Pengembangan Vaksin Penyakit Mulut dan Kuku Terus Dipercepat
Pusat Veterinaria Farma terus mempercepat pengembangan vaksin dalam negeri untuk menanggulangi wabah penyakit mulut dan kuku pada hewan ternak. Sebanyak 200.000 dosis vaksin ditargetkan dapat diproduksi massal.
Oleh
PRADIPTA PANDU MUSTIKA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Selain membatasi pergerakan hewan ternak, vaksinasi menjadi salah satu upaya yang dilakukan pemerintah untuk menanggulangi wabah penyakit mulut dan kuku atau PMK. Saat ini, pengembangan vaksin dalam negeri tengah dilakukan dan ditargetkan sebanyak 200.000 dosis dapat diproduksi secara massal.
Kepala Pusat Veterinaria Farma (Pusvetma) Eddy Boedi Susila menyatakan, Pusvetma telah melaksanakan isolasi virus di lapangan sejak wabah PMK mulai menyerang hewan ternak di sejumlah daerah. Setelah itu, Pusvetma juga melakukan karakterisasi, purifikasi, dan sejumlah pengujian di laboratorium untuk mengembangkan calon vaksin.
”Mudah-mudahan minggu ini kami sudah bisa menyelesaikan pasase yang tengah dilaksanakan. Kami juga sedang menghitung titer (tes untuk mengetahui tingkat antibodi) dan setelah diketahui akan langsung melakukan produksi vaksin secepatnya,” ujarnya dalam diskusi daring bertajuk ”Antisipasi dan Kewaspadaan PMK sebagai Re-emerging Disease”, Sabtu (21/5/2022).
Terkait dengan kapasitas vaksin, Eddy menyebut bahwa Pusvetma ditugaskan membuat 200.000 dosis. Produksi massal vaksin ini menggunakan fasilitas kultur jaringan (tissue culture) milik Pusvetma yang sudah kerap dipakai untuk produksi vaksin rabies.
Eddy menyatakan, Pusvetma terus berkoordinasi dengan Kementerian Pertanian untuk secepatnya melakukan proses produksi vaksin secara massal. Salah satu strategi untuk mempercepat produksi massal ini adalah berkolaborasi dengan pihak swasta yang memiliki lini produksi sesuai dengan metode pembuatan vaksin kultur jaringan.
Virolog sekaligus Guru Besar Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga Suwarno mengatakan, selain melarang keluar masuknya hewan dari daerah wabah, penanggulangan wabah PMK juga dapat dilakukan dengan vaksinasi. Korea Selatan merupakan contoh negara yang berhasil menanggulangi PMK pada 2010 melalui vaksinasi.
Menurut Suwarno, pemilihan vaksin yang tepat harus disesuakan dengan dengan strain di daerah wabah. Program vaksinasi ini dapat dicapai dengan produksi vaksin dalam negeri ataupun impor. Vaksinasi dapat menggunakan jenis monovalen untuk satu tipe virus PMK atau polivalen untuk gabungan tipe O, A, Asia-1, SAT-1, dan SAT-2.
”Penyebaran virus PMK di Indonesia sangat cepat sehingga diperlukan biosecurity yang kuat terutama dalam memilih disinfektan. Pengobatan simptomatis dan suportif juga sangat diperlukan untuk menguatkan sistem imun tubuh hewan ternak,” ucapnya.
Terkait dengan isu terapi herbal untuk mengobati PMK pada hewan ternak, Suwarno menyebut bahwa selama ini belum ada penelitian khusus guna mengetahui manfaatnya. Namun, terapi herbal menggunakan parutan kunyit yang dilakukan peternak di Sidoarjo, Jawa Timur, diakui cukup efektif dalam meningkatkan kekebalan tubuh hewan ternak.
Selain melarang keluar masuknya hewan dari daerah wabah, penanggulangan wabah PMK juga dapat dilakukan dengan vaksinasi.
”Reaksi ini terkait dengan adanya antipiretik yang terkandung dalam kunyit dan juga bisa sebagai antiinflamasi. Jadi intinya terapi herbal ini mungkin bersifat imunomodulator yang dapat meningkatkan kekebalan sapi dari virus PMK,” katanya.
Perkembangan kasus
Hingga 19 Mei 2022, Kementerian Pertanian mencatat terdapat 16.043 ekor hewan ternak di 15 provinsi dan 60 kabupaten/kota yang terkena wabah PMK. Dari jumlah tersebut, sebanyak 4.340 ekor atau 27,05 persen telah sembuh dan 232 ekor (1,45 persen) dinyatakan mati. Kasus PMK tertinggi berada di wilayah Bangka Belitung (14,39 persen) dan Aceh (13 persen).
Kepala Subdirektorat Pengawasan Keamanan Produk Hewan Kementan Imron Suandy menyatakan, Menteri Pertanian telah menetapkan PMK sebagai wabah di Indonesia pada 9 Mei melalui Keputusan Nomor 403 dan 404 Tahun 2022. Melalui keputusan ini, Kementan juga telah menetapkan rencana aksi, baik yang bersifat darurat, temporal, maupun permanen.
Rencana aksi yang bersifat darurat, di antaranya, memotong paksa ternak positif PMK, menutup zona wabah dengan radius 3-10 kilometer, memberi multivitamin, dan menghentikan sementara pelayanan inseminasi buatan. Sementara upaya yang bersifat permanen adalah pembuatan vaksin, vaksinasi massal, dan surveilans rutin.
”Untuk lalu lintas hewan ternak sudah ada pembatasan dan telah dikoordinasikan dengan satuan tugas pangan serta penutupan pasar ternak di daerah wabah. Kemudian untuk distribusi obat tahap pertama sudah selesai dilakukan dan tahap kedua serta ketiga bulan ini masih dilaksanakan,” tuturnya.
Selain itu, tambah Imron, Kementan beserta Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan Kementerian Dalam Negeri juga tengah menyiapkan sejumlah persyaratan dan tata cara pelaksanaan kurban pada situasi wabah PMK menjelang Idul Adha Juli nanti. Beberapa persyaratan dan tata cara ini mencakup tempat penjualan, prosedur pemotongan, penanganan karkas atau daging, pendistribusian, serta penanganan daging.