30 Lokasi di Indonesia Bersiap Menyongsong Earth Hour
Sejak pertama diinisiasi tahun 2009 sampai 2021, Earth Hour di Indonesia telah didukung oleh pemerintah daerah di 200 kota. Kampanye ini juga digerakkan oleh 1.068 sukarelawan aktif di 30 kota dan didukung 2 juta orang.
Oleh
PRADIPTA PANDU MUSTIKA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Perayaan tahunan Jam Bumi atau Earth Hour kembali digelar tahun ini di sejumlah titik lokasi dengan jumlah partisipan yang semakin meningkat. Perayaan Earth Hour tidak hanya sebatas mematikan lampu selama satu jam secara simbolis, tetapi juga turut melakukan beragam kegiatan untuk mengajak masyarakat berperilaku ramah lingkungan.
Acting CEO WWF Indonesia Aditya Bayunanda menyampaikan, tahun ini puncak perayaan Earth Hour berlangsung pada Sabtu, 26 Maret. Setiap tahun, jumlah partisipan dan titik lokasi kota yang terlibat semakin meningkat. Tahun ini diperkirakan akan ada 30 titik yang tersebar di sejumlah kabupaten/kota di Indonesia yang turut serta dalam perayaan Earth Hour.
”Kurang lebih perayaan Earth Hour tahun ini akan diikuti oleh 1.000 sukarelawan aktif dan penggerak atau pencinta lingkungan di seluruh Indonesia. Tahun ini masih dirayakan secara khusus karena pandemi Covid-19 belum ditetapkan sebagai endemi,” ujarnya dalam konferensi pers secara daring, Kamis (24/3/2022).
Tujuan besar perayaan Earth Hour yang dilakukan setiap tahun adalah untuk mengajak serta mengingatkan semua orang agar berperan secara aktif dalam melindungi alam dan mengatasi perubahan iklim.
Sejumlah titik yang turut serta merayakan Earth Hour tahun ini, di antaranya, DKI Jakarta, Aceh, Balikpapan (Kalimantan Timur), Jayapura (Papua), Mataram (Nusa Tenggara Barat), Sidoarjo (Jawa Timur), dan Palu (Sulawesi Tengah). Beberapa ikon nasional, seperti Masjid Raya Baiturrahman Aceh, Islamic Centre Mataram, dan Monumen Jayandaru Sidoarjo, akan mengambil bagian dalam momen mematikan lampu secara simbolis.
Sejak pertama diinisiasi tahun 2009 sampai dengan tahun 2021, Earth Hour di Indonesia telah didukung oleh pemerintah daerah di 200 kota. Kampanye ini juga digerakkan oleh 1.068 sukarelawan aktif di 30 kota dan didukung oleh 2 juta orang melalui aktivasi digital.
Komunitas Earth Hour juga terlibat aktif dalam menginisiasi program konservasi selama delapan tahun sejak 2014 hingga 2021. Program konservasi yang dilakukan, antara lain, transplantasi 1.460 terumbu karang di lima titik lokasi di Bali serta pembibitan dan penanaman 13.110 bibit mangrove di Bali, Surabaya, Balikpapan, Aceh, Tangerang, dan Serang.
Youth and Education Team Leader WWF Indonesia Diah Sulistiowati menyampaikan, seluruh dunia perlu suatu gerakan simbolis untuk mengingatkan bahwa manusia membutuhkan alam. Gerakan simbolis ini dilakukan dengan cara mematikan lampu selama satu jam.
”Tahun ini perayaan dilakukan full secara daring dan disiarkan di Youtube WWF Indonesia. Nantinya terdapat juga diskusi Sungai Ciliwung bebas plastik dengan pemerintah daerah dan peluncuran proyek Plastic Smart City,” katanya.
Diah menegaskan, tujuan besar perayaan Earth Hour yang dilakukan setiap tahun untuk mengajak serta mengingatkan semua orang agar berperan secara aktif dalam melindungi alam dan mengatasi perubahan iklim. Peran aktif masyarakat dalam melindungi alam bisa diwujudkan dengan hal-hal kecil, seperti mengurangi sampah plastik, menghemat listrik, dan bersepeda.
”Diharapkan kegiatan ramah lingkungan tidak hanya dilakukan selama satu jam, tetapi juga menjadi gaya hidup masyarakat. Kita sebagai anak muda juga diharapkan bisa membentuk masa depan dengan bersuara dan melakukan aksi nyata,” katanya.
Selain komunitas Earth Hour di sejumlah daerah, perayaan Earth Hour tahun ini juga berkolaborasi dengan beberapa organisasi atau komunitas lain, seperti Asosiasi Internasional Mahasiswa dalam Ilmu Ekonomi dan Komersial (AIESEC), Bike to Work (B2W), Climate Reality Indonesia, dan King of Borneo Band.
Direktur Climate Reality Indonesia Amanda Katili menyatakan, misi Climate Reality secara global ataupun di Indonesia adalah mengajak sebanyak mungkin masyarakat di berbagai lapisan untuk menyikapi krisis iklim. Oleh karena itu, peringatan Earth Hour diharapkan dapat membuat individu dan kelompok tergugah mengatasi krisis iklim.
”Earth Hour bisa merangkum seluruh pemangku kepentingan, mulai dari individu, organisasi, perusahaan, universitas, hingga pemerintah yang datang dengan kebijakannya. Dengan begitu, diharapkan akan banyak lagi pihak yang tertarik melaksanakan aksi iklim secara berkesinambungan,” ucapnya.