Indonesia Buktikan Kepemimpinan Internasional dalam Penghapusan Merkuri
Konvensi Minamata Ke-4 tentang merkuri di Nusa Dua, Bali, telah resmi berakhir pada Sabtu (26/3/2022). Sejumlah hal yang disepakati membuktikan komitmen dan kepemimpinan Indonesia dalam penghapusan merkuri.
Oleh
PRADIPTA PANDU MUSTIKA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Konferensi Para Pihak Konvensi Minamata Ke-4 atau COP-4 tentang merkuri di Nusa Dua, Bali, resmi berakhir pada Sabtu (26/3/2022). Sejumlah hal yang disepakati, termasuk disahkannya Deklarasi Bali tentang perdagangan merkuri ilegal, menjadi bukti komitmen dan kepemimpinan Indonesia dalam penghapusan merkuri.
Penyelenggaraan COP-4 tentang merkuri fase kedua di Bali merupakan kegiatan yang pertama kali diselenggarakan di luar Swiss. Meski jadwal resmi diselenggarkan pada 21-25 Maret 2022, ada beberapa substansi pembahasan yang cukup alot membuat kegiatan baru resmi berakhir pada 26 Maret dini hari.
Direktur Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah, dan Bahan Berbahaya Beracun (B3) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanansekaligus Presiden COP-4 Konvensi MinamataRosa Vivien Ratnawati mengemukakan, selesainya COP-4 secara otomatis membuat tugas Indonesia sebagai tuan rumah dan presidensi resmi berakhir. Ini merupakan perjalanan panjang setelah diselenggarakan COP-4 sesi pertama secara daring pada November 2021.
”Jumlah peserta yang hadir lebih kurang 600 orang dari 103 negara. Sementara total yang terdaftar menjadi negara pihak Konvensi Minamata 137 negara. COP-4 merupakan pertemuan internasional pertama yang dilakukan setelah pandemi sehingga banyak dipantau langsung oleh para menteri,” ujarnya dalam konferensi pers di Bali, Sabtu (26/3/2022).
Vivien menuturkan, beberapa hasil perundingan COP-4 menjadi isu yang sensitif, salah satunyaevaluasi efektivitas (effectiveness evaluation). Isu ini membahas tentang kerangka untuk menentukan bagaimana evaluasi terhadap pengaturan konvensi dan langkah yang dilakukan negara pihak dalam mewujudkan tujuan konvensi.
Isu yang tidak bisa disepakati pada COP-3 di Geneva, Swiss, tahun 2019 ini akhirnya dapat dituntaskan dalam COP-4. Namun, beberapa hal dalam pembahasan evaluasi efektivitas ini masih harus disesuaikan dengan masukan dari negara-negara pihak.
”Pembahasan sedikit alot ketika berbicara masalah berapa ekspor merkuri yang bisa dikirim dalam satu regional. Akan tetapi, hal-hal lain, seperti kriteria ekspor merkuri, sudah bisa disepakati,” ucap Vivien.
Isu substansi lainnya yang disepakati dalam COP-4 ialah tinjauan dan amandemen Lampiran A and B. Isu ini dibahas karena terdapat usulan dari beberapa negara untuk menambahkan pengaturan phasing-outatau penghapusan secara bertahap produk-produk mengandung merkuri dan proses industri yang menggunakan merkuri.
Hasil pembahasan menyepakati terdapat 10 produk mengandung merkuri yang akan dilakukan penghapusan secara bertahap. Namun, 4 dari 10 produk tersebut masih akan dibahas lebih lanjut dalam pertemuan COP-5 pada 2023 mendatang. Produk tersebut, antara lain, baterai zinc silver oxide, switch relay, lampu fls, dan lampu LG ls.
Pembahasan sedikit alot ketika berbicara masalah berapa ekspor merkuri yang bisa dikirim dalam satu regional. Akan tetapi, hal-hal lain, seperti kriteria ekspor merkuri, sudah bisa disepakati.
Menurut Vivien, pembahasan tentang penghapusan produk-produk ini cukup alot karena setiap negara memiliki kemampuan berbeda. Di sisi lain, upaya menghapus produk mengandung merkuri memerlukan dukungan teknologi atau bahan kimia lain yang lebih ramah lingkungan untuk mengganti produk tersebut.
Selain kedua isu substansi tersebut, COP-4 berhasil meluncurkan Deklarasi Bali tentang perdagangan merkuri ilegal.Deklarasi Bali bersifat non-legally bindingatau tidak mengikat dengan fokus mendorong kerja sama dan koordinasi serta bantuan internasional untuk memerangi perdagangan merkuri ilegal, termasuk bagi negara-negara berkembang.
Tegaskan kepemimpinan
Ketua DelegasiIndonesia untuk COP-4 Konvensi Minamata Muhsin Syihab mengatakan, penyelenggaraan COP-4 dapat dilihat dari berbagai aspek, mulai dari politis hingga substansi. Dari aspek politis, COP-4 dapat menjadi bukti keberhasilan kepemimpinan Indonesia di forum internasional dan di bawah koordinasi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
”Hal ini menunjukkan Indonesia sudah siap melakukan kegiatan lebih produktif dan secara tatap muka. Secara tidak langsung, penyelenggaraan COP-4 juga menyampaikan pesan kepada dunia bahwa kebijakan kita dalam mengatasi pandemi sangat efektif dan dibuktikan dengan kepercayaan masyarakat internasional untuk hadir di Indonesia,” ucapnya.
Selain itu, kata Muhsin, COP-4 menunjukkan kontribusi aktif Indonesia sekaligus mengedepankan prinsip kepemimpinan berbasis contoh kepada pihak internasional terkait dengan komitmen menghapus merkuri atau menjadikan logam berat ini sebagai sejarah.
Terkait dengan aspek substansi, Muhsin memandang COP-4 merupakan perundingan yang sangat efektif dan strategis. Hal ini karena COP-4 telah menghasilkan 12 keputusan, termasuk Deklarasi Bali dan 8 inisiatif, yang sudah diakui menjadi dokumen untuk dibahas lebih lanjut pada COP berikutnya.
”Pembahasan effectiveness evaluationyang paling krusial adalah terkait dengan pembentukan kerangka kerja institusi. Pembentukan ini untuk meninjau pelaksanaan Konvensi Minamata dapat terlaksana enam tahun setelah entry into force,” ucapnya.
Penyelenggaraan COP-5 Konvensi Minamata berikutnya akan diaksanakan pada 30 Oktober-3 November 2023 di Geneva, Swiss, di bawah kepemimpinan Romania. Meski tidak lagi menjadi tuan rumah, Indonesia dipastikan siap dan akan terus berkontribusi aktif dalam persiapan COP-5 sehingga dapat mewujudkan dunia bebas merkuri.