Optimalkan Generasi Muda dalam Program Pembangunan Lingkungan Hidup
Indonesia perlu fokus menerapkan konsep dasar tentang pembangunan lingkungan hidup dan kependudukan sebagai upaya menyambut bonus demografi ke depan. Hal ini dapat dilakukan melalui optimalisasi peran generasi muda.
Oleh
PRADIPTA PANDU MUSTIKA
·3 menit baca
ANTARA FOTO/IRWANSYAH PUTRA
Pemuda dan pemudi yang tergabung dalam gerakan aksi baik yang difasilitasi Yayasan Econusa dan penjaga laut membersihkan sampah di pantai Desa Lam Teungoh, Kecamatan Peukan Bada, Aceh Besar, Aceh, Kamis (28/10/2021).
JAKARTA, KOMPAS — Indonesia perlu fokus menerapkan konsep dasar tentang pembangunan lingkungan hidup dan kependudukan sebagai upaya menyambut bonus demografi ke depan. Hal ini dapat dilakukan melalui optimalisasi peran generasi muda dengan melibatkan langsung mereka dalam setiap program pembangunan lingkungan.
Hal tersebut mengemuka dalam acara Expo dan Forum Perubahan Iklim Indonesia 2022 yang diselenggarakan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) di Jakarta, Senin (6/6/2022). Acara ini juga merupakan rangkaian kegiatan dalam memperingati Hari Lingkungan Hidup Sedunia setiap tanggal 5 Juni.
Ketua Dewan Pertimbangan Pengendalian Perubahan Iklim Sarwono Kusumaatmadja mengemukakan, Indonesia telah merespons isu lingkungan sejak mengikuti Konferensi Stockholm pada 1972. Saat itu, Pemerintah Indonesia segera menyiapkan panitia persiapan kelembagaan pengawasan pembangunan dan lingkungan hidup yang dipimpin oleh tokoh lingkungan hidup Indonesia, Emil Salim.
Kita masih punya kesempatan membangun kapasitas generasi muda agar mereka bisa menjadi tulang punggung negeri ini.
Menurut Sarwono, meski belum optimal, pada masa itu Indonesia bisa membawakan konsep dasar tentang pembangunan lingkungan hidup dan kependudukan. Lima dekade berselang, konsep tersebut masih relevan, bahkan sangat penting diterapkan dalam program pembangunan Indonesia saat ini untuk mengoptimalkan bonus demografi.
”Kalau kita tidak pandai mempersiapkan diri dan generasi muda dengan peta jalan yang cocok, kita akan menghadapi malapetaka yang sama dengan negara lain, seperti Timur Tengah. Kita masih punya kesempatan membangun kapasitas generasi muda agar mereka bisa menjadi tulang punggung negeri ini,” ujarnya.
KOMPAS/RADITYA HELABUMI (RAD)
Aktivis lingkungan menggelar kampanye Jeda untuk Iklim yang menyuarakan ancaman krisis iklim bumi di kawasan Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta, Jumat (27/11/2020). Aksi yang diikuti anak muda tersebut merupakan bagian dari Asia Climate Strike yang dilaksanakan serentak di sejumlah negara Asia.
Sarwono mengakui bahwa permasalahan lingkungan saat ini semakin kompleks dan bersifat global hingga lokal. Oleh karena itu, semua pihak harus pandai membuat prioritas dalam menghadapi masalah lingkungan ini. Fokus prioritas yang dinilai esensial untuk eksistensi manusia ini terkait dengan aspek pangan, air, dan energi.
Keterlibatan generasi muda dalam menangani isu lingkungan juga sempat disinggung Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya dalam forum Y20 Indonesia 2022, akhir Mei lalu. Generasi muda diyakini bisa menjadi aktor serta berperan aktif dalam menekan emisi gas rumah kacadan memperkuat ketahanan iklim.
Generasi muda juga diyakini sangat berpengaruh dalam keberhasilan agenda iklim global karena berani mengemukakan pendapat, memiliki ide baru dan inovatif, serta mempunyai solidaritas dan kesadaran sosial yang tinggi.
Selain itu, pemuda diharapkan mengetahui agenda pengendalian perubahan iklim, seperti mengurangi, menggunakan kembali, dan mendaur ulang sampah. Agenda lain adalah transisi energi dengan mendorong penggunaan sumber energi terbarukan dan ramah lingkungan serta membatasi penggunaan kendaraan berbahan bakar fosil.
Melindungi kawasan konservasi
Guru Besar Pengelolaan Satwa Liar dan Konservasi Alam IPB University Hadi S Alikodra mengatakan, dari sejumlah program lingkungan dan keberlanjutan yang dicetuskan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), terdapat tiga aspek yang perlu diprioritaskan, yakni pangan, kesehatan, dan energi. Upaya ini, salah satunya, bisa dilakukan dengan melindungi dan melestarikan kawasan konservasi.
KOMPAS/PRADIPTA PANDU MUSTIKA
Bentang alam Taman Nasional Danau Sentarum di Kabupaten Kapuas Hulu, Kalimantan Barat, Minggu (6/2/2022).
Hadi menegaskan, Indonesia memiliki 27 juta hektar kawasan konservasi yang perlu diwariskan kepada generasi mendatang. Oleh karena itu, pengelolaan kawasan konservasi ini perlu mencakup tiga dimensi, yakni melindungi, melestarikan, dan memanfaatkan.
Saat ini, Hadi dengan para ahli juga tengah berkolaborasi untuk mengeksplorasi lebih lanjut beragam bakteri yang berada di puncak gunung dan laut dalam. Pemanfaatan bakteri dengan menggabungkannya menjadi satu kesatuan akan menciptakan satu spesies bakteri baru yang berguna untuk mencegah pelapukan.
”Tugas kita sekarang, bagaimana mengomersialisasikan biodiversitas dengan bioprospeksi. Potensi biodiversitas Indonesia ini kalau tidak dimanfaatkan akan habis diambil atau dicuri oleh negara-negara lain yang lebih maju,” tuturnya.