Kolagen Halal dari Ekstraksi Kulit Kambing
Pusat Riset Teknologi dan Proses Pangan Badan Riset dan Inovasi Nasional mengembangkan kolagen halal dari kulit kambing. Kadar kolagen yang didapatkan dari ekstraksi kulit kambing kacang cukup tinggi.
Manfaat kolagen kini sudah menjadi rahasia umum. Bahkan, beberapa produk pun menjadikan kolagen sebagai kandungan unggulan. Selain pada produk makanan, kandungan kolagen juga banyak ditemukan pada produk kesehatan dan kecantikan, khususnya yang terkait dengan kulit.
Kolagen memiliki peranan penting pada tubuh terutama untuk tulang, gigi, sendi, otot, dan kulit. Namun, seiring dengan bertambahnya usia, kadar kolagen dalam tubuh seseorang bisa berkurang. Itu terjadi antara lain karena penuaan serta paparan sinar ultraviolet.
Apabila kadar kolagen berkurang, berbagai dampak bisa terjadi pada tubuh. Itu biasanya yang membuat tubuh mengalami penuaan. Penyembuhan luka pun menjadi lebih lambat. Oleh sebab itu, asupan kolagen yang berasal dari luar tubuh diperlukan.
Berbagai penelitian pun menunjukkan, kolagen dapat dimanfaatkan sebagai antiaging, perawatan rambut, serta perawatan kulit. Saat ini sudah banyak produk pangan ataupun farmasi dengan kandungan kolagen yang ditemukan di pasaran
Meski begitu, sumber kolagen yang terkandung pada beberapa produk belum bisa dipastikan. Terdapat produk kolagen yang berasal dari binatang babi. Hal ini menjadi perhatian bersama, terutama terkait dengan kehalalan produk.
Peneliti ahli muda Pusat Riset Teknologi dan Proses Pangan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Rina Wahyuningsih ketika dihubungi dari Jakarta, Sabtu (9/4/2022), menyampaikan, kebutuhan pasar kolagen semakin besar. Sementara ketersediaan kolagen halal produksi dalam negeri masih minim.
Terkait hal itu, tim peneliti dari Pusat Riset Teknologi dan Proses Pangan BRIN berupaya mengembangkan kolagen halal tersebut. Berbagai riset pun dilakukan untuk menemukan sumber daya lokal di Indonesia yang halal serta bisa dimanfaatkan menjadi produk kolagen.
”Pada akhirnya kami menggunakan kolagen yang bersumber dari kulit kambing kacang. Kambing kacang ini merupakan kambing lokal yang populasinya cukup tinggi di Indonesia. Selain itu, potensinya cukup besar sebagai sumber kolagen,” katanya.
Baca juga: Indonesia Harus Ambil Peluang Jadi Produsen Produk Halal Terbesar
Kambing kacang lebih menyukai pakan berupa leguminosa atau kacang-kacangan yang kaya akan protein. Hal tersebut membuat kulit pada kambing kacang mengandung kolagen yang cukup tinggi.
Pada akhirnya kami menggunakan kolagen yang bersumber dari kulit kambing kacang. Kambing kacang ini merupakan kambing lokal yang populasinya cukup tinggi di Indonesia. Selain itu, potensinya cukup besar sebagai sumber kolagen.
Pada pengembangan kolagen yang dilakukan peneliti dari Pusat Riset Teknologi dan Proses Pangan ini, kambing yang digunakan adalah kambing yang berusia sekitar satu tahun. Pada usia tersebut, kandungan kolagen yang ditemukan lebih tinggi dibandingkan pada usia yang lebih muda ataupun lebih tua.
Rina menyampaikan, pemanfaatan dari kulit kambing kacang juga masih terbatas. Sebagian besar kulit dari jenis kambing ini dijadikan sebagai bahan dompet, sarung tangan, sepatu, atau aksesori lainnya. Padahal potensinya sangat besar sebagai bahan baku kolagen.
Adapun proses pembuatan kolagen halal dari kulit kambing ini dimulai dengan cara mengekstraksi. Ekstraksi dilakukan dengan menggunakan asam asetat dengan melihat pengaruh lama perendaman dari NaOH (sodium hidroksida). Setelah itu, hasil ekstraksi dilanjutkan pada proses filtrasi dan berlanjut pada proses pengeringan dan pembekuan sampai menjadi seperti bubuk. Seluruh proses ini rata-rata membutuhkan waktu sekitar lima hari.
”Kadar kolagen yang didapatkan dari ekstraksi kulit kambing kacang ini terbilang tinggi dengan rendemen yang dihasilkan sampai 51,20 persen. Persentase ini cukup tinggi apabila dibandingkan dengan bahan baku halal lain, seperti ikan, tulang, atau kulit sapi,” kata Rina.
Menurut dia, kolagen yang dibuat dari ekstrak kulit kambing memiliki keunggulan dibandingkan dengan bahan baku lain. Selain jaminan kehalalannya, rendemen kolagen yang dihasilkan juga lebih tinggi. Prosesnya pun lebih sederhana jika dibandingkan dengan ekstraksi tulang. Dengan begitu, produk kolagen dari kulit kambing menjadi lebih efisien dan hemat biaya.
Kami menggunakan kolagen yang bersumber dari kulit kambing kacang. Kambing kacang ini merupakan kambing lokal yang populasinya cukup tinggi di Indonesia. Selain itu, potensinya juga cukup besar sebagai sumber kolagen.
Berlanjut
Rina menyampaikan, pengembangan dari inovasi yang mulai diteliti pada 2016 ini masih terus berlanjut. Pengembangan yang dilakukan dalam waktu dekat akan fokus pada peningkatan (scale up) menjadi produk minuman kesehatan berbahan baku kolagen.
Berbagai dukungan diperlukan untuk memastikan keberlanjutan dari pengembangan produk tersebut. Selain dukungan sumber daya manusia yang kompeten, kepastian pembiayaan juga dibutuhkan. Kerja sama industri pun diharapkan bisa lebih baik sehingga produk yang dikembangkan tersebut bisa sampai pada tahap komersialisasi dan dimanfaatkan oleh masyarakat luas.
Namun, menurut Rina, sejumlah tantangan masih dihadapi selama pengembangan kolagen halal dilakukan, terutama dalam pengadaan bahan baku. Sebagian besar kulit kambing yang tersedia saat ini masih banyak digunakan untuk produk kulit lain. ”Diharapkan ada integrasi yang baik antara peternak, peneliti, dan industri,” katanya.
Peneliti Balai Pengembangan Proses dan Teknologi Kimia BRIN Andi Febrisiantosa mengatakan, selain produk kolagen halal dari kulit sapi, pengembangan riset produk halal lain juga telah dilakukan seperti gelatin halal. Gelatin yang tersedia di pasaran saat ini juga banyak yang masih menggunakan produk non halal. Sebagian besar juga masih diimpor dari luar negeri.
Sejumlah produk lain juga telah masuk dalam daftar produk yang akan dikembangkan oleh BRIN, antara lain gelatin halal dari ikan dan tulang ikan, substitusi enzim dalam proses produksi keju, nugget keong usal, serta pia ulva yang dibuat dari rumput laut.
Pelaksana Tugas Kepala Pusat Riset Teknologi dan Proses Pangan Badan Riset dan Inovasi (BRIN) Satriyo Krido Wahono secara terpisah menuturkan, pengembangan produk halal seperti kolagen dari kulit kambing ini akan menjadi prioritas pemerintah dalam pengembangan riset di Indonesia. BRIN pun telah menginisiasi pembentukan konsorsium riset halal nasional.
“Jadi, pembentukan konsorsium ini akan terus bergerak dan diharapkan pada 2024 paling tidak sudah ada beberapa inovasi yang bisa dihasilkan. Salah satunya dengan mengoptimalisasi metode deteksi produk halal agar proses deteksinya bisa lebih cepat dan mudah,” katanya.
Baca juga: Konsorsium Riset Halal di Indonesia Dibentuk
Metode-metode deteksi produk halal juga telah dimiliki. Beberapa metode itu meliputi antara lain PCR (reaksi rantai polimerase) dan RT-PCR, spectrophotometry, biosensor, gas chromatography mass spectrometry (GCMS), serta liquid chromatography high resolution mass spectrometry (LC-HRMS).
Satriyo berharap dengan pembentukan konsorsium riset halal nasional, riset-riset produk halal yang selama ini masih sporadis bisa diperkuat. Pendanaan pun bisa lebih fokus karena memiliki target serta indikator yang jelas.