Pengembangan inovasi obat-obatan terbaru membutuhkan kolaborasi dari berbagai pihak, terutama industri farmasi. Karena itu, komitmen industri dalam riset dan pengembangan diperlukan.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·4 menit baca
KOMPAS/BAHANA PATRIA GUPTA
Mahasiswa asing yang sedang menjalani pertukaran mahasiswa farmasi belajar membuat jamu di Laboratorium Farmasi Universitas Surabaya, Jawa Timur, Rabu (8/8/2018). Kegiatan tersebut untuk memperkenalkan kearifan lokal Nusantara di bidang pengobatan.
JAKARTA, KOMPAS — Industri farmasi berperan dalam mendukung pengembangan inovasi obat-obatan baru. Untuk itu, komitmen industri pada aspek riset dan pengembangan perlu diperkuat.
Head of Commercial Operation Bayer Pharmaceuticals Asia-Pasific Ying Chen, dalam acara temu media yang diikuti secara daring dari Jakarta, Rabu (20/4/2022), menyampaikan, angka kesakitan masyarakat semakin besar sehingga kebutuhan akan pengobatan kian meningkat. Industri pun didorong untuk bisa menyediakan obat-obatan inovatif dan esensial untuk mengatasi persoalan tersebut.
Secara global, aktivitas uji klinis dari industri farmasi tetap tumbuh selama masa pandemi Covid-19. Setidaknya ada 5.500 uji klinis yang sudah dilakukan pada 2021. Jumlah ini meningkat 14 persen daripada tahun 2020. Terhitung sebanyak 15 industri farmasi terbesar telah berinvestasi di bidang riset dan pengembangan senilai total 133 miliar dollar AS pada 2021.
”Kami sebagai industri farmasi pun berkomitmen untuk bisa mempercepat inovasi dalam pengembangan obat-obatan baru. Selain melalui investasi yang berkelanjutan, kami juga mendorong mitra eksternal untuk bisa mempercepat inovasi yang tengah dilakukan,” tutur Ying.
KOMPAS/PRIYOMBODO
Ilustrasi obat-obatan
Ia menyampaikan, Bayer setidaknya telah melakukan 50 proyek pengembangan dalam fase I, II, hingga III untuk uji klinis produk obat baru. Sebagian besar dari proyek tersebut fokus pada pengobatan kanker, gagal ginjal, diabetes, dan gagal jantung kronis. Ini terutama ditujukan untuk pasien usia lanjut.
Ying berharap berbagai pengembangan yang dilakukan ini bisa membantu mengatasi persoalan yang dihadapi masyarakat, khususnya dalam mengakses obat-obatan berkualitas. Selain itu, inovasi yang dihasilkan juga bisa membantu meningkatkan kualitas hidup pasien dengan penyakit kronis.
Jumlah kasus penyakit di masyarakat semakin besar sehingga kebutuhan akan pengobatan kian meningkat.
Head of Medical Affairs Bayer Pharmaceuticals Asia-Pasific Catherine Donovan menuturkan, jumlah orang dengan penyakit kronis semakin meningkat di seluruh dunia, termasuk di kawasan Asia Pasifik. Diperkirakan 15 juta orang meninggal setiap tahun sebelum mencapai usia 70 tahun akibat penyakit kronik, seperti kardiovaskular, kanker, diabetes, dan obesitas.
Ia menambahkan, risiko penyakit tersebut semakin meningkat pada usia lanjut. Pada 2050 diperkirakan satu dari empat orang di kawasan Asia Pasifik berusia di atas 60 tahun. Oleh karena itu, riset yang dikembangkan pun difokuskan pada pengobatan untuk penyakit-penyakit tersebut.
KOMPAS/ PIK
Ilustrasi pabrik obat
”Asia-Pasifik sangat terwakili dalam kegiatan pengembangan klinis Bayer dengan 46 uji klinis berkelanjutan dilakukan di kawasan ini sepanjang 2020 dan 2021. Lebih dari setengah uji klinis tersebut terkait bidang onkologi,” kata Catherine.
Ia menyatakan, uji klinis yang dilakukan, antara lain, terkait dengan inovasi untuk penyakit gagal jantung yang memburuk, penyakit ginjal kronis yang berhubungan dengan diabetes melitus tipe 2, dan kanker prostat.
Salah satu obat yang dikembangkan adalah finerenone. Obat ini merupakan antagonis selektif reseptor (obat yang berikatan dengan reseptor tanpa mengaktifkan reseptor) mineralokortikoid untuk penyakit ginjal kronis yang terkait dengan diabetes melitus tipe 2.
Obat lain yang juga dikembangkan ialah darolutamide. Ini digunakan untuk menghambat reseptor hormon androgen oral dengan struktur kimia yang berbeda dari terapi sebelumnya bagi pasien dengan kanker prostat. Pada terapi ini, fungsi reseptor dan pertumbuhan sel prostat dapat terhambat.
”Kami terus berkomitmen untuk mengembangkan inovasi. Sumber daya pun akan lebih diperbanyak di garis depan untuk edukasi, deteksi, dan pengobatan dini sehingga intervensi kesehatan bisa lebih baik serta bisa mengurangi beban kesehatan masyarakat,” kata Catherine.
KOMPAS/P RADITYA MAHENDRA YASA
Petugas bekerja untuk memeriksa obat-obatan sebelum dipasarkan di laboratorium milik PT Phapros Tbk di Kota Semarang, Jawa Tengah, (28/10/2014). Mudahnya akses mendapatkan obat melalui jaminan kesehatan mendorong tumbuhnya industri farmasi di Indonesia.
Secara terpisah, Guru Besar Farmakologi dan Farmasi Klinis Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta, Zullies Ikawati menyampaikan, pengembangan riset dan inovasi obat-obatan baru juga perlu didorong di Indonesia. Ketergantungan yang sangat tinggi akan produk impor membuat kemandirian bangsa di bidang kesehatan, khususnya di bidang farmasi, sulit dicapai.
”Keinginan untuk bisa mengurangi ketergantungan impor akan produk farmasi itu sudah menjadi wacana yang cukup lama. Namun, nyatanya, political will pemerintah masih kurang. Kebijakan yang ada pun belum mampu mendorong industri, juga akademisi, bisa bekerja sama untuk menghasilkan produk farmasi yang dibutuhkan masyarakat,” katanya.
Kemandirian untuk menghasilkan produk farmasi dalam negeri ini akan berdampak pada kemudahan akses serta harga dari produk yang dipasarkan. Apabila banyak produk farmasi yang bisa dihasilkan di dalam negeri, masyarakat pun bisa menjangkau obat-obatan tersebut dengan harga lebih terjangkau.
Menurut Zullies, keberhasilan India dalam bidang farmasi patut ditiru. Keberhasilan itu tidak terlepas dari kebijakan pemerintah setempat yang mendukung pengembangan produk dalam negeri. Dalam Patent Act 1970, India meniadakan aturan paten di bidang farmasi, pertanian, dan bahan kimia.
”Aturan tersebut berdampak bagi industri farmasi India, di mana India memproduksi obat-obatan tanpa adanya aturan paten. Aturan tersebut berhasil membuat harga produk farmasi India lebih terjangkau. Walau sekarang sudah berbeda aturannya, industri farmasi India kini jauh lebih maju dan berpengalaman,” tuturnya.