Perempuan Berkontribusi dalam Mendukung Transisi Energi
Transisi energi yang dielaborasi dengan kesetaraan jender dapat mendukung upaya penurunan emisi. Selain itu, pengintegrasian ini juga dapat menambah pemasukan rumah tangga.
Oleh
PRADIPTA PANDU MUSTIKA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS —Pemerintah terus mendorong pemberdayaan perempuan dalam pengembangan energi terbarukan, khususnya di wilayah perdesaan. Selain mendukung transisi energidalam upaya penurunan emisi, pengintegrasian jender dalam energi terbarukan ini juga dapat menambah pemasukan rumah tangga.
Direktur Aneka Energi Baru Terbarukan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Andriah Feby Misna mengemukakan, pemerintah telah berkomitmen untuk menurunkan emisi dan mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan. Meski belum banyak disinggung, upaya transisi energi yang dielaborasi dengan kesetaraan jender juga dapat mendukung komitmen tersebut.
”Jika berbicara keterlibatan perempuan dalam sektor energi, dasarnya adalah Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan Nasional. Wanita maupun pria diharapkan terlibat dalam pengelolaan energi nasional,” ujarnya dalam webinar bertajuk ”Peran Perempuan dalam Mendukung Transisi Energi Menuju Net-zero Emission”, Kamis (21/4/2022).
Andriah menjelaskan, peringkat perbandingan jender di Indonesia menurun. Berdasarkan data Forum Ekonomi Dunia (WEF), Global Gender Gap Indonesia pada 2020 berada di peringkat ke-85. Namun, pada 2021 peringkat Indonesia turun menjadi ke-101.
Kami mengedukasi perempuan yang ada di desa-desa di Nusa Tenggara Timur untuk ikut membantu bekerja di sektor energi baru terbarukan. Kami juga bekerja sama untuk menyiapkan program yang melibatkan perempuan, seperti pelatihan operator, khususnya di daerah yang memiliki PLTS.
Secara umum, kata Andriah, penurunan yang terjadi secara global merupakan dampak dari pandemi Covid-19. Pandemi terbukti telah memicu penurunan angka partisipasi perempuan dalam ekonomi yang ditunjukkan dari pemutusan hubungan kerja atau penghentian kerja karena urusan domestik rumah tangga.
”Kementerian ESDM melakukan berbagai upaya untuk mendorong pemberdayaan perempuan dalam pengembangan energi terbarukan, khususnya di wilayah perdesaan. Hal ini dilakukan dalam rangka meningkatkan akses energi karena masih banyak wilayah perdesaan yang belum mendapatkan akses energi yang layak dan modern,” tuturnya.
Selama ini, perempuan di wilayah perdesaan masih menggunakan energi tradisional, seperti kayu bakar, sebagai bahan bakar untuk memasak dan penerangan. Kementerian ESDM kemudian mengenalkan energi modern, yakni tungku biogas untuk memasak dan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS), pembangkit listrik tenaga mikrohidro, serta lampu tenaga surya hemat energi sebagai sumber penerangan.
Transisi energi ini dinilai Andriah juga bisa menambah pemasukan rumah tangga. Pendapatan dari penjualan ampas biogas dapat menambah pemasukan Rp 20.000–Rp 600.000 per bulan. Sementara pendapatan dari ekstra luang menenun dari lampu energi baru terbarukan mencapai Rp 500.000-Rp 750.000 per bulan.
”Kami mengedukasi perempuan yang ada di desa-desa di Nusa Tenggara Timur untuk ikut membantu bekerja di sektor energi baru terbarukan. Kami juga bekerja sama untuk menyiapkan program yang melibatkan perempuan, seperti pelatihan operator, khususnya di daerah yang memiliki PLTS,” katanya.
Meski demikian, Andriah mengakui masih terdapat tantangan meningkatkan peran perempuan dalam transisi energi. Tantangan itu di antaranya norma sosial dan budaya terkait perempuan yang bekerja, beban ganda perempuan, kebijakan dan kondisi tempat kerja yang kurang mendukung.
Teknologi baterai
Pendiri National Battery Research Institute (NBRI), Evvy Kartini, mengatakan, transisi energi merupakan salah satu isu prioritas dalam presidensi Indonesia di G20 karena telah menjadi isu global. Proses transisi sangat diperlukan mengingat setiap negara tidak bisa langsung mengubah penggunaan energi fosil ke energi terbarukan yang lebih bersih dan ramah lingkungan.
Salah satu upaya transisi energi yang dilakukan ialah dengan beralih dari penggunaan kendaraan berbahan bakar fosil ke kendaraan listrik. Oleh karena itu, pengembangan teknologi baterai menjadi kunci dalam mendukung transisi menuju kendaraan listrik, baik untuk mobil pribadi maupun transportasi umum seperti bus.
”Pemanfaatan teknologi baterai tidak hanya untuk kendaraan atau barang elektronik, tetapi juga untuk drone militer dan berbagai bidang lainnya. Bahkan, Perusahaan Listrik Negara berencana mengganti kompor gas dengan listrik dari sumber energi terbarukan," tuturnya.
Menurut Evvy, Indonesia sebagai negara yang memiliki potensi dan cadangan sumber daya nikel dapat mengambil peran untuk menjadi pemain utama industri baterai litium global. Sebab, 48-60 persen komponen baterai litium berasal dari nikel. Baterai litium juga memiliki kepadatan energi terbesar dibandingkan dengan tipe baterai lainnya.