Duterte Ajukan Perpanjangan
MANILA, SELASA — Berlarutnya krisis di Marawi memaksa Presiden Filipina Rodrigo Duterte, Selasa (18/7), mengajukan perpanjangan masa darurat militer di Pulau Mindanao. Duterte berpendapat, krisis tidak dapat dipadamkan pada 22 Juli mendatang.
Duterte memberlakukan darurat militer selama 60 hari di Mindanao sejak 23 Mei lalu. Kebijakan itu diambil setelah kelompok ekstrem yang dipimpin Abdullah dan Omar Maute serta Isnilon Hapilon, mengambil alih sebagian kota Marawi. Aksi kelompok yang menyatakan diri berafiliasi dengan Negara Islam di Irak dan Suriah (NIIS) itu menjerumuskan Filipina ke dalam krisis keamanan terbesar sejak tahun 2000.
"Tujuan utama dari perpanjangan itu adalah membantu pasukan kita melanjutkan operasi mereka. Operasi menjadi tidak terganggu oleh tenggat serta dapat lebih fokus pada pembebasan Marawi dan rehabilitasi ataupun pembangunan kembali," kata juru bicara kepresidenan Ernesto Abella saat membaca surat yang ditandatangani oleh Duterte di Kongres. Dia meminta Kongres untuk memperpanjang darurat militer sampai 31 Desember.
Pertempuran berlanjut
Hingga saat ini, pertempuran sengit masih terjadi di Marawi. Angkatan Bersenjata Filipina terus membombardir posisi kelompok ekstrem itu dengan tembakan artileri dan serangan udara. Sejauh ini, pertarungan sengit di pusat kota Marawi telah menewaskan setidaknya 413 anggota kelompok ekstrem, 98 tentara, dan 45 warga sipil.
Diperkirakan masih ada sekitar 60 anggota Maute yang bertahan di Marawi. Militer menyebutkan, mereka menggunakan ratusan sandera sebagai tameng hidup.
Selain itu, para milisi juga menempatkan penembak-penembak jitu di berbagai sudut perkampungan yang mereka kuasai. Strategi itu membuat langkah maju pasukan Filipina terhambat.
Selain menewaskan banyak orang, pertempuran menyebabkan Marawi-salah satu pusat perekonomian di Mindanao-porak poranda. Kota itu tidak hanya menjadi sepi, tetapi juga mengalami kehancuran infrastruktur akibat pertempuran. Warga marah karena rumah mereka rusak dan tidak dapat kembali ke kota Marawi.
Kehadiran kelompok Maute di Marawi memicu pula alarm tanda bahaya di kawasan, terutama terkait bahaya radikalisme dan terorisme. Menyikapi hal itu, sejumlah negara memberikan dukungan untuk membantu Pemerintah Filipina menumpas kelompok Maute dan sekutunya, termasuk kelompok Abu Sayyaf yang dipimpin Isnilon Hapilon.
Amerika Serikat dan Australia, misalnya, mengirim pesawat pengintai P-3C Orion untuk mendukung serangan udara militer Filipina atas kubu Maute di Marawi. Dalam pertemuan dengan Menteri Pertahanan Filipina Delfin Lorenzana, Menteri Pertahanan Singapura Ng Eng Hen menawarkan pelatihan perang perkotaan dan penggunaan pesawat pengintai.
Kurang didukung
Namun, upaya keras Duterte untuk menghentikan ancaman terorisme lokal tidak sepenuhnya mendapat dukungan positif. Senator Antonio Trillanes mengatakan, perpanjangan masa darurat militer yang terlalu lama membuka ruang bagi penyalahgunaan kekuasaan. "Saya sudah memperingatkan masyarakat tentang kecenderungan otoriter Duterte dan ini adalah buktinya," tutur Antonio Trillanes dalam sebuah pernyataan.
Darurat militer adalah isu sensitif di Filipina. Kebijakan itu membawa kembali ingatan masyarakat pada era kediktatoran mendiang Presiden Ferdinand Marcos. Sikap melebih-lebihkan ancaman keamanan ditengarai membuka peluang untuk membenarkan penggunaan tindakan keras yang membuat rezim dapat menekan perbedaan pendapat secara brutal.
Darurat militer memungkinkan pengintaian dan penangkapan tanpa surat perintah. Menurut konstitusi Filipina, darurat militer diberlakukan selama 60 hari dan dapat diperpanjang.
Walaupun Kongres dapat menentang perpanjangan itu, konstitusi tidak membatasi berapa kali masa darurat militer itu dapat diperpanjang. Kongres akan mengadakan pertemuan pada Sabtu guna membahas usulan perpanjangan tersebut.
Meskipun ada sejumlah anggota Kongres yang menentang, diperkirakan Duterte akan mendapat banyak dukungan. Sebagian besar anggota Kongres adalah sekutu Duterte.
Ketua Kongres Filipina Pantaleon Alvarez mengatakan, tidak melihat ada hambatan untuk menyetujui kebijakan perpanjangan masa darurat militer yang diajukan Presiden Duterte.
(AP/AFP/Reuters/JOS)