Kerja sama dengan Uni Eropa Tingkatkan Pemanfaatan Data Penginderaan Jauh
BRIN meningkatkan pemanfaatan data penginderaan jauh melalui kerja sama dengan lembaga pengamatan Bumi dan lingkungan milik Uni Eropa, EU Copernicus. Kerja sama memungkinkan BRIN mengakses data penginderaan jauh terbaru.
Oleh
PRADIPTA PANDU
·3 menit baca
KOMPAS/IWAN SETIYAWAN
Peneliti dan teknisi mengawasi tampilan data penginderaan jauh untuk pemantauan lingkungan dan mitigasi bencana di Pusat Pemanfaatan Penginderaan Jauh Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) di Jakarta, Kamis (25/7/2013).
JAKARTA, KOMPAS – Badan Riset dan Inovasi Nasional atau BRIN meningkatkan pemanfaatan data penginderaan jauh melalui kerja sama dengan lembaga pengamatan Bumi dan lingkungan milik Uni Eropa, EU Copernicus. Kerja sama ini memungkinkan BRIN mengakses data penginderaan jauh yang akan dimanfaatkan untuk berbagai keperluan.
Kepala BRIN Laksana Tri Handoko mengemukakan, semua pihak sudah mengakui kinerja EU Copernicus sebagai lembaga observasi Bumi yang paling ambisius dalam penyediaan informasi yang akurat tentang tata kelola lingkungan, memahami dampak perubahan iklim, dan menjamim pertahanan sipil. EU Copernicus dipimpin oleh Komisi Eropa melalui kemitraan dengan Badan Antariksa Eropa (ESA).
“EU Copernicus telah menjadi penyedia data antariksa terbesar di dunia yang saat ini mengirimkan data sebanyak 12 terabyte setiap hari. Penggunaan data dan informasi dari EU Copernicus ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk kegiatan riset dan inovasi program antariksa di Indonesia,” ujarnya dalam seminar daring tentang pemanfaatan data penginderaan jauh bersama EU Copernicus, Rabu (16/3/2022).
Handoko mengatakan, seiring meleburnya Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) ke dalam BRIN, saat ini telah dilaksanakan program antariksa khususnya untuk bidang penginderaan jauh, pengolahan, hingga analisa data. Ke depan, program dari BRIN diharapkan juga bisa menjalin kerja sama dengan EU Copernicus.
Warga memanfaatkan aplikasi sipandora di Jakarta, Kamis (31/1/2019). Aplikasi ini memberikan layanan data dan informasi satelit penginderaan jauh berbasis digital seperti zona potensi penangkapan ikan, suhu permukaan laut, produktivitas padi, peringatan dini bencana kebakaran lahan, dan kekeringan.
Dalam beberapa tahun terakhir, kata Handoko, BRIN bersama dengan Uni Eropa telah melaksanakan pembagian data dan informasi tentang antariksa. Data dan informasi tersebut digunakan untuk mendukung proyek investasi, rehabilitasi dan rekonstruksi, serta ketahanan pangan.
“Hingga 2026, BRIN bersama dengan kementerian dan lembaga serta perguruan tinggi akan melaksanakan pengelolaan banjir dan perlindungan di pesisir utara Jawa. Melalui kerja sama ini, diharapkan Uni Eropa bisa memastikan kesinambungan dari program dan layanan satelit sentinel untuk membantu mengelola sumber daya dan lingkungan di Indonesia,” tuturnya.
Penggunaan data dan informasi dari EU Copernicus ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk kegiatan riset dan inovasi program antariksa di Indonesia.
Handoko memastikan Indonesia akan mengambil manfaat untuk mendapatkan akses data penginderaan jauh yang lebih cepat dari satelit Sentinel dan layanan Copernicus lainnya. Di sisi lain, kerja sama dengan berbagai pihak termasuk mitra global potensial juga akan terus ditingkatkan untuk mempercepat program pengembangan sembilan satelit baru Indonesia.
Duta Besar Uni Eropa untuk Indonesia Vincent Piket mengatakan, layanan Copernicus fokus pada pengamatan data di Bumi, laut, dan atmosfer. Selain itu, Copernicus juga mencakup layanan untuk tata kelola maupun penanganan bencana dan perubahan iklim.
DLR/BIRA/ESA
Ilmuwan Pusat Penerbangan Antariksa Jerman (DLR) menemukan lubang ozon yang tidak biasa di sekitar kutub utara Arktik. Citra itu diambil oleh satelit Copernicus Sentinel-5P selama awal Maret hingga awal April 2020.
“Data in situ dan modeling dari Copernicus dapat memberikan informasi dalam mendukung para pembuat kebijakan maupun masyarakat sipil. Copernicus mengirimkan data secara bebas biaya dan terbuka ke seluruh dunia untuk tujuan komersil, ekonomi, atau membantu semua orang mengelola sumber daya di Bumi,” katanya.
Uni Eropa sangat berkomitmen dalam sistem di Copernicus melalui pengembangan dan peluncuran sejumlah satelit. Proyek Copernicus diawali dengan meluncurkan satelit kembar Sentinel 1A diikuti oleh satelit Sentinel 1B. Kedua satelit beroperasi di ketinggian 700 kilometer(km) dan orbitnyaterpisah sejauh 180 derajat serta mampu memproduksi citra bumi sekali dalam enam hari.
ESA juga meluncurkan satelit Sentinel-2B pada 2017 yang berfokus untuk memonitor polusi, pembabatan hutan, merekam pola cuaca dan perubahan morfologi Bumi. Penginderaan satelit Sentinel 2 memiliki cakupan pandangan sekitar 290 km. Pasangan satelit ini memasok data citra Bumi antara lintang 84 derajat Utara dan 84 derajat setiap lima hari sekali.