BRIN memberikan fasilitasi riset berupa pendanaan ekspedisi dan eksplorasi kepada 48 proposal. Fokus ekspedisi tidak hanya untuk biodiversitas di bidang sains, tetapi juga keanekaragaman hayati lainnya di bidang sosial.
Oleh
PRADIPTA PANDU MUSTIKA
·4 menit baca
KOMPAS/JOHANES GALUH BIMANTARA
Kapal Riset Baruna Jaya VIII yang digunakan untuk Ekspedisi Widya Nusantara dan Ekspedisi Sabang.
JAKARTA, KOMPAS — Badan Riset dan Inovasi Nasional atau BRIN memberikan fasilitasi riset berupapendanaan ekspedisi dan eksplorasi kepada 48 proposal. Beberapa tema ekspedisi dan eksplorasi itu mulai dari monitoring ekosistem teluk, kajian floristik, profil genetika satwa, hingga pemetaan struktur bawah permukaan bumi.
Kepala BRIN Laksana Tri Handoko mengemukakan, Indonesia merupakan negara yang kaya akan biodiversitas, tidak hanya di darat, tetapi juga laut. Pendanaan ekspedisi dan eksplorasi (PEE) tidak hanya untuk biodiversitas di bidang sains, tetapi juga keanekaragaman hayati lainnya di bidang sosial termasuk geografis dan seni budaya.
”Para peneliti dari ilmu sosial bisa melakukan ekspedisi untuk menggali kembali, misalnya bahasa-bahasa yang hampir punah. Pada bidang arkeologi juga bisa dilakukan penggalian artefak di situs-situs yang terindikasi memiliki peninggalan penting. Sementara di bidang kebumian bisa melihat sesar dan potensi gempa,” ujarnya dalam webinar fasilitasi dan pendanaan riset dan inovasi (Walidasi), Selasa (22/3/2022).
Setelah melalui seleksi, skema PEE diberikankepada 45 penerima dari sejumlah pusat riset di BRIN. Selain itu, beberapa penerima skema ini juga berasal dari perguruan tinggi, yakni Universitas Andalas, Universitas Sam Ratulangi, Universitas Gadjah Mada, Universitas Negeri Gorontalo, Universitas Sulawesi Barat, Universitas Indonesia, dan IPB University.
Beberapa tema ekspedisi dan eksplorasi itu, antara lain, terkait dengan aktivitas sesar, monitoring ekosistem teluk, kajian floristik dan konservasi ex-situ, fenomena likuefaksi, diversitas genomik, profil genetika satwa terancam punah, keanekaragaman serangga, permodelan tsunami, dan pemetaan struktur bawah permukaan bumi.
KOMPAS/HERU SRI KUMORO
Peneliti P2O LIPI Mohammad Abrar mengamati kipas laut saat penyelaman bersama tim Ekspedisi Terumbu Karang Harian Kompas di titik penyelaman NHR02 di sekitar Pulau Babua, Jailolo, Halmahera Barat, Kamis (27/7/2017).
Menurut Handoko, sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang Sistem Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, para peneliti diwajibkan melakukan penyerahan dan penyimpanan data serta spesimen. Akan tetapi, akses terhadap spesimen ataupun data tersebut sepenuhnya masih menjadi hak eksklusif para peneliti.
Spesimen dan data yang diperoleh dari ekspedisi serta eksplorasi nantinya akan disimpan di laboratorium ataupun tempat-tempat yang dikelola BRIN, seperti kebun raya atau pusat koleksi hayati. Data dan spesimen tersebut diharapkan dapat menjadi aset nasional yang bisa diakses dan menjadi bagian dari koleksi kekayaan Indonesia.
Para peneliti dari ilmu sosial bisa melakukan ekspedisi untuk menggali kembali, misalnya bahasa-bahasa yang hampir punah. Pada bidang arkeologi juga bisa dilakukan penggalian artefak di situs-situs yang terindikasi memiliki peninggalan penting. Sementara di bidang kebumian bisa melihat sesar dan potensi gempa.
”BRIN meminta para peneliti melibatkan secara aktif komunitas lokal. Selain membuat ekspedisi dan eksplorasi menjadi lebih efisien, pelibatan ini juga akan membuka kesempatan dan peluang bagi komunitas lokal untuk belajar kepada peneliti,” tuturnya.
Handoko menegaskan, BRIN sudah tidak menyediakan skema pendanaan yang bisa digunakan untuk beragam keperluan. Sebab, skema pendanaan tersebut dianggap tidak bisa membuat program penelitian berhasil karena setiap aktivitas riset, seperti ekspedisi di lapangan maupun pengujian di laboratorium, memiliki karakteristik yang berbeda.
”Semua skema yang ada di BRIN orientasinya bukan mengejar jumlah. Semua skema pendanaan harus dikelola berbasis kompetisi murni, rekam jejak, dan proposal. Sebab, kami ingin menjaga standar minimal yang harus dipenuhi oleh semua pengusul,” ucapnya.
Kapal Riset Baruna Jaya IV milik Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi pada Selasa (12/1/2021) pagi dikerahkan membantu mencari kotak hitam pesawat Sriwijaya SJ-182 di perairan Kepulauan Seribu.
Pelaksana Tugas (Plt) Deputi Bidang Fasilitasi Riset dan Inovasi BRIN Agus Haryono mengatakan, meski pengusulan proposal dibuka setiap tahun, BRIN akan melakukan seleksi administrasi proposal gelombang kedua pada 8 April dan pengumuman pada Mei. Diharapkan kegiatan ekspedisi dan eksplorasi gelombang kedua sudah mulai dilakukan setelah Mei.
”Kami akan mendorong para periset untuk bergabung dan mengajukan proposal. Target 300 pembiayaan untuk ekspedisi dan eksplorasi pada tahun 2022. Para periset boleh mengajukan proposal tidak hanya untuk tahun ini, tetapi juga tahun mendatang,” katanya.
Eksplorasi mikrobiologi
Salah satu proposal yang mendapat pendanaan ialah terkait eksplorasi model rumput laut mikroba untuk mengurangi overexposure antibiotik dalam sistem industri akuakultur. Proposal eksplorasi ini diketuai Peneliti Ahli Madya Pusat Riset Mikrobiologi Terapan Organisasi Riset Ilmu Pengetahuan Hayati dan Lingkungan BRIN Khairul Anam.
Anam menjelaskan, kegiatan eksplorasi tersebut bertujuan untuk mendapatkan informasi terkait kemungkinan mengurangi penggunaan antibiotik dan mencegah munculnya bakteri yang resisten terhadap obat dalam akuakultur. Hal ini dapat menggunakan mikroorganisme menguntungkan atau probiotik yang diperoleh dari ikan.
KOMPAS/JOHANES GALUH BIMANTARA
Tim peneliti mikrobiologi menyusuri laut dengan perahu di sekitar pesisir Taman Buru Gunung Nanua, Pulau Enggano, Bengkulu, Jumat (24/4/2015). Mereka merupakan bagian dari tim Eksplorasi Bioresources Indonesia 2015 Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia.
”Latar belakang kegiatan ini adalah kekhawatiran terhadap risiko tingkat kematian yang disebabkan oleh anti-microbial resistance atau AMR. Setiap tahun pada 2050 diprediksi AMR akan memakan korban 4,5 juta jiwa di Asia dan Afrika 4 juta jiwa. Jadi, AMR merupakan penyakit yang mungkin akan dominan dibandingkan kanker,” ungkapnya.
Hasil kegiatan ini diharapkan dapat mengurangi pencemaran lingkungan akibat antibiotik dan pelestarian ekosistem global mikroba. Selain itu, diharapkan juga hasil kegiatan ini dapat mengurangi munculnya bakteri yang resisten terhadap obat.