Pemeriksaan tekanan darah sebaiknya tidak hanya dilakukan satu kali. Ini diperlukan untuk mencegah risiko terjadinya hipertensi terselubung.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemeriksaan tekanan darah rutin diperlukan sebagai upaya deteksi dini gangguan hipertensi. Dalam pemeriksaan rutin, pengukuran tekanan darah yang akurat pun tidak kalah penting. Hal ini perlu diperhatikan untuk mengantisipasi hipertensi terselubung.
Ketua Perhimpunan Dokter Hipertensi Indonesia Erwinanto di Jakarta, Kamis (12/5/2022), menuturkan, kondisi hipertensi seseorang hanya bisa ditentukan melalui pengukuran tekanan darah. Adapun tekanan darah disebut normal apabila dalam pengukuran di klinik hasilnya kurang dari atau sama dengan 140/90 milimeter air raksa (mmHg).
”Pastikan pula kita mengukur tekanan darah secara akurat. Sebaiknya ketika mengukur tekanan darah tidak hanya dilakukan sekali. Jika diperlukan, pengukuran tekanan darah juga bisa dilakukan di rumah,” katanya.
Menurut dia, pengukuran tekanan darah di rumah diperlukan untuk mencegah risiko hipertensi terselubung (masked hypertension). Ketika melakukan pemeriksaan tekanan darah di klinik terkadang menunjukkan hasil yang normal, tetapi tekanan darah akan meningkat ketika diukur di luar klinik, seperti di rumah.
Erwinanto mengatakan, hipertensi terselubung ini bisa terjadi karena biasanya orang yang memeriksakan tekanan darah di rumah melakukannya lebih dari sekali, bahkan bisa empat hari sekali dalam seminggu. Hal ini membuat hasil pemeriksaan tekanan darah dinilai lebih akurat. Setidaknya 15 persen orang yang melakukan pemeriksaan di klinik mengalami hipertensi terselubung.
”Jadi, jangan salah kalau di klinik diketahui tidak ada hipertensi tetapi ternyata ketika memeriksa di rumah baru ketahuan jika memiliki hipertensi,” ujarnya.
Selain itu, Erwinanto menyampaikan, masyarakat perlu mewaspadai adanya hipertensi ”jas putih”. Kondisi ini terjadi ketika tekanan darah meningkat ketika melakukan pemeriksaan di klinik tetapi menjadi normal ketika diukur di luar klinik, termasuk ketika memeriksakan diri di rumah.
Jika diperlukan, pengukuran tekanan darah juga bisa dilakukan di rumah.
Hipertensi ”jas putih” bisa disebabkan rasa tidak nyaman berada di tempat pemeriksaan. Rasa tidak nyaman tersebut bisa juga muncul ketika bertemu dengan dokter atau perawat. Setidaknya kondisi ini ditemukan hingga 30 persen dari pemeriksaan yang dilakukan di klinik.
Oleh sebab itu, pemeriksaan hipertensi perlu dilakukan di rumah. Namun, tidak semua orang memiliki alat pengukur tekanan darah di rumah. ”Untuk mengurangi risiko hipertensi ’jas putih’, kita mengusulkan agar hipertensi tidak ditegakkan dengan satu kali pemeriksaan di klinik. Jadi setidaknya perlu dua kali pemeriksaan,” tuturnya.
Ia menyampaikan, melalui pemeriksaan rutin diharapkan hipertensi dapat dideteksi sejak dini. Dengan begitu, kondisi hipertensi yang dimiliki bisa dikendalikan. Hipertensi yang tidak terkendali dapat berisiko menyebabkan komplikasi lebih berat, seperti penyakit jantung, stroke, dan gagal ginjal.
Data di Indonesia menunjukkan, hanya tiga dari sepuluh penderita penyakit tidak menular yang terdeteksi sementara lainnya tidak mengetahui bahwa dirinya sakit. Data Riset Kesehatan Dasar 2018 pun memperlihatkan prevalensi hipertensi di Indonesia sebesar 34,1 persen dan hanya 8,8 persen penderita hipertensi yang terdiagnosis. Dari yang terdiagnosis itu, 50 persennya minum obat secara teratur.
Pelaksana Tugas Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular (P2PTM) Elvieda Sariwati menambahkan, pemerintah telah menyusun strategi dalam pengendalian hipertensi. Strategi tersebut meliputi aspek regulasi, promosi kesehatan dan edukasi, deteksi dini, penanganan, serta studi dan riset.
”Memperingati Hari Hipertensi Sedunia yang jatuh pada 17 Mei, Kementerian Kesehatan berinisiatif mendorong gerakan pemeriksaan hipertensi serentak. Setiap daerah pun diharapkan berinovasi untuk melakukan jemput bola pemeriksaan hipertensi di masyarakat,” tuturnya.