Pencalonan Mahathir yang berusia 92 tahun membuka peluang dirinya untuk kembali ke kursi kekuasaan yang telah ditinggalkannya selama 15 tahun. Pada masa pemerintahannya yang panjang dulu, Mahathir dikritik telah berkuasa dengan ”tangan besi”.
Tak hanya bersedia menjadi kandidat PM, Mahathir juga setuju membuka jalan bagi tokoh oposisi yang kini dipenjara, Anwar Ibrahim, mantan musuhnya, untuk menjadi PM saat dibebaskan dari penjara. Hal itu dilakukan jika Anwar diberi pengampunan oleh Kerajaan.
Kemunculan Mahathir sebagai kandidat PM dari kubu oposisi menjadi perkembangan terbaru bagi lanskap politik Malaysia. Negara itu belum lama ini dihebohkan oleh skandal keuangan besar-besaran yang mengguncang pemerintahan Najib.
Mahathir terpaksa keluar dari masa pensiunnya untuk menghadapi Najib karena merasa kemarahan warga Malaysia meningkat. Muncul tuduhan pada Najib bahwa miliaran dollar AS telah dijarahnya dari dana investasi negara, 1MDB, yang didirikannya. Tuduhan ini dibantah oleh Najib.
Pemilihan umum akan dilaksanakan pada Agustus mendatang. Namun, spekulasi meningkat dan muncul isu bahwa pemilu akan digelar dalam waktu lebih cepat lagi.
Sorak-sorai
Keputusan untuk memilih Mahathir sebagai kandidat perdana menteri disahkan oleh para pemimpin senior koalisi empat partai Pakatan Harapan di konvensi Shah Alam, di luar Kuala Lumpur. Putusan tersebut langsung disambut sorak-sorai ratusan pendukung Mahatir.
”Fokus utama kami adalah menyelamatkan negara kita tercinta,” demikian pidato Mahathir yang memerintah Malaysia selama 22 tahun saat ia menjadi Ketua UMNO.
”Tidak mudah bagi partai-partai yang dulu memusuhi saya untuk akhirnya mau menerima saya. Mereka sadar akan pentingnya melengserkan pemerintah saat ini,” tambah Mahatir.
Presiden Partai Keadilan Rakyat Wan Azizah Wan Ismail, istri Anwar, ditunjuk sebagai wakil calon PM. Koalisi tersebut berharap bahwa Mahathir yang telah memiliki partai sendiri untuk menghadapi Najib akan dapat menarik suara dari warga Melayu Muslim yang jumlahnya sekitar 60 persen dari populasi Malaysia.
Namun, sebagian besar analis menilai, koalisi yang berkuasa saat ini akan menang karena sistem politik telah diatur untuk kepentingan mereka. Ekonomi pun telah berjalan dengan baik dan kubu oposisi sering tampak tidak bersatu.(AFP/REUTERS/LOK)