Qatar Tolak Intervensi dari Arab Saudi dan Sekutu-sekutu Mereka
Qatar menyebut tak akan menyerahkan independensi mereka dalam menentukan kebijakan luar negeri. Tuduhan mendukung terorisme dibantah Qatar.
Oleh
A Tomy Trinugroho
·3 menit baca
DOHA, JUMAT — Qatar membantah tuduhan bahwa negara itu memberi dukungan kepada kelompok ekstrem. ”Pernyataan bersama yang belum lama ini dikeluarkan oleh Arab Saudi, Bahrain, Mesir, dan Uni Emirat Arab sekali lagi menambah tuduhan tak berdasar yang tidak memiliki bukti di lapangan,” ungkap Pemerintah Qatar lewat pernyataan, Jumat (9/6/2017).
”Posisi kami dalam melawan terorisme justru lebih kuat ketimbang negara-negara yang menandatangani pernyataan bersama tersebut,” tutur Pemerintah Qatar.
Pada Kamis (8/6) lalu, Qatar mengatakan pula, negara itu tidak akan ”menyerah” dan menolak intervensi apa pun terhadap kebijakan luar negeri mereka. Dalam wawancara dengan kantor berita AFP, Menteri Luar Negeri Qatar Sheikh Mohammed bin Abdulrahman al-Thani menjelaskan, desakan dari Arab Saudi dan sekutu-sekutu mereka agar Qatar mengubah kebijakan luar negeri sama sekali tidak bisa diterima. ”Tidak ada pihak mana pun yang memiliki hak untuk mengintervensi kebijakan luar negeri kami,” tutur Sheikh Mohammed.
Ia menyebut bahwa Qatar dapat bertahan “selamanya”meskipun ada upaya untuk menekan negara tersebut. Bagaimanapun, Sheikh Mohammed menolak penggunaan solusi militer untuk mengatasi krisis diplomatik di antara negara-negara Teluk itu.
”Kami tidak siap untuk menyerah dan tidak akan pernah siap untuk menyerahkan independensi kami dalam menentukan kebijakan luar negeri,” kata Sheik Mohammed. ”Tak ada negara mana pun akan mengalahkan kami.”
Arab Saudi, Uni Emirat Arab, Mesir, dan Bahrain memimpin aksi pemutusan hubungan diplomatik dengan Qatar beberapa hari lalu. Sejumlah negara lain, seperti Maladewa, ikut memutuskan hubungan diplomatik mereka dengan Qatar.
Pemutusan hubungan diplomatik, menurut Arab Saudi dan sekutu-sekutu mereka, dilakukan karena Qatar ”mensponsori kelompok-kelompok ekstrem”. Tuduhan ini dibantah oleh Qatar.
Raksasa televisi berita satelit Al Jazeera yang berbasis di Doha, Qatar, juga menjadi sasaran tudingan Arab Saudi dan sekutu-sekutu mereka. Uni Emirat Arab dan Arab Saudi telah mencabut izin Al Jazeera serta menutup kantor perwakilannya. Pada Kamis, Al Jazeera melaporkan lewat Twitter bahwa perusahaan berita tersebut mengalami serangan siber di semua lini, media sosial ataupun situs.
Ketidakstabilan baru
Ketegangan diplomatik ini menimbulkan kecemasan bahwa ketidakstabilan baru akan tercipta di wilayah Teluk yang sebelumnya sudak tidak stabil. Kawasan Teluk merupakan pemasok utama energi bagi dunia sekaligus menjadi tempat pangkalan militer Barat.
Kuwait tengah memimpin upaya mediasi untuk meredakan konflik antara Qatar dan Arab Saudi serta sekutu-sekutu mereka. Pemimpin Kuwait, Rabu lalu, bertemu dengan Emir Qatar Sheikh Tamim bin Hamad al-Thani setelah sebelumnya berbicara dengan pemimpin Arab Saudi dan Uni Emirat Arab.
Para analis menyebutkan bahwa krisis yang saat ini terjadi merupakan lanjutan dari krisis serupa pada 2014. Saat itu, Arab Saudi, Uni Emirat Arab, dan Bahrain menarik duta besar mereka dari Qatar karena Doha memberi dukungan kepada Ikhwanul Muslimin (IM) di Mesir.
Seorang pejabat tinggi negara Teluk menyatakan kepada AFP, keprihatinan negara-negara Teluk terutama ditujukan kepada pengaruh dari Sheikh Hamad bin Khalifa al-Thani, yang merupakan ayah penguasa Qatar, Sheikh Tamim bin Hamad al-Thani. Saat berkuasa, Sheikh Hamad mengizinkan Taliban membuka kantor di Doha dan membantu persenjataan pemberontak di Suriah sebelum mengundurkan diri pada 2013. (AFP)