WASHINGTON, RABU — Meskipun menjadi salah satu raksasa ekonomi dunia, oleh Pemerintah Amerika Serikat, China dikategorikan sebagai salah satu negara terburuk dalam isu perdagangan manusia. Catatan hak asasi manusia China dikategorikan rendah dan menempatkannya setara dengan Korea Utara, Kongo, dan Sudan.
"Beijing tidak sepenuhnya memenuhi standar minimum untuk penghapusan perdagangan manusia dan tidak melakukan upaya signifikan untuk mengupayakannya," kata laporan yang disampaikan Menteri Luar Negeri AS Rex Tillerson, Selasa (27/6), di Washington.
Dalam laporan tahunan Departemen Luar Negeri AS, China disebut tidak berbuat banyak untuk mengatasi persoalan perdagangan manusia dan melindungi korban perdagangan manusia. Penilaian itu merujuk pada sikap Beijing atas kelompok etnis Uighur yang kerap dipaksa bekerja.
Bagi AS, sikap Beijing itu berujung pada buruknya catatan hak asasi manusia China dan memasukkan China dalam kategori Tier 3 atau terendah dalam sis-tem pemeringkatan. Negara yang masuk dalam kategori itu dinilai gagal memenuhi standar minimum pencegahan perdagangan manusia.
Dalam laporan tahun 2016, AS menyebut China sebagai negara sumber, tujuan, dan transit untuk kerja paksa dan perdagangan seks. Laporan tersebut menggambarkan migran internal di China sangat rentan dan beberapa dipaksa bekerja di pabrik dan tambang batubara dengan sedikit pengawasan dari pemerintah. Dikatakan pria, wanita, dan anak-anak dari negara Asia lainnya, dan dari Afrika juga dieksploitasi.
Negara lain yang masuk dalam kategori itu antara lain Sudan, Iran, Kongo, Korea Utara, dan Haiti. Tahun lalu, China berada dalam posisi negara yang harus dipantau. Namun tahun ini, posisinya melorot ke klasifikasi terendah.
Kritik terbuka
Laporan itu menandai teguran pemerintahan Presiden Donald Trump pada China, yang selama ini mencoba menghindari kritik langsung dan publik terhadap Beijing. Laporan itu ditengarai akan memicu protes keras China yang tengah didekati AS terkait isu nuklir Korut.
Tillerson mengatakan sekitar 20 juta orang di seluruh dunia menjadi korban perdagangan manusia. Kejahatan itu tidak hanya menguntungkan sindikat kejahatan lintas negara, tetapi juga pemerintah. "Ketika aktor negara atau aktor non-negara menggunakan perdagangan manusia, ini menjadi ancaman bagi keamanan nasional kita," kata Tillerson.
Di sisi lain, laporan itu mengindikasikan perhatian serius pemerintahan Trump pada isu hak asasi manusia, terutama sebagai bagian integral dari kebijakan luar negeri AS saat ini. Sebelumnya ditengarai, pemerintahan Trump enggan menyoroti isu hak asasi manusia. Trump disebut lebih fokus pada kepentingan keamanan AS dan ekonomi.
Menyikapi laporan tersebut, juru bicara Kementerian Luar Negeri China, Lu Kang, dengan tegas menolaknya. Menurut dia, AS telah membuat pernyataan tidak bertanggung jawab terkait isu antiperdagangan manusia negara lain dengan berlandaskan hukum nasional AS.
China, tegas Lu Kang, terus-menerus memberantas perdagangan manusia dan Beijing bersedia bekerja sama dengan semua negara untuk memberantas kejahatan lintas negara itu. (AP/AFP/JOS)