Peneliti BRIN mengembangkan cat antideteksi radar dari bahan magnetik pintar. Inovasi ini dapat digunakan sebagai teknologi siluman yang sangat berperan dalam mendukung alutsista TNI.
Oleh
PRADIPTA PANDU MUSTIKA
·5 menit baca
DOKUMENTASI HUMAS PEMKAB BANYUWANGI
KRI Golok-688 segera melengkapi alutsista TNI AL. Kapal siluman ini didesain bergerak cepat.
Saat ini, setiap negara saling berlomba untuk meningkatkan sistem pertahanan dan keamanan masing-masing dengan beragam teknologi canggih dan terbaru. Salah satu teknologi yang sangat penting dan strategis dalam sistem hankam suatu negara yakni teknologi antiradar atau siluman yang dilekatkan pada alat utama sistem persenjataan.
Amerika Serikat merupakan negara yang memiliki teknologi antideteksi radar termaju seperti pesawat siluman F-117 Nighthawk yang dikenalkan pada 1983. Beberapa negara lainnya yang juga memiliki pesawat siluman di antaranya Rusia (SU-57), China (J-20), Jepang (F-3), Turki (TF-X), serta Italia dan Inggris (The Tempest).
Teknologi antiradar yang mampu menyerap gelombang radar pada frekuensi tertentu ini umumnya baru dimiliki oleh negara-negara maju dan tidak bersifat komersial. Namun, berkat inovasi dan pengembangan yang dipimpin oleh peneliti dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), kini Indonesia telah memiliki teknologi antideteksi radar yang mendukung pertahanan di alat utama sistem persenjataan (alutsista) Tentara Nasional Indonesia (TNI).
Profesor Riset di Organisasi Riset Nano Material BRIN, Wisnu Ari Adi, yang juga salah satu pengembang inovasi ini, Jumat (1/4/2022), mengemukakan, pengembangan cat deteksi antiradar dari bahan magnetik pintar (smart magnetic) pada skala uji coba dimulai sejak tahun 2017 yang saat itu menjadi salah satu fokus kegiatan prioritas riset nasional. Akan tetapi, pengembangan teknologi ini pada skala laboratorium sudah dimulai sejak 2012.
Wisnu menjelaskan, magnetik pintar untuk cat antideteksi radar ini merupakan bahan maju buatan yang memiliki sifat seperti gelombang elektromagnetik. Bahan maju merupakan material yang dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan spesifik tertentu.
Bahan ini tersusun dari kombinasi unsur logam tanah jarang (LTJ) dan unsur logam transisi yang struktur magnetiknya hanya bisa diuji dengan menggunakan teknologi nuklir.Teknologi nuklir dibutuhkan untuk memisahkan unsur radioaktif dalam LTJ, yakni uranium dan torium.
”Kami menggunakan bahan magnetik yang dimodifikasi menjadi material penyerap gelombang radar. Jadi, kami hanya tinggal membangun sifat elektriknya. Gelombang yang bertemu dengan material yang memiliki sifat sama akan mengalami interaksi,” ujarnya.
Hasil uji coba
Dalam mengembangkan inovasi cat antideteksi radar ini, BRIN juga melibatkan sejumlah pihak, seperti TNI AL, Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Kementerian Pertahanan, serta pihak swasta atau industri, yakni PT Sigma Utama dan PT Pindad.
Teknologi cat antideteksi radar telah diaplikasikan pada potongan pelat kapal logam dari aluminium dan besi serta digunakan untuk melapisi permukaan kapal Patroli Keamanan Laut (Patkamla) Sadarin milik TNI Angkatan Laut (TNI AL) pada akhir 2018. Pelapisan kapal sepanjang 15 meter ini membutuhkan cat sebanyak 2.000 liter. Hasil uji coba pada 2019 menunjukkan kapal ini tidak terdeteksi radar.
P PHOTO/KYODO NEWS
Foto yang dirilis pada hari Rabu (5/1/2011) menunjukkan sejumlah orang berkerumun di sekitar pesawat siluman jenis stealth J-20 bikinan China, beberapa saat sebelum uji coba prototipe pesawat jenis itu di landas pacu Chengdu, China Barat Daya.
Selain itu, pada 2021 juga dilakukan kembali pengujian dua buah prototipe kapal siluman dengan menggunakan radar KRI Amboina 530 dan satu kapal pemandu. Namun, dari dua kapal prototipe tersebut, hanya satu kapal yang dilapisi cat antideteksi radar. Sementara satu kapal lainnya dilapisi cat biasa sesuai warna kapal TNI AL.
Dua buah prototipe kapal disiapkan dengan tujuan sebagai pembanding sehingga dapat diketahui perbedaan tiap-tiap kapal berdasarkan citra yang ditampilkan oleh radar tersebut. Hasil pengujian dengan tiga skenario menunjukkan radar hanya mendeteksi kapal pemandu dan kapal yang dilapisi cat biasa. Sementara kapal siluman yang telah dilapisi dengan cat antiradar tidak mampu dideteksi oleh radar KRI Amboina 503.
Pengenalan teknologi ini ke dunia juga penting untuk menunjukkan bahwa Indonesia mampu bersaing dalam bidang pertahanan dan keamanan sekaligus sebagai upaya menggertak negara lain.
Meski telah diuji coba untuk melapisi kapal, produk cat antiradar ini masih perlu disempurnakan dengan melakukan uji coba pada obyek yang lebih besar. Dengan begitu, kemampuan radar menangkap obyek akan jauh lebih optimal. Cat antiradar baru bisa dipastikan berfungsi dengan baik dalam menyerap sinyal gelombang radar bila obyek siluman tersebut tidak terdeteksi oleh monitor radar.
Mengingat teknologi ini mendukung dalam sistem pertahanan dan keamanan (hankam) negara, tidak semua informasi teknis secara rinci bisa disebarluaskan, seperti panjang gelombang radar yang dapat diserap. Tidak hanya di Indonesia, semua negara juga merahasiakan teknologi radar yang dimiliki untuk mendeteksi obyek asing yang masuk ke wilayah negaranya.
”Beberapa informasi yang bersifat teknis memang tidak bisa disebarluaskan secara umum. Namun, pengenalan teknologi ini ke dunia juga penting untuk menunjukkan bahwa Indonesia mampu bersaing dalam bidang pertahanan dan keamanan sekaligus sebagai upaya menggertak negara lain,” ujar Wisnu.
Peta jalan pengembangan
Pengembangan teknologi cat antideteksi radar ini telah dibuat peta jalan hingga menuju industri strategis. Pada 2019, program yang telah dilakukan ialah melakukan uji coba proses dan prosedur fabrikasi peralatan. Prototipe lengkap juga telah didemonstrasikan pada simulasi lingkungan operasional.
Menurut Wisnu, pihaknya sudah mendapat persetujuan untuk membangun alutsista siluman dengan kendaraan tempur. Direncanakan, tahun ini akan diproduksi pigmen antiradar hingga setengah ton sebagai bahan pembuat cat. Kebutuhan cat antiradar ini tidak terlalu besar karena ukuran kendaraan tempur lebih kecil dibandingkan kapal patkamla.
AZ
Checkmate yang memiliki satu mesin dirancang lebih kecil dan lebih murah daripada pesawat tempur siluman dua mesin Su-57.
”Uji coba yang sudah dilakukan saat ini tidak untuk alutsista yang memiliki elemen senjata. Oleh karena itu, tahun ini diharapkan cat antideteksi radar bisa fokus diterapkan ke kendaraan tempur dan mendapatkan sertifikasi dari Kementerian Pertahanan. Bila sudah mendapat sertifikasi, kendaraan tempur siluman bisa diresmikan tahun depan,” tuturnya.
Pada 2023 kemudian akan dilakukan proses fabrikasi pada skala industri dan ditargetkan siap untuk produksi skala penuh pada tahun 2025. Diharapkan juga pada tahun tersebut telah dilakukan uji fungsi obyek alutsista pada lingkungan yang sebenarnya.
Wisnu menekankan bahwa pengembangan cat antideteksi radar tidak boleh berhenti dan harus terus dilakukan secara berkelanjutan. Hal ini tidak terlepas dari pengembangan teknologi deteksi radar yang saat ini juga sudah semakin canggih dan maju. Oleh karena itu, pengembangan ke depan harus mampu menyerap gelombang radar pada semua frekuensi.
Kepala BRINLaksana Tri Handoko sebelumnya menyebut bahwa melalui serangkaian pengembangan, peneliti BRIN telah berhasil membuat bahan penyerap gelombang radar (RAM) berbasis bahan magnetik dengan karakterisasi menggunakan teknik nuklir. Ia memastikan bahwa ke depan, hasil penelitian inisangat penting dan strategisuntuk keamanan bangsa dan negara.