Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual membangkitkan harapan para korban kekerasan seksual untuk mendapat keadilan. Semakin cepat UU TPKS diterapkan, semakin banyak korban diselamatkan.
Oleh
SONYA HELLEN SINOMBOR
·4 menit baca
Tanggal 12 April 2022 akan menjadi momen yang tidak terlupakan dalam sejarah pergerakan perempuan di Tanah Air. Sebab, perjuangan menghadirkan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual yang telah dimulai lebih dari satu dekade lalu, akhirnya berhasil. Indonesia akhirnya memiliki regulasi yang mengatur pencegahan dan penghapusan kekerasan seksual, yang sesuai dengan harapan publik.
Di luar ekspektasi dan dugaan publik, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) benar-benar memberikan kejutan. Bagai berada di jalan bebas hambatan, pembahasan hingga pengesahan RUU TPKS bergerak bagaikan mobil yang melaju kencang menuju ke tujuannya. Padahal, sebelumnya proses legislasinya tersendat-sendat, bahkan menguras energi dan emosi, dan diwarnai pro kontra.
Tidak heran jika saat proses pembahasan Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) berlangsung maraton (non-stop setiap hari sejak 28 Maret hingga 6 April 2022). Perasaan was-was dan kekhawatiran bahwa pembahasan RUU TPKS tidak akan berjalan mulus sempat menghantui para aktivis pendamping korban kekerasan seksual yang setiap hari mengawal proses pembahasan tersebut.
Namun, semua kekhawatiran itu sirna saat DPR dan Pemerintah menyelesaikan pembahasan RUU TPKS pada tanggal 6 April 2022. Apalagi, tak sampai sepekan, pada Selasa (12/4), DPR langsung menggelar Rapat Paripurna DPR Pengambilan Keputusan atas RUU TPKS. Maka, ketika Ketua DPR Puan Maharani mengetok palu, mengesahkan persetujuan DPR atas UU TPKS, apresiasi pun dilayangkan pada DPR dan pemerintah.
DPR menuai pujian. Sebab setelah perjalanan yang panjang, akhirnya DPR dan Pemerintah mewujudkan UU TPKS. Tak heran jika apresiasi pun mengalir pada Badan Legislasi DPR yang diketuai Supratman Andi Agtas dan Ketua Panitia Kerja RUU TPKS Willy Aditya, serta tim pemerintah yang dipimpin Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) I Gusti Ayu Bintang Darmawati dan Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) Eddy OS Hiariej.
Sejumlah anggota DPR yang selama proses pembahasan aktif bersuara, memperjuangkan agar pasal-pasal di dalam RUU TPKS benar-benar pro korban mendapat simpati. Selain Ketua Panja RUU TPKS Willy Aditya (Fraksi Partai Nasdem) yang dinilai berhasil memimpin sidang-sidang pembahasan RUU TPKS, karena suasananya cair dan jauh dari suasana ketegangan, perhatian pun tertuju pada sejumlah wakil rakyat yang suara-suaranya mewarnai ruang sidang pembahasan RUU TPKS.
Misalnya, ada trio perempuan anggota dewan, yakni Luluk Nur Hamidah (Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa), My Esti Wijayanti (Fraksi Partai Demokrasi Indonesia-Perjuangan), Christina Aryani (Fraksi Partai Golkar). Suara tiga perempuan bergantian mewarnai sepanjang hari-hari pembahasan RUU tersebut.
“Terlibat dalam pembahasan RUU TPKS, menjadi pengalaman yang luar biasa bagi saya. Ini RUU yang begitu personal, mewakili perasaan ‘nyaris’ perasaan semua orang. Mewakili kepentingan, harapan kita, dan mewakili kecemasan, kekhawatiran, ketakutan begitu banyak orang, khususnya korban, atau bahkan keluarga korban, atau pihak yang begitu peduli pada korban,” papar Luluk.
Luluk memaparkan perasaannya, ketika setiap kali memasuki ruang DPR untuk pembahasan RUU TPKS, dia selalu menyempatkan diri berdoa. “Tidak ada yang sempurna, karena ini hasil manusia, tapi ikhtiar yang terbaik adalah kewajiban bagi saya secara pribadi. Terkadang saat pembahasan beberapa kali harus pejamkan mata, rasakan spirit dan kepedihan korban. Tak ada orang yang ingin di tempat mereka, menjadi korban, atau sengaja menyediakan dirinya menjadi korban,”ungkap Luluk.
Tak hanya perempuan, anggota dewan laki-laki pun tak kalah gigih memperjuangkan pasal-pasal yang dinilai krusial dan penting untuk diakomodir. Selain Willy, ada Taufik Basari (Fraksi Partai Nasdem), dan Supriansa (Fraksi Partai Golkar). Selain nama-nama tersebut ada juga sejumlah aleg perempuan maupun laki-laki lain yang juga ikut berpartisipasi dalam proses pembahasan RUU TPKS.
Rasa haru juga melanda Taufik Basari. “Ini merupakan perjalanan yang panjang. Alhamdulillah, kita akhirnya punya UU TPKS,” ujar Taufik. Bagi Willy, sebagai Ketua Panja RUU TPKS, UU TPKS merupakan hasil perjuangan bersama.
“Semoga Indonesia menjadi kado bangsa Indonesia. Ini harus menjadi gerakan bersama. Kita berharap tidak ada lagi kesewenang-wenangan. Tidak ada lagi relasi kuasa, tidak semau-maunya. Kemudian, penegak hukum, polisi, jaksa, hakim mesti memastikan bagaimana UU ini bisa dijalankan. Sebaik apapun UU kalau tidak operasional, tidak ada gunanya,” papar Willy.
UU TPKS telah disetujui DPR, tinggal menanti pengumuman diundangkan dalam lembaran negara, dan tentu saja harapannya, semua aturan turunan dari UU TPKS segera disusun dan diterbitkan, sehingga UU TPKS bisa diimplementasikan. Karena para korban sudah menanti.