Mitigasi Perubahan Iklim untuk Menjamin Kesehatan Masyarakat
Perubahan iklim bisa berdampak pada kesehatan hewan, manusia, dan bumi. Karena itu, mengatasi persoalan kesehatan perlu pendekatan secara menyeluruh.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Penanganan kesehatan tidak hanya berfokus pada kesehatan manusia, tetapi juga kesehatan hewan dan lingkungan. Karena itu, perubahan iklim pun harus diantisipasi karena bisa berdampak pada kesehatan semesta.
Direktur The Climate Reality Project Indonesia Amanda Katili Niode mengatakan, kondisi lingkungan yang meliputi cuaca ekstrem, air, polusi udara, juga ketersediaan pangan amat memengaruhi kesehatan masyarakat.
”Perubahan iklim, perlakuan terhadap tanah dan air, serta standardisasi di rumah pemotongan hewan dan peternakan bisa berdampak pada kesehatan hewan, manusia, dan bumi,” ujarnya di Jakarta, Kamis (7/4/2022).
Menurut Amanda, upaya mitigasi perubahan iklim memerlukan intervensi yang lebih kuat, terutama dengan mengurangi level gas-gas rumah kaca dan mengurangi emisi dari kegiatan manusia. Melindungi bumi secara keseluruhan sama dengan melindungi manusia secara berkelanjutan.
Karena itu, konsep One Health relevan untuk diterapkan dalam intervensi kesehatan masyarakat. Konsep tersebut mengintegrasikan kesehatan manusia, kesehatan hewan, dan kesehatan lingkungan.
Amanda menambahkan, upaya tersebut juga diharapkan bisa mencegah terjadinya pandemi berikutnya. Kewaspadaan perlu ditingkatkan sebab penyakit menular dari hewan ke manusia atau zoonosis semakin sering terjadi. Sebanyak 75 persen penyakit menular baru yang muncul merupakan zoonosis.
”Risiko pandemi akibat zoonosis ini bisa dipicu oleh eksploitasi satwa liar yang meningkat, urbanisasi dan industri, rantai pasok pangan, perubahan iklim, intensifikasi pertanian, serta kebutuhan protein hewani yang meningkat,” tuturnya.
Perubahan iklim, perlakuan terhadap tanah dan air, serta standarisasi di rumah pemotongan hewan dan peternakan bisa berdampak pada kesehatan hewan, manusia, dan bumi.
Indonesia Campaign Manager World Animal Protection Rully Prayoga menyampaikan, pada 2030, diproyeksikan konsumsi daging meningkat hingga 18 persen di Asia Pasifik. Hal ini dikhawatirkan dapat menimbulkan dampak buruk pada kesehatan yang disebabkan oleh industri peternakan.
Laporan terbaru ”The Hidden Health Impacts of Industrial Livestock System” yang dirilis oleh World Animal Protection menunjukkan adanya kerugian pada kesehatan masyarakat yang terkait dengan industri peternakan. Setidaknya ada lima hal yang ditemukan dalam laporan tersebut.
Rully menuturkan, hal pertama yang ditemukan yakni pola makan yang tidak sehat dan kerawanan pangan dapat memengaruhi kesehatan masyarakat. Sistem industri peternakan menyebabkan pola makan yang tidak sehat dan kerawanan pangan. Hal tersebut berkontribusi pada malnutrisi, baik menjadi obesitas, kelebihan berat badan, penyakit tidak menular terkait diet, serta kekurangan gizi.
Dampak kesehatan lain yang muncul akibat industri peternakan yaitu adanya patogen zoonosis dan resistensi antimikroba. Industri peternakan yang melakukan praktik tata laksana di bawah standar dan kesejahteraan hewan yang buruk dapat meningkatkan penggunaan antimikroba. Risiko terjadinya resistensi antimikroba pun semakin meningkat. Resistensi ini pula yang dinilai menjadi ancaman paling signifikan bagi kesehatan manusia di seluruh dunia.
Pada Juni 2021, World Animal Protection and Consumer Group dan Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) bekerja sama dengan Center for Indonesia Veterinary Analytical Studies (CIVAS) telah menerbitkan laporan berjudul ”Resistensi Antimikroba dalam Rantai Pangan Daging Broiler”. Laporan itu menyebutkan adanya jejak resistensi antimikroba pada daging unggas dari tiga pengecer besar di Jabodetabek.
Rully menyampaikan, dampak kesehatan dari makanan yang tidak aman dan tercemar juga termasuk dalam penyakit yang timbul dari konsumsi makanan ternak yang mengandung bahan berbahaya. Bahaya pekerjaan dari tenaga kerja juga turut menyumbang adanya dampak buruk kesehatan di industri peternakan. Selain itu, hal lain yang ditemukan yakni adanya pencemaran dan degradasi lingkungan akibat industri peternakan.
”Lingkungan yang terkontaminasi produksi dan pengolahan ternak, termasuk pencemaran tanah, udara, dan air, berdampak pada kesehatan masyarakat. Kontaminan itu termasuk pestisida, pupuk, polusi udara, dan gas rumah kaca,” kata Rully.
Direktur Kesehatan Masyarakat Veteriner Kementerian Pertanian Syamsul Maarif menuturkan, sejumlah langkah telah dilakukan oleh pemerintah untuk memperbaiki penerapan kesejahteraan hewan di Indonesia. Perbaikan itu meliputi penguatan regulasi, penguatan standar teknis, serta perbaikan fasilitas dan infrastruktur. Kapasitas sumber daya manusia juga ditingkatkan beserta dengan penguatan kerja sama dan kolaborasi dengan berbagai pemangku kepentingan.
”Menjaga kesejahteraan hewan sangat penting untuk diperhatikan. Segala urusan yang berhubungan dengan hewan dan produk hewan bisa secara langsungdan tidak langsung memengaruhi kesehatan manusia,” ujarnya.