Perempuan Peneliti Kian Berdaya Kembangkan Riset dan Inovasi
Perempuan peneliti perlu terus didukung untuk bisa lebih berperan mengembangkan riset dan inovasi. Berbagai kesempatan yang semakin terbuka pun perlu dimanfaatkan secara optimal.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Peran perempuan semakin besar untuk mendukung pengembangan riset dan inovasi di Indonesia. Kesenjangan antara peneliti perempuan dan laki-laki pun semakin sempit. Berbagai kesempatan juga semakin terbuka sehingga dapat dimanfaatkan secara maksimal.
Kepala Organisasi Riset Kesehatan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) NLP Indi Dharmayanti menyampaikan, perempuan saat ini memiliki banyak kesempatan untuk bisa mengaktualisasi kemampuan dirinya sebagai peneliti. Perempuan peneliti pun memiliki hak dan kesetaraan untuk mengembangkan riset dan inovasi.
”Jika merujuk data UNESCO, gender gap antara peneliti perempuan dan laki-laki memang masih cukup besar, yakni 70 persen laki-laki dan 30 persen perempuan. Namun, kita patut bangga. Jika melihat proporsi peneliti di BRIN, 44 persen merupakan peneliti perempuan dan 56 persen laki-laki,” tuturnya di Jakarta, Kamis (21/4/2022).
Menurut Indi, ketika perempuan berkarya sebagai peneliti, berbagai kesempatan bisa dimanfaatkan secara optimal. Banyak peneliti perempuan yang sudah berhasil di bidang masing-masing.
Ia menyebutkan, ilmuwan di tingkat global antara lain Rosalind Franklin sebagai penemu struktur DNA, Dorothy Hodgkin penemu struktur insulin, dan Valentina Tereshkova menjadi perempuan pertama yang melakukan perjalanan luar angkasa. Sejumlah peneliti perempuan di dalam negeri pun telah membuktikan keberhasilannya. Contohnya, Pratiwi Pujilestari yang merupakan astronot perempuan Indonesia pertama dan Aty Widyawaruyanti, peneliti bahan aktif dari tanaman untuk obat penyakit infeksi.
”Saat ini perempuan sudah lebih leluasa melakukan berbagai hal yang dulu mungkin lebih dominan dilakukan laki-laki. Hambatan yang dihadapi juga jauh berkurang. Tantangan yang terbesar justru ada di diri kita sendiri. Ketika kita mau bergerak, pasti akan berhasil,” ucap Indi.
Indi mengungkapkan, tekad yang kuat itu pula yang berhasil membawa dirinya menjadi profesor riset bidang kedokteran hewan pada 2022. Sebanyak 132 publikasi ilmiah pun berhasil ia terbitkan, baik sebagai penulis tunggal, penulis pertama, maupun bersama penulis lainnya. Sejumlah penghargaan ia dapatkan, antara lain penghargaan artikel ilmiah berkualitas tinggi bidang kesehatan pada 2020 dan prestasi istimewa peringkat III pada 2020.
Saat ini perempuan sudah lebih leluasa untuk melakukan berbagai hal yang dulu mungkin lebih dominan dilakukan laki-laki. Hambatan yang dihadapi juga jauh berkurang. Tantangan yang terbesar justru ada di diri kita sendiri.
Selama menjadi peneliti, Indi juga telah mendapat paten dan lisensi untuk riset dan inovasi yang dihasilkannya. Paten dan lisensi tersebut antara lain untuk vaksin inaktif kombinasi newcastle disease dan infectious bronchitis isolat lokal, hak cipta sistem aplikasi kesehatan unggas berbasis Android, dan ramuan serbuk nanoenkapsulasi antivirus berbasis eucalyptus.
”Dengan tidak melepaskan kodratnya sebagai perempuan, periset perempuan harus mampu menjadi sekolah pertama bagi anak-anaknya agar menjadi generasi unggul bangsa, sekaligus bisa menciptakan inovasi teknologi yang berkontribusi untuk kemajuan bangsa,” kata Indi.
Semangat dalam berkarya di bidang penelitian juga ditunjukkan oleh Kepala Organisasi Riset Pertanian dan Pangan BRIN Puji Lestari. Berbagai penghargaan juga sudah didapatkannya selama menjadi peneliti, di antaranya penghargaan publikasi ilmiah internasional pada 2016 dan penghargaan atas temuannya, yakni kit deteksi kegenjahan aren.
Menurut dia, perempuan peneliti di Indonesia harus semakin terpacu dalam berperan untuk mengembangkan riset dan inovasi di dalam negeri. Indonesia sebagai negara dengan biodiversitas yang sangat tinggi memiliki potensi besar untuk berbagai penemuan baru.
”Dengan melihat kesempatan itu, seharusnya perempuan pun bisa turut menghasilkan inovasi yang unggul. Kita perlu secara mandiri untuk bisa mengembangkan suatu inovasi tanpa harus menunggu penelitian atau apa pun seperti DIPA (daftar isian pelaksanaan anggaran). Kita bisa mulai dengan berkolaborasi,” kata Puji.