Tingkatkan Kapasitas Pemda dan Perekonomian Masyarakat Perbatasan
Kemiskinan dan keterbelakangan masyarakat di wilayah perbatasan disebabkan minimnya aksesibilitas sosial dan ekonomi. Pembangunan fisik infrastruktur harus diiringi dengan pembangunan sosial-ekonomi mereka.
Oleh
PRADIPTA PANDU MUSTIKA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kesejahteraan dan keterbatasan pembangunan infrastruktur menjadi isu utama yang dihadapi masyarakat di daerah perbatasan. Pembangunan daerah perbatasan jangan hanya fokus bagi bidang pertahanan, tetapi juga harus meningkatkan kapasitas pemerintah daerah dan aktivitas perekonomian masyarakat.
Profesor Riset Bidang Politik dan Pemerintahan di Organisasi Riset Ilmu Pengetahuan Sosial Humaniora Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Siti Zuhro, mengemukakan, isu utama masyarakat yang tinggal di perbatasan adalah kesejahteraan dan kurang memadainya pembangunan infrastruktur. Hal ini juga tengah menjadi fokus kerja pemerintah.
”Secara umum, kemiskinan dan keterbelakangan masyarakat di wilayah perbatasan disebabkan minimnya aksesibilitas sosial dan ekonomi mereka. Pembangunan fisik infrastruktur harus diiringi dengan pembangunan sosial-ekonomi mereka,” ujarnya dalam webinar profesor talk yang diselenggarakan BRIN bertajuk ”Membangun Indonesia dari Perbatasan”, Selasa (29/3/2022).
Menurut Zuhro, berangkat dari permasalahan utama tersebut, maka perlu komitmen untuk mengubah paradigma kebijakan dalam pembangunan daerah perbatasan. Selain menjadi wilayah pertahanan yang berbatasan dengan negara tetangga, pembangunan kawasan perbatasan juga harus meningkatkan kapasitas pemerintah daerah dan aktivitas perekonomian masyarakat lokal.
Meski demikian, kedua pendekatan tersebut juga dipandang Zuhro belum cukup untuk memajukan dan menyejahterakan masyarakat di perbatasan. Pendekatan pembangunan perbatasan juga memerlukan kerja dan strategi yang bersifat inovatif, partisipatif, cekatan, dan dukungan semua pemangku kepentingan terkait baik pusat maupun daerah.
Zuhro menyampaikan, realitas saat ini setiap kabupaten/kota di kawasan perbatasan memiliki rencana strategis tersendiri. Padahal, seharusnya pemerintah provinsi dapat memfasilitasi kabupaten/kota di wilayahnya untuk menyusun rencana strategis bersama pengelolaan perbatasan berdasarkan desain utama dari Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP).
Terlepas dari sejumlah upaya dan strategis tersebut, Zuhro juga tidak menampik terdapat tantangan daerah perbatasan dalam melaksanakan pembangunan. Tantangan itu mulai dari masalah demografis, ketahanan nasional, pelayanan publik, hingga keterbatasan infrastruktur penunjang peningkatan perekonomian.
”Kurangnya pengawasan di wilayah perbatasan menjadi titik lemah ketahanan nasional Indonesia sehingga marak terjadi kegiatan-kegiatan ilegal. Ancaman di bidang pertahanan dan keamanan serta politik ini perlu diperhatikan mengingat kurangnya pos lintas batas legal yang disepakati oleh pihak-pihak terkait,” ujarnya.
Kepala BRIN Laksana Tri Handoko mengakui bahwa daerah perbatasan masih memiliki rentang kendali yang cukup jauh secara geografis terutama terkait dengan pelayanan publik. Di sisi lain, infrastruktur dan sumber daya manusia di daerah tersebut masih relatif terbatas.
Oleh karena itu, kata Handoko, seluruh pihak perlu rekomendasi untuk menentukan langkah-langkah strategis guna mendorong pemberdayaan masyarakat di daerah perbatasan. Langkah strategis ini diharapkan bisa menguatkan wawasan kebangsaan sekaligus melembagakan dan mempertahankan nilai-nilai budaya lokal.
Kemiskinan dan keterbelakangan masyarakat di wilayah perbatasan disebabkan minimnya aksesibilitas sosial dan ekonomi mereka. Pembangunan fisik infrastruktur harus diiringi dengan pembangunan sosial-ekonomi mereka.
”BRIN memiliki deputi bidang riset dan inovasi daerah yang diharapkan menjadi mitra pemerintah daerah baik di tingkat provinsi, kabupaten, dan kota untuk membangun kebijakan berbasis sains. Kami juga memiliki periset terkait tata kelola pemerintahan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat,” katanya.
Tantangan pengelolaan
Sekretaris BNPP Restuardy Daud mengatakan, pengelolaan perbatasan merupakan representasi kehadiran negara dengan tujuan menjaga kedaulatan sekaligus memenuhi hak warga negara yang ada di wilayah tersebut. Hal ini membuat perbatasan negara tidak hanya dilihat sebagai wilayah administrasi, tetapi juga wilayah strategis karena bersinggungan langsung dengan negara tetangga.
Terkait tantangan dalam mengelola kawasan perbatasan atau perdesaan, Daud mengakui, sampai saat ini masih terdapat disparitas karena kondisi geografis Indonesia yang beragam. Bentang alam Indonesia yang bervariasi, mulai dari pantai, daratan, perbukitan, lembah, gunung, hutan, hingga pulau-pulau, menjadi kendala dalam pemerataan pembangunan ini.
Daud menekankan, pemerintah telah melakukan sejumlah upaya dalam memperkuat pembangunan dan peran desa melalui aspek regulasi, kelembagaan, dan anggaran. Dari aspek regulasi telah dibentuk Undang-Undang Desa dan pemberian dana desa hingga Rp 1 miliar dari aspek anggaran.
”Dengan terbitnya Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2021, pemerintah juga mendorong pemberdayaan ekonomi masyarakat perbatasan sesuai dengan karakteristiknya. Hal yang dilakukan dalam pendekatan ini yaitu sinergi antar-kementerian dan lembaga,” tuturnya.