Ada banyak spesies flora dan fauna di dunia menghadapi ancaman kepunahan akibat hilangnya habitat. Tanpa upaya bersama, spesies-spesies itu tak lagi tersisa di Bumi.
Oleh
PRADIPTA PANDU MUSTIKA
·5 menit baca
Kepunahan spesies flora dan fauna di seluruh dunia kini kian nyata. Daftar merah dari Badan Konservasi Dunia (IUCN) saat ini berisi 40.000 spesies di dunia yang berstatus terancam punah.Jumlah tersebut termasuk di antaranya 41 persen amfibi, 37 persen hiu dan pari, 34 persen tumbuhan runjung, 33 persen terumbu karang, 28 persen krustasea, 26 persen mamalia, 21 persen reptil, dan 13 persen burung.
Analisis dan penilaian terbaru dari IUCN serta para peneliti menunjukkan lebih dari 10.000 spesies reptil di dunia berada pada risiko kepunahan. Dari jumlah tersebut, sebanyak 1.829 spesies reptil dikategorikan rentan, terancam punah, dan sangat terancam punah. Bahkan, 58 persen buaya dan 50 persen kura-kura paling berisiko mengalami kepunahan.
Ancaman kepunahan ini, menurut IUCN, tidak terlepas dari hilangnya habitat karena perluasan pertanian, penggundulan hutan, dan pembangunan perkotaan, khususnya di wilayah Asia Selatan dan Tenggara. Ancaman substansial lainnya terkait dengan perburuan ilegal dan penangkapan yang tidak berkelanjutan.
Perlu juga menyelesaikan strategi konservasi spesies, khususnya orangutan, badak, harimau sumatera, gajah, dan komodo. (Jeri Imansyah)
Selain reptil, burung juga menjadi salah satu spesies yang paling banyak mengalami penurunan populasi selama beberapa tahun terakhir. Hal ini juga ditegaskan hasil studi terbaru para peneliti dan ahli ornitologi dari perguruan tinggi serta lembaga internasional yang terbit di jurnal Annual Review of Environment and Resources, 4 Mei 2022.
Para peneliti meninjau keanekaragaman hayati burung menggunakan data IUCN guna mengungkap perubahan populasi 11.000 spesies burung di seluruh dunia. Hasilnya, sekitar 48 persen spesies burungdi seluruh dunia diketahui atau diduga mengalami penurunan populasi dan hanya 6 persen yang mengalami peningkatan populasi.
Indonesia sebagai habitat lebih dari 1.800 spesies burung juga tak luput dari ancaman kepunahan. Berdasarkan laporan Status Burung Indonesia 2022, burung-burung di Indonesia masuk kategori risiko kepunahan tertinggi di dunia. Sebanyak 12 persen dari keseluruhan burung yang terancam punah di dunia berada di Indonesia.
Senada dengan hasil studi lainnya, penurunan populasi burung ini juga terjadi akibat hilangnya dan degradasi habitat alami serta eksploitasi yang berlebihan. Oleh karena itu, peningkatan populasi burung maupun spesies lainnya ke depan sangat bergantung pada upaya untuk menghentikan degradasi habitat dan melakukan restorasi ekosistem.
Hari Keanekaragaman Hayati Internasional yang diperingati setiap 22 Mei menjadi tonggak sejumlah negara memulai upaya untuk mengembalikan hilangnya spesies ini. Merujuk situs Program Pembangunan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNDP), sebanyak 139 negara telah menerima bantuan dana dari Fasilitas Lingkungan Global (GEF) untuk mempercepat upaya melestarikan, melindungi, dan memulihkan spesies serta ekosistem.
Pembiayaan dari GEF dengan total43 juta dollar AS akan memberi negara berkembang sarana untuk segera menerapkan Kerangka Kerja Keanekaragaman Hayati Global Pasca-2020. Kerangka kerja ini disusun untuk menghentikan kepunahan spesies sekaligus melindungi 30 persen wilayah darat dan laut yang akan disetujui pada Konvensi Keanekaragaman Hayati (CBD) Ke-15 di Kunming, China, akhir tahun ini.
Negara penerima dana nantinya akan menyelaraskan upaya penyelamatan keanekaragaman hayati dengan kebijakan nasional, target, keuangan, hingga sistem pemantauan. Proses penyelarasan program penyelamatan keanekaragaman hayati juga akan melibatkan langsung tim teknis dari UNDP dan Program Lingkungan PBB (UNEP).
”Saat kita merayakan Hari Keanekaragaman Hayati Internasional, komitmen ini menunjukkan bahwa dunia untuk mengakhiri perusakan alam. Tindakan awal ini akan mempersiapkan semua pihak untuk memobilisasi aksi yang akan dilakukan dalam 10 tahun ke depan,” ujar Sekretaris Eksekutif CBD Elizabeth Mrema dalam keterangan resminya, Jumat (20/5/2022).
Proteksi kawasan
Keberadaan kawasan konservasi menjadi sangat penting dalam upaya melindungi spesies terancam punah ini, termasuk di Indonesia. Berdasarkan data statistik Direktorat Jenderal Konservasi dan Sumber Daya Ekosistem Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan tahun 2020, Indonesia memiliki 560 kawasan konservasi.
Kawasan konservasi ini meliputi cagar alam (212), taman wisata alam (133), suaka margasatwa (80), taman nasional (54), taman hutan rakyat (36), kawasan suaka alam/kawasan pelestarian alam (34), dan taman buru (11).
Anggota Kelompok Kerja Kebijakan Konservasi, Jeri Imansyah, menyatakan terdapat beberapa upaya mendesak yang perlu segera dilakukan semua pihak dalam penyelamatan dan pelestarian spesies di Indonesia. Salah satu upaya tersebut adalah dengan memproteksi dan mengelola kawasan lindung serta ekosistem esensial terpadu yang menjadi habitat spesies terancam punah tersebut.
”Perlu juga menyelesaikan strategi konservasi spesies, khususnya orangutan, badak, harimau sumatera, gajah, dan komodo. Strategi tersebut sudah ada drafnya dan masih dalam proses pembahasan. Strategi ini sangat mendesak sebagai panduan semua pihak untuk melakukan sinkronisasi, baik pemerintah daerah, organisasi, maupun swasta,” ucapnya.
Dari aspek regulasi, pemerintah dan DPR perlu segera menyelesaikan Rancangan Undang-Undang tentang Konservasi Keanekaragaman Hayati. Sebab, regulasi tentang konservasi di Indonesia yang berusia 30 tahun sudah tidak relevan digunakan saat ini dan tidak optimalnya sanksi bagi kasus perdagangan satwa ilegal.
Selain itu, tambah Jeri, semua pihak harus menerapkan manajemen krisis untuk memulihkan spesies kunci. Hal ini dapat dilakukan dengan membuat tim khusus, menerapkan skenario respons, menganalisis berbagai strategi yang diterapkan, hingga melakukan monitoring dan evaluasi untuk menentukan skala prioritas.
Sementara itu, dalam melindungi keanekaragaman hayati, khususnya di level genetik, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan serta sejumlah pihak terkait berencana membangun pusat plasma nutfah Indonesia di ibu kota negara baru, Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur. Pusat plasma nutfah akan memiliki beberapa komponen, seperti biobank, laboratorium assisted reproduction technology dan kultur jaringan, serta persemaian atau kebun benih dan tegakan benih.