Reumatik pada Anak Tidak Selalu Disertai Nyeri Sendi
Penyakit reumatik juga bisa dialami oleh usia anak. Namun, reumatik pada anak tidak selalu ditandai dengan gejala peradangan pada sendi.
Reumatik yang sering dikaitkan dengan penyakit degeneratif pada orang lanjut usia nyatanya juga dapat terjadi pada usia anak. Namun, reumatik yang dialami pada anak berbeda dengan reumatik pada dewasa.
Reumatik pada anak tidak selalu ditandai dengan gejala nyeri sendi atau artritis. Reumatik pada anak merupakan sekumpulan penyakit kronis yang terjadi akibat peradangan pada muskuloskeletal, yakni peradangan pada otot, sendi, dan jaringan ikat lainnya.
Dokter spesialis anak konsultan alergi imunologi sekaligus Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran Budi Setiabudiawan menuturkan, penyakit reumatik pada anak tidak selalu disertai dengan peradangan pada sendi. Adapun penyakit yang termasuk dalam penyakit reumatik pada anak, antara lain, lupus, juvenile rheumatoid arthritis (JRA), dan henoch-schonlein purpura (HSP).
”Pada penyakit lupus, JRA, dan HSP bisa ditandai dengan adanya radang sendi. Namun, dalam diagnosis penyakit tersebut tidak harus ada radang sendi. Terkecuali pada penyakit JRA yang memang murni terjadi radang sendi,” katanya dalam acara yang diselenggarakan secara virtual oleh Ikatan Dokter Anak Indonesia pada akhir Maret 2022.
Penyakit reumatik pada anak tidak selalu disertai dengan peradangan pada sendi. Adapun penyakit yang termasuk dalam penyakit reumatik pada anak, antara lain, lupus, ’juvenile rheumatoid arthritis’ (JRA), dan ’henoch-schonlein purpura’ (HSP).
Budi memaparkan, penyakit lupus atau yang sering disebut penyakit dengan seribu wajah memiliki sejumlah kriteria untuk diagnosis. Gejala yang biasa muncul pada pasien lupus, yaitu radang sendi, ruam kemerahan pada area pipi, sariawan pada mulut dan hidung, adanya cairan di paru-paru dan jantung, bercak diskoid (bercak pada kulit berbentuk seperti koin), dan rambut rontok.
Untuk mendiagnosis lupus, setidaknya perlu ada empat dari 11 gejala umum yang ditemui pada pasien lupus. Peradangan pada sendi hanya salah satu kriteria dari gejala lupus, tetapi tidak selalu dialami oleh pasien lupus.
Pada penyakit reumatik lainnya, seperti HSP, peradangan pada sendi juga merupakan salah satu gejala yang bisa dialami. Selain radang pada sendi, gejala lain yang bisa muncul ialah ruam kemerahan di kulit, terutama di bagian tungkai serta nyeri pada saluran cerna. Namun, sama seperti lupus, anak yang mengalami HSP tidak selalu memiliki gejala nyeri sendi.
Namun, khusus penyakit reumatik JRA, gejala yang paling khas dirasakan oleh pasien ialah adanya peradangan pada sendi. Peradangan ini bisa muncul dalam bentuk bengkak, kemerahan, adanya rasa panas, sakit, serta keterbatasan pergerakan pada sendi.
Baca juga: Mencari Obat Osteoartritis
”Penyakit JRA ini yang biasanya dikenal oleh masyarakat sebagai reumatik pada anak, padahal sebetulnya JRA ini bagian dari reumatik pada anak,” kata Budi.
Seorang anak dapat dikatakan mengalami JRA apabila mengalami peradangan pada sendi yang menetap lebih dari enam minggu. Umumnya, anak yang mengalami JRA berusia di bawah 16 tahun. Selain itu, diagnosis JRA dapat ditegakkan setelah penyebab artritis atau peradangan sendi lainnya telah disingkirkan.
Selain lupus, JRA, dan HSP, terdapat penyakit lain yang termasuk dalam penyakit reumatik pada anak, yakni penyakit jantung reumatik dan demam reumatik akut. Demam reumatik akut yang tidak diterapi dengan baik akan menimbulkan gejala sisa pada jantung yang kemudian menjadi penyakit jantung reumatik (PJR).
Kendala
Merujuk pada jurnal berjudul ”Spektrum Penyakit Reumatik Anak di Nigeria” yang dipublikasi pada 2017 di Pediatric Rheumatology Online Journal, kurangnya tenaga kesehatan profesional yang terkait dengan reumatologi anak menjadi kendala yang dihadapi dalam layanan pada anak dengan penyakit reumatik. Deteksi dini pun sulit dilakukan karena kurangnya sumber daya yang memadai.
Dalam jurnal itu disebutkan, kurangnya ahli reumatologi anak serta minimnya kesadaran akan penyakit ini membuat diagnosis dini sering luput dilakukan. Itu terutama terjadi di negara berkembang. Akibatnya, prevalensi penyakit reumatik pada anak di negara berkembang pun sulit ditentukan.
Dari data yang tersedia diketahui prevalensi anak dengan penyakit reumatik di antara semua kasus yang dirujuk ke klinik reumatologi anak di Singapura sebesar 57,8 persen, sedangkan di empat provinsi di Kanada prevalensi anak dengan penyakit reumatik autoimun sistemik sebanyak 2 kasus dari 10.000 populasi berusia 18 tahun ke bawah. Sekitar 300.000 anak di Amerika Serikat pun tercatat menderita penyakit reumatik.
Faktor penyebab
Budi mengatakan, sebagian besar penyakit reumatik pada anak disebabkan oleh faktor genetik, lingkungan, dan hormonal. Karena itu, upaya pencegahan tidak dapat dilakukan secara spesifik.
”Pencegahan memang belum bisa dilakukan, tetapi kita bisa melakukan upaya deteksi sedini mungkin pada penyakit reumatik ini,” ucapnya.
Pemeriksaan lebih lanjut dapat dilakukan pada anak yang mengalami tanda dan gejala dari penyakit yang termasuk dalam penyakit reumatik. Kewaspadaan pun perlu ditingkatkan apabila orangtua memiliki riwayat penyakit reumatik, seperti lupus.
Khusus pada penyakit lupus, penyakit reumatik ini bisa terjadi sejak lahir atau yang disebut sebagai neonatal lupus. Sementara JRA bisa terjadi pada semua usia anak di bawah 16 tahun meski jarang ditemui pada usia bayi.
Dengan deteksi dini, penyakit reumatik pada anak ini juga dapat dikendalikan sehingga dapat mencegah terjadi kekambuhan. Kualitas hidup anak pun bisa tetap optimal jika mendapatkan perawatan yang baik.
Budi menuturkan, anak dengan penyakit reumatik tidak selalu memerlukan pengobatan seumur hidup. Pada anak dengan HSP, obat umumnya diberikan selama dua minggu dan kemudian dilanjutkan dengan pemantauan rutin.
Sementara pada lupus, obat perlu diberikan dalam jangka panjang, tetapi pada jangka waktu tertentu dapat diberikan obat dengan efek samping yang minimal. Pengendalian pada faktor risiko dari lingkungan pun perlu dilakukan untuk mencegah terjadi kekambuhan reumatik pada anak.
Hal lain yang juga perlu diperhatikan adalah risiko munculnya penyakit lupus atau systemic lupus erythematosus (SLE). Penyakit reumatik pada anak berupa lupus ini lebih banyak ditemukan pada perempuan dibandingkan dengan laki-laki, yakni sembilan perempuan berbanding satu kasus laki-laki. Pada JRA, jumlah kasus pada perempuan juga lebih banyak ditemukan dengan perbandingan empat berbanding satu antara kasus perempuan dan laki-laki.
Baca juga: Jahe untuk Melawan Reumatik dan Nyeri Otot
”Untuk itu, salah satu penyebab utamanya bisa terjadi karena faktor hormonal,” katanya.
Oleh sebab itu, kata Budi, orangtua yang memiliki riwayat dengan penyakit yang terkait dengan reumatik pada anak perlu lebih perhatian pada anak perempuannya. Hal ini terutama pada anak yang menunjukkan gejala penyakit.