Laboratorium untuk Rujukan Riset Produk Halal Diresmikan
BRIN meresmikan fasilitas riset pangan di Pusat Riset Teknologi dan Proses Pangan, Gunung Kidul, Yogyakarta. Fasilitas ini diproyeksikan menjadi laboratorium untuk rujukan riset produk pangan halal di Indonesia.
Oleh
PRADIPTA PANDU MUSTIKA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Badan Riset dan Inovasi Nasional atau BRIN meresmikanfasilitas riset pangan di Pusat Riset Teknologi dan Proses Pangan, Kabupaten Gunung Kidul, Yogyakarta. Fasilitas ini diproyeksikan menjadi laboratorium untuk rujukan riset produk pangan halal di Indonesia.
Fasilitas riset pangan Pusat Riset Teknologi dan Proses Pangan (PRTPP) BRIN tersebut diresmikan langsung oleh Wakil Presiden Ma'ruf Amin di Yogyakarta dan disiarkan secara daring, Jumat (22/4/2022). Acara peresmian juga dihadiri langsung oleh Kepala BRIN Laksana Tri Handoko dan Gubernur DI Yogyakarta Sultan Hamengku Buwono X.
Total terdapat empat gedung di PRTPP yang diresmikan, yaitu gedung ruang kerja bersama (co-working space), gedung laboratorium terpadu, gedung pengujian in-vivo, dan gedung proses cGMP. Beberapa fasilitas laboratorium yang ada diantaranya laboratorium biomolekuler, mikrobiologi pangan, dan mikologi pangan.
Secara global, populasi penduduk Muslim diprediksi mencapai 30 persen dari total penduduk dunia pada tahun 2030.
Gedung proses cGMP juga dilengkapi line cGMP pengemasan, line proses produksi dan pengolahan kakao/kopi, proses penepungan, line proses produksi mie, dan laboratorium sensoris. Terdapat juga laboratorium pengembangan produk di gedung ini untuk produk kering, fermentasi, daging, dan minuman.
Sementara gedung laboratorium terpadu difungsikan sebagai laboratorium material kemasan, stabilitas pangan, keamanan pangan, kimia pangan, fisika pangan, dan rekayasa pangan. Adapun fasilitas gedung pengujian in-vivo dimanfaatkan untuk pengujian produk yang dihasilkan, khususnya pada hewan coba berupa mencit, ayam, dan sapi.
Ma'ruf Amin menyampaikan, negara yang paling kompetitif di dunia merupakan negara yang berinvestasi pada riset dan pengembangan untuk menghasilkan inovasi. Melalui riset dan pengembangan inovasi, porsi pendapatan domestik bruto (PDB) yang dialokasikan untuk riset dan menambah jumlah peneliti secara global kian meningkat.
”Saat ini, anggaran yang dialokasikan untuk riset dan pengembangan di Indonesia belum mencapai 1 persen dari PDB. Sebagai perbandingan, Korea Selatan mengeluarkan 4,1 persen untuk riset dan pengembangan. Jika Korea Selatan memiliki sekitar 6.800 peneliti per satu juta penduduk, kita baru memiliki 89 peneliti per satu juta penduduk,” ujarnya.
Ma'ruf menegaskan, kehadiran pusat riset produk halal dan laboratorium bertaraf internasional dari BRIN diharapkan dapat memajukan riset dan inovasi di Indonesia. Terpenting, hasil riset harus dipastikan kebermanfaatan dan kesesuaiannya dengan kebutuhan industri sehingga bisa dikembangkan dalam skala yang lebih luas.
Laksana Tri Handoko menuturkan, sesuai amanat dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2019 tentang Sistem Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi serta Peraturan Presiden 78/2021, BRIN berkewajiban memperkuat ekosistem riset dan inovasi di Indonesia. BRIN juga diarahkan untuk menjadi fasilitator bagi pelaku usaha untuk masuk ke aktivitas riset guna meningkatkan daya saing produk yang tengah dikembangkan tersebut.
”Hal ini akan membuat semakin banyak produk hasil riset dan inovasi yang lahir dan bisa menjadi daya ungkit ekonomi nasional. Jadi, BRIN ada bukan hanya untuk periset BRIN sendiri, tetapi juga semua pihak baik di kampus, swasta, UMKM (usaha mikro, kecil, dan menengah), komunitas, maupun individu,” ucapnya.
Sebagai bagian dari upaya tersebut, BRIN kemudian mengembangkan berbagai infrastruktur riset, salah satunya PRTPP di Yogyakarta untuk rujukan riset produk halal. Selain PRTPP Yogyakarta, fasilitas riset pangan lainnya berlokasi di Cibinong Science Center (Bogor, Jawa Barat) dan Serpong (Tangerang Selatan, Banten).
Selain mengembangkan berbagai infrastruktur riset, kata Handoko, BRIN juga terus memperkuat kapasitas sumber daya manusia. Oleh karena itu, BRIN berkolaborasi dengan periset-periset di lembaga lainnya, seperti perguruan tinggi hingga industri. Khusus untuk riset produk halal, BRIN berkolaborasi dengan Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH), Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS), Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), Pusat Kajian Sains Halal IPB University, UGM, UI, dan pihak lainnya.
Tingkat konsumsi
Sultan mengatakan, mencermati data dari Statista, secara global populasi penduduk Muslim diprediksi mencapai 30 persen dari total penduduk dunia pada tahun 2030. Bertambahnya populasi secara otomatis akan berimplikasi pada tingkat konsumsi sehingga diperkirakan nilai pasar untuk industri makanan halal global akan mencapai 2,04 triliun dollar AS pada tahun 2027.
”Hal ini juga akan membuat tingkat konsumsi nasional terus berkembang. Jika pada tahun 2017 konsumsi pangan halal di Indonesia mencapai 170,2 miliar dollar AS, pada 2025 diproyeksikan akan meningkat menjadi 247,8 miliar dollar AS,” tuturnya.
Beragam potensi tersebut membuat fasilitas riset pangan BRIN diharapkan dapat mendukung pengembangan pangan produk halal dan sehat khas Indonesia. Pangan ini terutama produk-produk yang berasal dari bahan lokal dan komoditas tradisional.
”Kehadiran fasilitas riset pangan dengan open platform laboratory (konsep laboratorium terbuka) ini tentu akan berkontribusi secara strategis dalam mendukung cita-cita Indonesia sebagai pusat halal dunia tahun 2024,” kata Sultan.