Melindungi Perempuan Indonesia dengan Vaksin HPV
Vaksinasi HPV menjadi salah satu upaya yang efektif untuk mencegah penularan kanker serviks atau kanker leher rahim. Pemberian vaksin ini dinilai penting untuk menekan kasus kanker serviks pada perempuan Indonesia.
Kanker serviks merupakan jenis kanker kedua terbanyak yang ditemukan pada perempuan. Jumlah kematiannya juga cukup tinggi. Padahal, kanker serviks termasuk jenis kanker yang penyebabnya dapat diketahui dan bisa dideteksi sejak dini.
Berdasarkan data Observasi Kanker Dunia (Globocan) Indonesia pada 2020, terdapat 36.633 kasus baru kanker serviks serta 21.003 kematian akibat kanker tersebut. Artinya, ada 50 kasus baru yang terdeteksi setiap hari dengan dua kematian setiap jam.
Berbeda dengan kanker lainnya yang penyebabnya tidak diketahui secara pasti, kanker serviks atau kanker leher rahim disebabkan oleh infeksi dari human papillomavirus atau HPV ganas, umumnya virus dengan tipe 16 dan 18. Terdapat berbagai faktor risiko yang bisa menyebabkan seseorang terinfeksi HPV. Namun, sebagian besar penularan terjadi melalui hubungan seksual.
Dokter spesialis kebidanan dan penyakit kandungan konsultan onkologi ginekologi RS Cipto Mangunkusumo, Laila Nuranna, menyampaikan, kematian akibat kanker serviks seharusnya dapat dicegah karena masa inkubasi dari virus yang cukup lama di dalam tubuh. Waktu yang dibutuhkan sejak infeksi terjadi hingga menjadi kanker bisa terjadi antara 3 dan 17 tahun.
Baca juga : Mencegah Kanker Serviks
Meski begitu, pada fase awal, kanker ini tidak menimbulkan gejala khusus. Oleh sebab itu, status kanker serviks baru diketahui sudah dalam kondisi yang buruk. Lebih dari 70 kasus kanker serviks ditemukan pada stadium lanjut. Itu sebabnya kanker serviks juga dikenal sebagai pembunuh dalam diam.
”Jadi, ketika seseorang terinfeksi virus HPV, tidak langsung menjadi kanker serviks. Ada tahap prakanker yang jika ditemukan sejak dini bisa lebih mudah diobati,” ucap Laila saat dihubungi dari Jakarta, Sabtu (23/4/2022).
Pencegahan
Seperti pada penanggulangan penyakit lainnya, pencegahan merupakan upaya terbaik untuk mengatasi kanker serviks. Laila, yang juga Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, menyebutkan, ada tiga pencegahan yang bisa dilakukan dalam penanganan kanker serviks, yakni pencegahan primer, pencegahan sekunder, dan pencegahan tersier.
Pencegahan tersier dilakukan oleh dokter ketika sudah ditemukan adanya kanker pada tubuh. Upaya ini dilakukan untuk mencegah terjadinya perburukan hingga kematian akibat kanker.
Ketika seseorang terinfeksi virus HPV, tidak langsung menjadi kanker serviks. Ada tahap prakanker yang jika ditemukan sejak dini bisa lebih mudah diobati.
Sementara pencegahan sekunder dapat dilakukan melalui deteksi dini. Ada tiga pemeriksaan yang bisa dilakukan untuk mendeteksi kanker serviks, yaitu dengan pemeriksaan IVA atau inspeksi visual dengan asam asetat, pemeriksaan tes usap HPV, dan pap smear.
”Deteksi dini dengan pemeriksaan IVA relatif lebih mudah dan murah. Pemeriksaan ini pun kini sudah bisa diakses di layanan kesehatan masyarakat seperti puskesmas. Hasil yang didapatkan dari pemeriksaan ini juga lebih cepat,” kata Laila.
Ia menambahkan, pemeriksaan untuk deteksi dini sebaiknya dilakukan setiap tiga tahun sekali, terutama pada perempuan yang sudah menikah atau sudah berhubungan seksual secara aktif. Disarankan tidak menunggu adanya gejala ataupun gangguan untuk melakukan pemeriksaan.
Untuk pencegahan primer, ini bisa dilakukan melalui berbagai penyuluhan dan kampanye pencegahan faktor risiko kanker serviks. Selain itu, pencegahan yang juga efektif adalah dengan vaksinasi HPV.
Vaksin HPV
Ketua Bidang Pendidikan dan Penyuluhan Yayasan Kanker Indonesia (YKI) Yurni Satria menyampaikan, pemberian vaksin HPV dalam pencegahan kanker serviks paling efektif dilakukan kepada anak usia 9-13 tahun. Namun, itu bukan berarti pemberian vaksin di usia yang lebih tua menjadi tidak baik.
Vaksin HPV yang diberikan kepada anak usia 9-13 tahun diketahui memiliki imunogenisitas atau kemampuan untuk membentuk antibodi yang paling optimal. Selain itu, risiko hubungan seksual pada kelompok usia ini dinilai rendah.
Baca juga : Dorong Vaksinasi untuk Remaja Putri
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pun merekomendasikan vaksin HPV diberikan kepada remaja putri usia 9-14 tahun. Pada usia tersebut vaksin yang diberikan sebanyak dua dosis dengan jarak interval antara dosis pertama dan kedua setidaknya enam bulan.
”Vaksin HPV diberikan untuk mencegah penularan kanker serviks sehingga tidak efektif jika virus ada di dalam tubuh. Jika sudah berisiko, sebaiknya lakukan pemeriksaan terlebih dahulu. Karena itu, perempuan yang sudah melakukan hubungan seksual secara aktif perlu melakukan deteksi kanker serviks terlebih dahulu,” ujar Yurni.
Program nasional
Dalam beberapa waktu terakhir ini, pemberian vaksin HPV ramai menjadi perbincangan di media sosial setelah Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menyatakan akan memberikan vaksin HPV secara gratis untuk masyarakat melalui program imunisasi nasional. Sebagian masyarakat menyambut baik keputusan tersebut, tetapi ada pula yang menolak pemberian vaksin HPV.
Kelompok yang menolak lebih banyak karena minimnya pemahaman dan informasi yang benar. Sebagian kelompok yang menolak menilai anak tidak perlu mendapatkan vaksin HPV karena belum berhubungan seksual. Padahal, manfaat pencegahan kanker serviks melalui vaksin HPV lebih efektif pada perempuan yang belum aktif melakukan hubungan seksual.
Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan Maxi Rein Rondonuwu mengatakan, vaksin HPV yang masuk dalam program imunisasi nasional diberikan kepada kelompok usia sekolah dasar kelas lima dan kelas enam. Pemilihan kelompok usia ini didasarkan atas rekomendasi WHO serta menimbang efisiensi dan efektivitas dari pemberian vaksin HPV.
Pelaksanaan imunisasi HPV di Indonesia sudah dimulai pada 2016. Pada tahap introduksi tahun 2016-2021, imunisasi HPV diberikan kepada anak perempuan kelas lima dan kelas enam di 20 kabupaten/kota. Itu antara lain di semua kota administrasi DKI Jakarta, semua kabupaten/kota di DI Yogyakarta, Kabupaten Sukoharjo dan Kabupaten Karanganyar (Jawa Tengah), serta Kota Denpasar dan Kabupaten Badung (Bali).
”Pada 2022 ini, selain di daerah yang sudah mendapatkan imunisasi HPV, perluasan introduksi akan dilakukan di 111 kabupaten/kota, yakni di semua kabupaten/kota di Provinsi Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, Sulawesi Utara, Gorontalo, dan Sulawesi Tenggara,” kata Maxi.
Baca juga : Cegah Kanker Serviks, Imunisasi HPV untuk Anak Usia Sekolah Digencarkan
Terdapat 889.813 anak usia sekolah dasar kelas lima dan kelas enam yang akan menjadi target sasaran imunisasi HPV pada 2022. Ditargetkan, cakupan imunisasi ini bisa mencapai 95 persen. Adapun pelaksanaannya akan dilakukan bersamaan dengan Bulan Imunisasi Anak Sekolah (BIAS) pada Agustus sampai September 2022.
Pelaksana Tugas Direktur Pengelolaan Imunisasi Kementerian Kesehatan Prima Yosephine menambahkan, cakupan imunisasi HPV menurut rencana akan diperluas di seluruh wilayah Indonesia pada 2023. Ditargetkan akan ada 2,7 juta anak perempuan yang bisa mendapatkan imunisasi HPV pada tahun depan.
Ia menegaskan, vaksin HPV ini tidak hanya ditujukan pada anak kelas lima dan kelas enam di sekolah formal. Anak dengan usia yang setara dengan kelas lima dan kelas enam sekolah dasar atau usia 11 tahun dan 12 tahun juga bisa mendapatkan akses yang sama. ”Pemerintah daerah perlu mendata dan memastikannya,” kata Prima.
Menurut dia, pelaksanaan imunisasi HPV belum bisa dilakukan secara nasional pada 2022 karena adanya keterbatasan ketersediaan vaksin di tingkat global. Saat ini, vaksin HPV yang digunakan masih harus diimpor.
”Di masa introduksi ini kami harap kampanye dan sosialisasi mengenai imunisasi HPV bisa lebih maksimal. Kami harap saat pelaksanaan nanti bisa lebih baik sehingga angka kejadian kanker serviks bisa kita tekan lewat intervensi sejak dini,” katanya.