GENEVA, KAMIS — Kelompok teroris yang menamakan diri Negara Islam di Irak dan Suriah telah mengeksekusi 741 warga sipil dalam pertempuran merebut kota Mosul di Irak Utara.
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Kamis (2/11), sebagaimana diwartakan kantor berita Perancis, AFP, menuding kelompok teror tersebut telah melakukan banyak GENEVA ”kejahatan internasional” selama sembilan bulan kampanye militer Irak di Mosul.
Kantor Hak Asasi Manusia PBB melaporkan, seluruhnya ada 2.521 warga sipil Mosul tewas dan sebagian besar korban itu tewas akibat kekerasan tak berperikemanusiaan di tangan para militan NIIS.
Mereka yang melakukan kekerasan harus bertanggung jawab atas kejahatan keji itu.
Kekerasan bersenjata yang mematikan itu terjadi selama pertempuran antara militan NIIS dan Pasukan Keamanan Irak (ISF) yang berakhir pada Juli 2017, yang ditandai dengan direbutnya kota Mosul dari kelompok militan tersebut.
”Mereka yang melakukan kekerasan itu harus bertanggung jawab atas kejahatan keji itu,” kata Komisioner Tinggi HAM PBB (UNHCR) Zeid Ra’ad Al Hussein, dalam sebuah pernyataan.
Mosul, kota terbesar kedua di Irak, jatuh ke tangan NIIS pada 2014 dan menjadi ibu kota ”kekhalifahan” Islam versi kelompok teror tersebut. Selama mereka menguasai kota itu, NIIS menerapkan hukum syariah menurut tafsiran mereka sendiri.
Kota itu kedua yang paling padat penduduknya setelah Baghdad, ibu kota Irak. Pada Juni 2014, Mosul jatuh ketangan NIIS. Sejak Juni 2014 hingga Oktober 2016, Mosul dipertahankan sebagai benteng terkuat NIIS di Irak.
Setelah kekalahan NIIS di Mosul, UNHCR mengumpulkan keterangan dari para saksi yang mendokumentasikan ”penculikan massal warga sipil, penggunaan ribuan warga sebagai perisai manusia, penembakan yang disengaja atas tempat tinggal warga sipil, dan menyerang secara serampangan terhadap warga sipil yang mencoba melarikan diri dari kota itu”.
Lebih dari 800.000 orang mengungsi akibat pertempuran tersebut, kata laporan UNHCR yang juga mendesak perlunya dilakukan penyelidikan independen atas dugaan pelanggaran oleh ISF dan sekutunya, termasuk milisi pro-Ankara.
Laporan UNHCR itu ”mencatat 461 kematian warga sipil akibat serangan udara selama fase paling intensif dari serangan yang dipimpin ISF mulai 19 Februari”.
Dengan mengadili mereka yang bertanggung jawab, otoritas Irak mengirim pesan kepada rakyat yang telah menderita bahwa keadilan telah ditegakkan.
Dalam sebuah pernyataan, PBB mengatakan mereka mencatat bahwa mustahil bisa menetapkan siapa yang bertanggung jawab atas serangan tersebut ”di hampir semua kasus”.
Kantor HAM PBB itu mendesak Pemerintah Federal Irak untuk mengundang Mahkamah Pidana Internasional (ICC) agar menyelidiki situasi di negara tersebut ”sebagai langkah segera”.
”Dengan mengadili mereka yang bertanggung jawab atas ’kejahatan internasional’ di Mosul, otoritas berwenang Irak mengirim sebuah pesan kepada rakyat Irak yang telah menderita, tidak peduli kapan atau di mana, keadilan akhirnya ditegakkan,” kata UNHCR.
ISF adalah nama yang digunakan oleh Departemen Pertahanan AS (DoD) untuk menyebut pasukan penegakan hukum dan militer dari Pemerintah Federal Irak.
Pasukan ISF berasal dari Kementerian Pertahanan, Angkatan Bersenjata Irak (AL, AU, dan AD), dan Kementerian Dalam Negeri yang membawahkan polisi, dinas perlindungan fasilitas, departemen penjaga berbatasan, dan pasukan mobilisasi rakyat. (AFP/AP/REUTERS)