Anak Krakatau Menjadi Siaga, Penyeberangan Masih Aman
Aktivitas Gunung Anak Krakatau meningkat sehingga level bahayanya dinaikkan menjadi Siaga. Selain bahaya primer dari lontaran batu pijar, erupsi gunung ini juga bisa memicu longsor dan tsunami.
Oleh
AHMAD ARIF
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kegempaan di Gunung Anak Krakatau meningkat, diikuti dengan keluarnya kolom abu hingga 3.000 meter sehingga statusnya dinaikkan menjadi bahaya tingkat tiga atau Siaga. Masyarakat dilarang mendekati kawah gunung di Selat Sunda ini hingga radius lima kilometer dan penyeberangan Merak-Bakauheni dinilai masih aman.
”Telah terjadi kenaikan aktivitas yang signifikan di Gunung Anak Krakatau (GAK). Berdasarkan data visual dan instrumental, Badan Geologi menaikkan status GAK yang semula level 2 atau Waspada menjadi level 3 atau Siaga, mulai 24 April 2022, pukul 18.00 WIB,” kata Sekretaris Badan Geologi Ediar Usman, dalam keterangan pers, Senin (25/4/2022).
Menurut Ediar, kenaikan status ini sudah dikoordinasikan dengan para pihak di lintas-kementerian dan lembaga, terutama dengan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Badan Penanggulangan Bencana Daerah Lampung dan Banten, serta Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika.
Letusannya belum bisa diprediksi, tetapi kecenderungan meningkat, sehingga pada 24 April status dinaikkan dari level 2 menjadi level 3 Siaga. Rekomendasinya, tidak diperbolehkan mendekati radius 5 km dari kawah aktif. (Hendra Gunawan)
Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi Hendra Gunawan mengatakan, peningkatan gempa vulkanik dalam di Anak Krakatau telah terjadi sejak Februari 2022 dan berulang pada 15 April 2022. Hal ini juga diikuti terjadinya tremor terus-menerus, dengan tren meningkat.
Menurut Hendra, sejak 21 April terekam embusan asap dari kawah dengan tinggi 1.000-2.000 meter (m). Gas SO2 yang dikeluarkan juga mengalami peningkatan. Pada 15 April sebesar 62 ton per hari, menjadi 181 ton per hari pada 18 April dan menjadi 9.000 ton per hari pada 23 April. Selain itu, pada 17 April sudah terjadi lontaran lava pijar.
”Bahkan, sehari terakhir tinggi kolom asap sudah mencapai 3.000 m, menunjukkan adanya kecocokan antara visual dan kegempaan,” kata Hendra.
Bahaya sekunder
Menurut Hendra, berdasarkan evaluasi dari semua aspek, ada kecenderungan aktivitas Gunung Anak Krakatau akan terus meningkat. ”Letusannya belum bisa diprediksi, tetapi kecenderungan meningkat, sehingga pada 24 April status dinaikkan dari level 2 menjadi level 3 Siaga. Rekomendasinya, tidak diperbolehkan mendekati radius 5 km dari kawah aktif,” katanya.
Hendra menambahkan, selain bahaya primer dari erupsi, Gunung Anak Krakatau juga bisa memicu bahaya sekunder. Seperti terjadi pada 2018, erupsi Anak Krakatau yang diikuti runtuhnya tubuh gunung ini memicu tsunami yang melanda pesisir Banten dan Lampung.
”Bahaya sekunder berupa longsor dari tubuh Anak Krakatau perlu diwaspadai. Namun, karena tubuhnya masih kecil, potensinya dinilai masih kecil. Akan dipantau lagi, dengan menggabungkan potensi vulkanik dan gerakan tanahnya, yang juga jadi tanggung jawab kami,” katanya.
Untuk memitigasi ancaman bahaya ini, menurut Hendra, pekan ini akan dilakukan latihan gabungan melibatkan para pihak lain, termasuk BMKG, dengan skenario ancaman berupa lontaran lava pijar hingga bahaya sekunder berupa longsor dan tsunami. ”Untuk jangka panjang, Badan Geologi akan memodernisasi peralatan di gunung api, salah satunya di GAK,” ujarnya.
Terkait arus mudik yang menggunakan transportasi laut di sekitar Selat Sunda, Hendra mengatakan, sejauh ini masih aman. ”Ancaman bahaya saat ini ada dalam radius 5 km. Sehingga jalur penyeberangan dari Merak masih relatif aman,” katanya.
Sekalipun demikian, Hendra meminta masyarakat mengikuti pemutakhiran informasi yang akan terus dimutakhirkan oleh Badan Geologi, terkait kondisi Anak Krakatau dan tingkatan bahayanya.