Latihan melacak rudal tiga negara dimulai pada Senin (11/12) ini dan dijadwalkan berlangsung dua hari. Jepang, Korsel, dan AS telah enam kali melakukan latihan melacak rudal balistik sejak 2016. Latihan pelacakan rudal digelar setelah Perwakilan PBB untuk Urusan Politik Jeffrey Feltman berkunjung ke Korea Utara dan mengingatkan masyarakat dunia bahwa konflik dengan Pyongyang bisa pecah jika terjadi salah perhitungan.
”Tuan rumah” latihan tersebut adalah Jepang. Kemarin, Menteri Pertahanan Jepang Itsunori Onodera menjelaskan, latihan itu bertujuan melacak obyek atau rudal sekaligus berbagi informasi antara Jepang, Korsel, dan AS.
Tidak disebutkan apakah sistem pertahanan antirudal THAAD akan dilibatkan dalam latihan gabungan. THAAD yang merupakan buatan AS telah dipasang di Korsel. Pemasangannya mengundang kecaman dari China karena radarnya dapat menembus masuk ke wilayah negara itu.
Korut melalui kantor berita KCNA menyatakan, AS menjadi pihak yang memancing peperangan lewat penyelenggaraan latihan-latihan militer bersama Korsel serta Jepang.
Sebaliknya, AS menuding Korut sebagai pihak yang melakukan provokasi dengan beberapa kali uji coba rudal ataupun nuklir.
Dalam situasi itu, Menteri Luar Negeri China Wang Yi mengungkapkan kekhawatirannya terhadap ketegangan yang meningkat di Semenanjung Korea. Ada lingkaran setan unjuk kekuatan dan konfrontasi. ”Prospek untuk perundingan masih ada. Pilihan memakai kekuatan itu yang tak bisa kami terima,” ujarnya.
Buka komunikasi
Untuk mengantisipasi konflik di Semenanjung Korea, Feltman meminta Korut agar tetap bersedia membuka akses komunikasi. Beberapa hari lalu, Feltman bertemu Menteri Luar Negeri Korut Ri Yong Ho dan Wakil Menteri Luar Negeri Pak Myong Kuk. Mereka sependapat bahwa situasi keamanan Semenanjung Korea memasuki masa yang paling rawan dan mengancam keamanan serta perdamaian dunia.
”Untuk mengurangi risiko terjadinya konflik, jangan sampai salah perhitungan dan buka terus semua akses komunikasi. Kita berkomitmen mencari solusi damai,” ujar Feltman, Sabtu lalu.
Sementara itu, untuk memberi tekanan lebih keras kepada Korut, Korsel hendak memberlakukan sanksi baru terhadap 20 institusi dan belasan individu di Korut. Sanksi ini berupa pembatasan transaksi keuangan bagi mereka yang masuk dalam daftar sanksi. Pembatasan kali ini merupakan sanksi kedua yang diterapkan oleh Korsel dalam satu bulan terakhir dan diyakini akan membuat Korut marah.
Sebanyak 20 institusi Korut itu terdiri dari lembaga perbankan dan perusahaan perdagangan. Untuk individu, sebagian besar berprofesi sebagai bankir. Sanksi akan berlaku mulai Senin ini.
”Institusi dan individu itu selama ini menyuplai uang yang dibutuhkan bagi pengembangan senjata atau bagi perdagangan ilegal barang-barang tertentu yang dilarang,” kata kantor berita di Korsel, Yonhap.
Tahun lalu, Korsel secara sepihak juga menghentikan kegiatan operasional di Kompleks Industri Kaesong yang dikelola negara itu bersama Korut. Alasannya, perolehan uang dari Kaesong dicurigai dipakai untuk membiayai program senjata Pyongyang.