Konsistensi Gerakan ”Earth Hour” demi Menjaga Bumi
Earth Hour kembali digelar di sejumlah kota di dunia pada Sabtu (26/3/2022). Gerakan yang dilakukan sejak 2007 ini diharapkan bisa terus merangkul semua pihak untuk terlibat dalam menjaga Bumi dari kerusakan lingkungan.
Earth Hour telah menjadi gerakan simbolis dalam menjaga lingkungan dengan mematikan lampu selama satu jam pada akhir pekan kedua hingga terakhir di bulan Maret. Melirik ke belakang, semuanya dimulai pada Sabtu, 31 Maret 2007. Earth Hour pertama di dunia diselenggarakan di Sydney, Australia. Sebanyak 2,2 juta orang mematikan lampu secara serentak selama satu jam untuk menunjukkan kepada pemerintah yang skeptis terhadap iklim bahwa orang-orang peduli dengan perubahan iklim.
Gerakan ini kemudian secara konsisten terus diselenggarakan dan menarik jutaan pendukung baru setiap tahun. Tonggak keberhasilan komunitas Earth Hour pun tidak hanya sebatas mematikan lampu selama satu jam, tetapi juga aksi nyata mendorong semua pihak terlibat dalam membuat Bumi lebih lestari.
Dari catatan Earth Hour global, pada 2012, sebuah petisi yang dipimpin oleh WWFRusia sebagai bagian dari kampanye Earth Hour berhasil mengumpulkan 122.000 tanda tangan agar Pemerintah Rusia menunjukkan komitmen lebih dalam isu lingkungan khususnya di sektor kelautan. Dari petisi ini, Pemerintah Rusia akhirnya mengeluarkan undang-undang untuk melindungi laut negara tersebut dari polusi minyak.
Pada 2015, gerakan Earth Hour juga mendorong pihak legislatif memecahkan masalah yang relevan secara lokal seperti pengurangan penggunaan energi di Brunei Darussalam, pembuatan taman nasional di Malaysia, dan pembekuan proyek minyak baru di Rusia. Selain itu, pihak legislatif di Skotlandia dan Swiss juga didorong untuk membuat undang-undang tentang perubahan iklim yang lebih kuat.
Mayoritas publik mungkin hanya mengetahui Earth Hour sebagai sebatas gerakan mematikan lampu selama satu jam. Namun, sejatinya, Earth Hour lebih dari itu. Beberapa komunitas Earth Hour di dunia telah melakukan kampanye dan kegiatan yang berkaitan dengan penyelamatan lingkungan, konservasi, hingga penanggulangan krisis iklim.
Sebagai salah satu gerakan akar rumput terbesar di dunia, Earth Hour tidak hanya diikuti individu atau masyarakat umum, tetapi juga para pemimpin global hingga selebritas dunia. Tahun ini, sejumlah tokoh dunia turut terlibat dalam perayaan Earth Hour.
Mereka di antaranya Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Antonio Guterres, Perdana Menteri Kanada Justin Trudeau, astronot Andre Kuipers, supermodel asal China Liu Wen, serta musisi internasional dan juru kampanye lingkungan Ellie Goulding.
Beragam upaya dilakukan tokoh dunia tersebut dalam perayaan Earth Hour. Antonio Guterres dan Presiden Parlemen Eropa Roberto Metsola memberikan pernyataan resmi sekaligus mendorong publik untuk fokus dalam upaya melindungi manusia dan planet.
Pemimpin dunia juga diminta untuk berperan aktif dan mengambil bagian dalam upaya penyelamatan biodiversitas menjelang Konferensi Para Pihak ke-15 tentang Keanekaragaman Hayati (COP-15) di China akhir tahun ini. Pertemuan ini menjadi kesempatan bagi pemimpin dunia menyepakati kerangka kerja untuk membalikkan hilangnya keanekaragaman hayati global pada 2030.
Upaya mengajak publik untuk meningkatkan kesadaran terhadap lingkungan dalam perayaan Earth Hour juga disampaikan Justin Trudeau dan Pangeran Charles dari Kerajaan Inggris lewat akun media sosial Twitter. Sementara musisi Ellie Goulding bergabung dalam kampanye lingkungan dengan mengunjungi gletser di Jakobshavn Greenland bersama ahli iklim untuk melihat dan mendokumentasikan seberapa cepat es di sana mencair.
Seperti tahun-tahun sebelumnya, beberapa ikon atau landmark (penanda tempat atau tengaran) terkenal kota-kota di dunia juga mengambil bagian dalam gerakan mematikan listrik secara simbolis selama satu jam. Tengaran tersebut mulai dari Sydney Opera House (Australia), Beijing Phoenix Center (China), Taipei 101 (Taiwan), Menara Petronas (Malaysia), Gerbang India (India), Colosseum (Italia), Menara Eiffel (Perancis), Christ the Redeemer (Brasil), dan Empire State Building (Amerika Serikat).
Baca Juga: 30 Lokasi di Indonesia Bersiap Menyongsong Earth Hour
Selama ini, mayoritas publik mungkin hanya mengetahui Earth Hour sebagai sebatas gerakan mematikan lampu selama satu jam. Namun, sejatinya, Earth Hour lebih dari itu. Beberapa komunitas Earth Hour di dunia telah melakukan kampanye dan kegiatan yang berkaitan dengan penyelamatan lingkungan, konservasi, hingga penanggulangan krisis iklim.
Komunitas Earth Hour di China tahun ini bekerja sama dengan Kementerian Ekologi dan Lingkungan melakukan upaya peningkatan kesadaran akan pentingnya keanekaragaman hayati. Hal ini dilakukan melalui kampanye swadaya bertajuk ”Smiles” menjelang COP-15 Konvensi Keanekaragaman Hayati di Kunming, China.
Di Hongkong, komunitas Earth Hour mendorong dan mengajak publik untuk bersama-sama membawa konservasi sebagai isu utama melalui kampanye ”Habits Protect Habitats”. Guna menarik atensi masyarakat, diselenggarakan juga konser Earth Hour virtual yang menampilkan penyanyi pop populer.
Sementara dalam perayaan di Yunani, komunitas menghubungkan Earth Hour dengan kampanye Eat4Change. Kampanye ini menyoroti agar individu ataupun komunitas bisa mendorong praktik produksi pangan dan pola makan yang lebih berkelanjutan. Para pegiat Earth Hour dapat mengambil bagian secara langsung dalam praktik pangan berkelanjutan melalui acara memasak dengan koki terkenal Yunani, George Tsoulis.
Perayaan di Indonesia
Perayaan Earth Hour juga diselenggarakan di sejumlah titik di Indonesia. Acting CEO WWF Indonesia Aditya Bayunanda menyampaikan, setiap tahun jumlah partisipan dan titik kota yang terlibat semakin meningkat. Tahun ini diperkirakan akan ada 30 titik yang tersebar di sejumlah kabupaten/kota di Indonesia yang turut serta dalam perayaan Earth Hour.
”Kurang lebih perayaan Earth Hour tahun ini akan diikuti oleh 1.000 sukarelawan aktif dan penggerak atau pencinta lingkungan di seluruh Indonesia. Tahun ini masih dirayakan secara khusus karena pandemi Covid-19 belum ditetapkan sebagai endemi,” ujarnya dalam konferensi pers secara daring, Kamis (24/3/2022).
Baca Juga: Earth Hour 2021 Momen Tingkatkan Komitmen Lingkungan Setelah Pandemi
Sejumlah titik yang turut serta merayakan Earth Hour tahun ini di antaranya DKI Jakarta, Aceh, Balikpapan (Kalimantan Timur), Jayapura (Papua), Mataram (Nusa Tenggara Barat), Sidoarjo (Jawa Timur), dan Palu (Sulawesi Tengah). Beberapa ikon nasional, seperti Masjid Raya Baiturrahman Aceh, Islamic Centre di Mataram, Monumen Jayandaru Sidoarjo akan mengambil bagian dalam momen mematikan lampu secara simbolis.
Sejak pertama diinisiasi tahun 2009 sampai dengan tahun 2021, Earth Hour di Indonesia telah didukung oleh pemerintah daerah di 200 wilayah. Kampanye ini juga digerakkan oleh 1.068 relawan aktif di 30 kota dan didukung oleh 2 juta orang melalui aktivasi digital.
Komunitas Earth Hour juga terlibat aktif dalam menginisiasi program konservasi selama delapan tahun sejak 2014 hingga 2021. Program konservasi yang dilakukan, antara lain, transplantasi 1.460 terumbu karang di 5 titik lokasi di Bali dan pembibitan serta penanaman 13.110 bibit mangrove di Bali, Surabaya, Balikpapan, Aceh, Tangerang, dan Serang.
Youth and Education Team Leader WWF Indonesia Diah Sulistiowati menyampaikan, seluruh dunia perlu suatu gerakan simbolis untuk mengingatkan bahwa manusia membutuhkan alam. Gerakan simbolis ini dilakukan dengan cara mematikan lampu selama satu jam.
”Tahun ini perayaan dilakukan full secara daring dan disiarkan di Youtube WWF Indonesia. Nantinya terdapat juga diskusi Sungai Ciliwung bebas plastik dengan pemerintah daerah dan peluncuran proyek Plastic Smart City,” tuturnya.
Selain komunitas Earth Hour di sejumlah daerah, perayaan Earth Hour tahun ini juga berkolaborasi dengan beberapa organisasi atau komunitas lain, seperti Asosiasi Internasional Mahasiswa dalam Ilmu Ekonomi dan Komersial (AIESEC), Bike To Work (B2W), Climate Reality Indonesia, dan King of Borneo Band.
Mengajak masyarakat
Diah menegaskan, tujuan besar perayaan Earth Hour yang dilakukan setiap tahun, yaitu untuk mengajak dan mengingatkan semua orang agar berperan aktif dalam melindungi alam serta mengatasi perubahan iklim. Peran aktif masyarakat dalam melindungi alam bisa diwujudkan dengan hal-hal kecil, seperti mengurangi sampah plastik atau makanan, menghemat listrik, ataupun bersepeda.
”Diharapkan, kegiatan ramah lingkungan tidak hanya dilakukan selama satu jam, tetapi juga menjadi gaya hidup masyarakat. Kita sebagai anak muda juga diharapkan bisa membentuk masa depan dengan bersuara dan melakukan aksi nyata,” katanya.
Direktur Climate Reality Indonesia Amanda Katili menyatakan, misi Climate Reality secara global maupun di Indonesia, yaitu mengajak sebanyak mungkin masyarakat di berbagai lapisan untuk menyikapi krisis iklim. Oleh karena itu, peringatan Earth Hour diharapkan dapat membuat individu ataupun kelompok tergugah mengatasi krisis iklim.
”Earth Hour bisa merangkum seluruh pemangku kepentingan mulai dari individu, organisasi, perusahaan, univesitas, dan pemerintah yang datang dengan kebijakannya. Dengan begitu diharapkan akan banyak lagi pihak yang tertarik untuk melaksanakan aksi iklim secara berkesinambungan,” katanya.
Baca Juga: Butuh Lebih dari Gerakan Satu Jam untuk ”Bertahan”
Earth Hour mungkin telah menjadi gerakan akar rumput terbesar di dunia yang secara serempak melakukan aksi mematikan lampu selama satu jam. Namun, seperti yang dikatakan Direktur JenderalWWF Internasional Marco Lambertini,gerakan Earth Hour tidak akan berhenti danakan terus mendorong masa depan yang lebih sejahtera sehingga manusia dapat berkembang selaras dengan alam.
Marco dan seluruh gerakan Earth Hour di dunia berharap,pesan solidaritas untuk manusia dan planet ini dapat terus hidup dan menginspirasi individu maupun organisasiguna mengambil langkah positif dalam membantu membentuk masa depan Bumi kita.