Puluhan Spesies Telah Didomestikasi di Kebun Raya Cibodas
Puluhan jenis tumbuhan asli Indonesia sudah didomestikasi di Kebun Raya Cibodas. Domestikasi merupakan proses budidaya tumbuhan liar melalui seleksi buatan dan campur tangan manusia.
Oleh
PRADIPTA PANDU MUSTIKA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Tumbuhan asli Indonesia yang tersebar di sejumlah wilayah telah banyak dilakukan domestikasi di Kebun Raya Cibodas, Cianjur, Jawa Barat. Tanaman-tanaman itu selanjutnya diharapkan dapat dimanfaatkan dan dikembangkan menjadi produk tanaman hias maupun bahan baku makanan atau obat yang berguna bagi masyarakat.
Peneliti Pusat Riset Konservasi Tumbuhan, Kebun Raya, dan Kehutanan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Muhammad Imam Surya mengemukakan, domestikasi tumbuhan merupakan proses budidaya tumbuhan liar melalui seleksi buatan dan campur tangan manusia. Domestikasi ini juga merupakan salah satu aktivitas utama dalam kebun raya.
”Domestikasi tumbuhan merupakan bagian dari langkah inovasi untuk memanfaatkan, mengembangkan, dan mengenalkan tanaman baru dari keanekaragaman hayati lokal yang memiliki nilai penting bagi kehidupan manusia. Jadi, cukup banyak tumbuhan liar yang memiliki potensi tinggi,” ujarnya dalam webinar memperingati 170 Tahun Kebun Raya Cibodas (KRC), Senin (11/4/2022).
Sejumlah kegiatan domestikasi telah banyak dilakukan di KRC, salah satunya buah biwa (Eriobotrya japonica). Spesies ini merupakan tanaman buah yang tersebar di Sumatera Utara, Jawa Barat, dan Sulawesi Utara. Metode domestikasi yang digunakan peneliti ialah perbanyakan in vitro, generatif, dan pemuliaan mutasi.
Diharapkan ada pemanfaatan dan pengembangan produk turunan dari tumbuhan liar asli Indonesia tersebut sehingga dapat menjadi tanaman hias maupun bahan baku makanan atau obat.
Domestikasi di KRC juga dilakukan untuk tanaman rubus atau raspberry liar. Sebanyak 13 dari 25 jenis raspberry liar telah dikonversi di KRC. Bahkan, 13 jenis domestikasi raspberry liar ini sudah dimanfaatkan dari segi penelitian oleh para peneliti maupun mahasiswa.
Rhododendron atau tanaman yang berpotensi hias juga dilakukan domestikasi dan perakitan delapan varietas baru. Di Indonesia, tanaman ini memiliki 193 jenis yang sebagian besar merupakan jenis Vireya rhododendron. Tahun ini terdapat empat varietas yang dikembangkan di KRC, yakni sekarcibodas, cibodaslite, naura, dan aini.
Selain pengembangan varietas, kata Imam, para peneliti juga melakukan kegiatan bioprospeksi atau eksplorasi guna mencari senyawa bioaktif baru. Beberapa kegiatan yang dilakukan, antara lain, studi penyulingan 26 jenis tumbuhan koleksi KRC yang berpotensi sebagai minyak atsiri, 107 jenis untuk potensi antimalaria, akselerasi obat herbal terstandar ginseng jawa, dan Calathea lietzei sebagai bioherbesida.
Imam menjelaskan, alur kegiatan domestikasi diawali dengan eksplorasi, kemudian karakterisasi serta studi pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Setelah itu, dilakukan perbanyakan dan pemuliaan tanaman dengan berbagai metode, yaitu seleksi, hibridasi, mutasi, induksi ploidi, sitogenetika, rekayasa genetika, dan transfer gen.
”Ada banyak sekali bidang ilmu yang terlibat dalam kegiatan domestikasi. Pasca-kegiatan karakterisasi, perbanyakan, atau pemuliaan tersebut diharapkan ada pemanfaatan dan pengembangan produk turunan dari tumbuhan liar asli Indonesia ini sehingga dapat menjadi tanaman hias maupun bahan baku makanan atau obat,” tuturnya.
Menurut Imam, domestikasi di KRC sudah dimulai sejak pertama kali didirikan pada 1852 oleh Johannes Ellias Teijsmann yang merupakan kurator Kebun Raya Bogor (KRB). Pada awalnya, pendirian KRC bertujuan sebagai tempat aklimatisasi jenis-jenis tumbuhan asal luar negeri yang mempunyai nilai penting dan ekonomi tinggi, salah satunya pohon kina (Cinchona calisaya) atau tumbuhan obat asal Bolivia.
Kolaborasi riset
Usia RC yang telah menginjak 170 tahun menjadi momentum untuk meningkatkan kolaborasi riset khususnya di bidang konservasi tumbuhan secara ex-situ dan in-situ.
Kepala Organisasi Riset Ilmu Hayati dan Lingkungan BRIN Iman Hidayat mengakui bahwa kerja sama riset dan inovasi masih lemah di KRC. Hal ini juga didukung belum didukung dengan fasilitas riset yang memadai sesuai dengan perkembangan teknologi di bidang konservasi tumbuhan.
Kepala Kantor KRC Fitri Kurniawati mengatakan, BRIN telah menyiapkan berbagai skema untuk memfasilitasi aktivitas riset dan inovasi, kerja sama, hingga skema pendanaan riset. Diharapkan semua fasilitas ini dapat meningkatkan kolaborasi riset di KRC.
Sampai saat ini, berbagai kegiatan riset yang sudah dilakukan, di antaranya terkait jenis tanaman eksotik invasif di KRC, kemajuan riset terkait biomassa hutan dan perannya dalam regulasi iklim, terutama pohon yang berukuran besar. Kegiatan lainnya terkait konservasi tumbuhan berpotensi ekonomi dan budaya serta domestikasi tumbuhan koleksi KRC.