DUBAI, RABU — Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Rex Tillerson menghadapi tantangan berat. Dalam kunjungannya ke Arab Saudi, ia diharapkan bisa membujuk empat negara Arab agar mau mengakhiri boikot terhadap Qatar.
Hal ini disampaikan seorang diplomat senior Uni Emirat Arab (UEA), Rabu (12/7), menjelang kedatangan Tillerson ke Jeddah. Tillerson pada Selasa baru menandatangani memorandum kesepahaman mengenai perang terhadap pendanaan terorisme, di Doha, Qatar. Sejumlah media di Arab Saudi mengkritik langkah Tillerson itu.
Empat negara "musuh" Qatar, yakni Arab Saudi, UEA, Bahrain, dan Mesir, menyatakan penandatanganan tersebut tidak memadai. Mereka tetap menginginkan agar 13 tuntutan yang sebelumnya sudah disampaikan kepada Qatar dapat dipenuhi.
Boikot terhadap Qatar mulai diberlakukan 5 Juni, membuat negara kaya itu terisolasi, baik udara maupun darat. Qatar dikenai sanksi karena dianggap mendanai terorisme.
Arab Saudi dan tiga negara lainnya mengajukan syarat pencabutan sanksi boikot jika Qatar memenuhi 13 tuntutan. Isi tuntutan, antara lain, adalah pemutusan hubungan dengan Iran, penutupan stasiun televisi Al Jazeera, dan penutupan pangkalan militer Turki di Qatar.
Arab Saudi dan sekutu-sekutunya menyatakan, mereka menghargai upaya AS memerangi terorisme. "Namun, langkah itu tak cukup dan akan dilakukan pengawasan ketat terhadap keseriusan Qatar dalam menumpas segala bentuk pendanaan, dukungan, dan perlindungan terhadap terorisme," demikian pernyataan bersama keempat negara Arab, Rabu.
Tak ada kepercayaan
Menteri Luar Negeri UEA Anwar Gargash mengatakan, akar pertentangan adalah tak ada kepercayaan dan solusi apa pun harus diarahkan kepada keberatan dari keempat negara itu.
"Upaya diplomasi harus dialamatkan pada dukungan Qatar terhadap ekstremisme dan terorisme yang merongrong stabilitas regional. Solusi sementara bukan sesuatu yang bijaksana," tulisnya di akun Twitter miliknya.
Seorang pengamat di Arab Saudi memperkirakan Tillerson bakal kesulitan. "Yang membuat pertemuan di Jedah menjadi sulit adalah karena Tillerson sejak awal krisis kelihatan mengambil posisi berpihak kepada rakyat Qatar," kata kolumnis Abdulrahman al-Rashed di koran Asharq al-Awsat. Menurut dia, Menlu AS tak bisa memaksakan rekonsiliasi, tetapi hanya bisa mengurangi jarak di antara para pihak yang berkonflik.
Kekisruhan antarnegara-negara Teluk kali ini merupakan yang terburuk sejak terbentuknya organisasi regional Dewan Kerja Sama Teluk pada 1981. AS khawatir krisis bisa berakibat buruk terhadap militer mereka dan terhadap operasi kontra terorisme. AS mempunyai kepentingan terhadap Qatar, tuan rumah pangkalan militer AS yang terbesar di Timur Tengah.