktur kebijakan Reagan Thompson yang akan membantu Melania membangun platform yang terarah.
Harian The New York Times, Jumat (12/1), menyebutkan, Melania akan berkecimpung dalam isu ”menolong anak-anak” dan ”membantu korban bencana” meski program konkretnya belum jelas. Isu pelecehan siber sepertinya tak lagi disinggung.
Dalam setahun kepemimpinannya, popularitas Trump anjlok di semua kelompok demografi di AS, termasuk di kelompok yang sangat mendukungnya, seperti pemilih kulit putih dan Evangelis. Hal itu membuat para penasihat Trump sadar bahwa peran istri sebetulnya bisa ikut mendongkrak citra presiden.
Secara kasatmata hubungan Trump-Melania pun tak sehangat pasangan George-Laura Bush ataupun Barack-Michelle Obama. Bahkan, itu sudah terlihat saat pertama kali Trump memasuki Gedung Putih. Ketika turun dari mobil, Trump berjalan meninggalkan Melania dan langsung menjabat tangan Obama dan Michelle sehingga Melania harus bergegas menyusul. Padahal, kebiasaan yang diperlihatkan para presiden sebelumnya adalah menunggu sang istri, menggandengnya, lalu berjalan bersama-sama. Sepanjang inaugurasi, wajah Melania muram.
Sebuah tayangan video juga viral di jagat maya ketika Trump berjalan di karpet merah dan meninggalkan Melania. Trump tersadar, lalu menunggu dan menggandeng tangan sang istri, tetapi tangannya ditampik.
Hubungan keduanya menjadi pertanyaan publik ketika Melania selama berbulan-bulan menolak tinggal di Gedung Putih dan memilih tinggal terpisah di apartemen di New York. Alasannya ia menunggui putranya, Barron, menyelesaikan sekolah dasar. Hidup terpisah ini menyebabkan biaya pengamanan bagi pasangan nomor satu AS itu berlipat-lipat.
Citra bahwa Melania ”tak bahagia” dan ”disia-siakan” oleh Trump menimbulkan reaksi di publik. Dalam berbagai unjuk rasa menentang Trump, para demonstran, baik pria maupun perempuan, mengusung poster-poster bertuliskan ”Selamatkan Melania”, ”Bebaskan Melania”, ”Melania: Kedipkan Matamu Dua Kali Jika Kamu Butuh Bantuan”. Tagar-tagar dengan pesan itu menginspirasi pembuatan t-shirt yang laris di pasaran. Aktris Candice Bergen termasuk salah satu yang mengenakannya. Dalam wawancara televisi untuk promosi film terbarunya, September lalu, ia memakai kaus dengan tulisan ”Free Melania”.
Lewat busana
Busana adalah cara Melania berkomunikasi dengan publik dan menjadi dirinya sendiri. Ia tak peduli dengan apa yang dipikirkan orang lain selama ia menyukai apa yang dikenakannya. Hampir semua media massa menyoroti bagaimana pilihan dan cita rasa Melania dalam berbusana. Rancangan yang dipilhnya umumnya berstruktur, menopang bentuk tubuhnya yang semampai, dengan warna-warna berani, dan tentu saja mahal. Sebagai istri miliarder, Melania bisa memilih busana apa pun yang disukainya.
Hanya saja, kebalikan dari suaminya yang gencar mengampanyekan ”America First”, slogan itu tak berlaku bagi busana Melania. Jika para ibu negara sebelumnya selalu mengutamakan rancangan karya desainer lokal, Melania tak mau didikte. Kondisi ini juga dipicu oleh sikap sebagian desainer AS yang menolak mendandani ibu negara karena menentang kebijakan diskriminatif Trump.
Dolce & Gabbana, Del Pozo, Christian Dior, Emilio Pucci, Givenchy, dan Valentino adalah beberapa desainer yang rancangannya digunakan Melania saat mendampingi Trump ke sejumlah negara. Ketika berkunjung ke Italia, misalnya, Melania tampil menawan dengan jaket sutra bermotif bunga rancangan Dolce & Gabbana seharga sekitar 50.000 dollar AS.
”Sudahlah, di media kita bicara banyak soal politik, bisakah untuk beberapa saat kita lupakan politik dan menikmati hal lain, mengapa tidak,” kata Herve Pierre, penasihat mode Melania, kepada Associated Press.
Kritik pedas bermunculan di media sosial yang menyamakan gaya hidup Melania dengan Marie Antoinette, istri Raja Perancis Louis XVI, yang tak berempati dengan realitas sosial di sekelilingnya. Terlebih, pada saat bersamaan Presiden Trump berupaya keras menghapus kebijakan ”Obamacare” yang membuat jutaan warga miskin bisa kehilangan jaminan kesehatan.
Kesulitan Melania untuk berempati juga tecermin ketika ia mengunjungi lokasi bencana angin topan di Texas dengan mengenakan stiletto (sepatu berhak runcing dan tinggi). Meski ia terlihat anggun, penampilannya dianggap kelewat glamor untuk situasi bencana. Karena kritik di media sosial mengalir, Melania mengganti sepatunya dengan sepatu kets.
Ini setahun yang tak mudah, baik bagi Trump maupun Melania. Namun, jika Trump bisa bertahan sampai empat tahun, masih cukup banyak waktu bagi Melania untuk membangun citra ibu negara yang sesuai keinginannya dan memenuhi harapan publik. (MYRNA RATNA)